"Sash! Di mana suami kamu?"
Suara Arusha di seberang sana membuat Sashi terdiam seketika. Beberapa hari ini Aditya memang sedang ke luar kota. Alasan suami Sashi adalah karena ada pekerjaan penting. Aditya, laki-laki yang menjadi suami Sashi selama dua tahun ini memang sedang merintis usaha di bidang properti.
"Ada di Bandung. Emang kenapa? Dia punya nama loh, Mas Adit."
"Ck! Tahu nama dia, nggak penting juga. Nggak wajib aku panggil dia Mas Adit. Dia nikah sama adikku juga."
"Ngapain tumben cari Mas Adit?"
Arusha terdiam seketika mendengar pertanyaan saudara kembarnya itu. Bagaimana menjelaskan pada Sashi? Tidak mudah bagi sang adik percaya pada ucapan orang lain. Bodoh memang, Arusha tidak merekam apa yang dilakukan oleh Aditya.
"Ru, ada perlu apa? Kalo nggak perlu-perlu amat, ya, udah. Aku masih banyak pekerjaan ini."
Sashi merasa kesal dengan saudara kembarnya lantas mematikan panggilan itu. Tak sampai di situ, ia juga mematikan ponselnya. Sashi paham, Arusha akan menghubunginya terus menerus jika panggilannya diabaikan begitu saja. Sashi tidak mau pekerjaannya terganggu selama ini.
Setelah menikah dan merampungkan kuliah S1 jurusan Psikologi Universitas Indonesia itu memilih tidak bekerja. Tuntutan mertua Sashi--Santika, hanya untuk mengurus rumah tangga. Sashi tidak kehabisan akal, dengan memanfaatkan media sosial agar tetap bisa bekerja dari rumah. Rasa cinta pada sang suami membuat Sashi buta dalam segala hal.
"Sash! Kamu udah masak untuk makan siang?" tanya Santika yang siang ini berada di rumah dan tidak pergi ke toko perhiasan miliknya.
"Udah, Ma. Aku masak rendang dan sayuran rebus. Lagi pengen makan itu dan udah bilang sama Mas Aditya tadi," jawab Sashi dengan lembut.
Santika tampak tidak suka dengan apa yang diucapkan oleh sang menantu. Terlalu boros ketika memasak daging ayam. Santika tidak suka dengan gaya hidup Sashi. Ia lantas menatap sinis pada menantunya itu.
"Kamu itu nggak kerja. Duit juga dari suami, ngapain masak mewah-mewah kaya gini? Bikin uang belanja cepat habis saja." Santika mengatakan dengan ketus.
Sashi hanya menghela napas panjang mendengar ucapan mama mertuanya. Bukan satu atau dua kali memprotes masakan Sashi. Masih dengan ucapan yang sama, pemborosan. Lucu, Santika memang hanya mau menangnya sendiri.
"Beda kalo ada lauk daging karena kamu dapat dari restoran Mama kamu. Itu baru bukan pemborosan," kata Santika dengan wajah dosa.
"Mama, nggak setiap hari bikin menu rendang. Aku masak rendang juga karena Maa Aditya yang minta. Nanti malam atau paling cepat sore ini akan pulang, jawab Sashi tidak peduli lagi jika Santika marah.
Wanita paruh baya itu mempunyai sifat culas. Keculasannya sudah mendarah daging dan tidak mau rugi sama sekali. Jika bertemu dengan Amelia, pasti akan dengan senang hati membawa banyak makanan. Entah apa yang ada di otaknya itu.
"Kamu ini! Kalo orang tua lagi ngomong, ya, dengarkan! Bukan malah menjawab seperti ini!" Santika menaikkan nada bicaranya satu oktaf karena marah mendengar ucapan Sashi. "Entah gimana, Aditya kok bisa betah sama wanita seperti kamu," lanjut Santika sambil menarik kursi untuk duduk.
Sashi menghela napas panjang. Entah berapa lama lagi ia akan kuat menghadapi Santika dan semua sifat buruknya. Belum lagi, Aditya sama sekali tidak peduli. Setiap kali mengadu, sosok suami Sashi hanya meminta bersabar.
Aditya selalu memberikan pengertian yang masuk akal, mungkin sang mama sedang kelelahan. Rasanya tidak mungkin kelelahan setiap hari. Pekerjaan Santika hanya menjaga toko perhiasan setiap hari. Semua dilakukan oleh karyawan dan karyawati, ia hanya menerima pembayaran saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anak Rahasia Suamiku(Sekuel Silakan Ambil Suamiku, Pelakor!)
RomanceBerawal hanya ingin mengetahui tentang masalah keuangan pabrik yang dirintis diam-diam, Sashi justru dihadapkan dengan kenyataan pahit. Sang suami bermain affair dengan wanita lain.