Aditya merasa curiga dengan tingkah sang istri. Ia sengaja tidak mengabari pulang pagi ini. Aditya ingin tahu apa yang dilakukan sang istri saat pagi hari. Ada seorang wanita yang memberikan informasi jika sang istri sering bertemu dengan laki-laki lain.
"Lho, Mas Adit pulang kok nggak ngabarin?" tanya Sashi yang terkejut sekaligus bahagia.
"Kenapa? Jadi keganggu ketemuan sama laki-laki lainnya?" tanya Aditya dengan sinis.
"Kok tahu aku ketemu sama laki-laki? Jelas, aku lagi tunggu orderan lauk dan sayur untuk sarapan. Kebetulan bahan makanan dan sayuran habis. Kurir yang antar namanya Sutopo. Lihat ini," kata Sashi dengan riang sambil menunjukkan layar ponsel bututnya itu.
Aditya mengembuskan napas kasar. Sashi seolah tidak menyadari amarahnya saat ini. Lagi pula, mengapa harus takut jika Sashi bertemu dengan laki-laki lain? Kelakuan Aditya bahkan lebih parah dari sekadar bertemu dengan wanita.
"Nah, itu Pak Sutopo. Bentar, Mas, aku bayar dulu. Nanti aku siapkan kopi juga pakaian ganti," kata Sashi dengan riang pagi ini.
Sashi memang benar-benar lugu dan tidak tahu apa yang dilakukan sang suami di luar sana. Ia hanya tahu jika Aditya bekerja. Padahal, andai Sashi tahu, hilang sudah kepercayaan pada sang suami. Akan tetapi, mungkin Tuhan sedang menutupi aib Aditya dan keluarganya.
Tepat pukul tujuh pagi, semua anggota keluarga berkumpul di ruang makan. Mereka sarapan bersama seperti biasanya. Memang hanya bertiga saja, Santika, Aditya, dan Sashi. Sashi makan dengan tenang sambil memikirkan design baru untuk pabrik perhiasannya.
Ada beberapa ide yang mendadak muncul dan sangat mengganggu. Ia tidak tahu harus menggambarkannya bagaimana. Sangat sulit mencari keberadaan kertas dan pulpen. Santika bisa curiga jika ia melakukan sesuatu di luar kebiasaan.
"Ma, nanti aku ke pasar bentar, ya. Mau beli perangkap tikus. Biar ketangkep tikus yang ada di gudang itu. Berisik banget kalo malam. Tadi pagi aku lihat ada satu besar banget dan lari ke arah dapur," kata Sashi yang mendadak mendapatkan ide agar bisa keluar dari rumah.
"Nggak ada! Kamu harus di rumah. Suami pulang malah mau pergi ke pasar." Aditya langsung menolak permintaan Sashi saat ini.
Dering ponsel milik Aditya membuat suami Sashi langsung melihat ke arah benda pipih yang terletak di sebelah piring makannya. Satu nomor dari salah satu kolega bisnisnya menghubungi. Seorang janda muda dan sangat tergila-gila pada Aditya. Janda kaya raya itu selalu mengucurkan uang pada Aditya tanpa diminta.
"Halo. Saya sedang sarapan bersama Mama dan istri saya. Ada keperluan apa?"
"Maaf, Pak Aditya, siang ini ada meeting dengan agenda tentang finishing perumahan yang di Serpong."
"Oke. Nanti saya datang ke kantor sekitar pukul sepuluh."
"Baik, kami tunggu."
Panggilan itu terputus seketika dan membuat Sashi lega. Artinya sang suami akan pergi ke kantor. Sashi bisa dengan leluasa pergi ke pasar atau ke tempat lainnya. Sesekali bekerja di luar rumah agar ide mengalir dengan deras.
"Jadi, gimana, Ma? Aku boleh ke pasar?" tanya Sashi sengaja mendesak Santika agar memberikan izin.
"Boleh. Sudahlah, Dit, Sashi mau beli perangkap tikus. Kamu juga harus ke kantor. Hanya beli perangkap tikus itu nggak akan lama." Santika tidak mau berdebat dengan Aditya. "Menjijikkan jika di rumah mewah kita ada binatang pengerat pembawa penyakit itu," lanjut Santika bergidik takut karena membayangkan seekor tikus.
Sejujurnya, Sashi tidak tahu di mana harus membeli benda itu. Ia asal bicara saja agar bisa keluar dari rumah. Ada sekitar enam puluh gambar yang harus diselesaikan Sashi setiap bulannya. Tergantung ide yang keluar dari otak cerdasnya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anak Rahasia Suamiku(Sekuel Silakan Ambil Suamiku, Pelakor!)
RomantizmBerawal hanya ingin mengetahui tentang masalah keuangan pabrik yang dirintis diam-diam, Sashi justru dihadapkan dengan kenyataan pahit. Sang suami bermain affair dengan wanita lain.