Rooftop menjadi tempatku menyendiri, merenungkan semua kenyataan pahit yang terjadi. Sembari memegang pagar pembatas aku berdiri tanpa ada niatan duduk untuk sekedar beristirahat, menantikan kedatangan seseorang yang kuhubungi sejak satu jam lalu. Nyeri pada sendi lututku sudah lama berdenyut namun tidak ingin kurasa, sakit hatiku jauh lebih dahsyat ketimbang nyeri yang kini menjalar kemana-mana.
Tap.. Tap..
Derap langkah dari arah belakang tengah berjalan cepat menghampiriku hanya kutoleh sesaat, orang yang kutunggu akhirnya datang menemuiku."Hhhahh... Maaf telat, tadi di jalan macet banget"
"I dont need your sorry"
Tangan lembutnya memegang bahuku, mencoba menghadapkanku padanya namun dengan cepat kutampik begitu saja.
"Vid.."
"Lets make this quick"
Kujelajahi leher mulus miliknya yang telah lama kurindukan, memainkan kedua puting kerasnya serta tidak lupa kugenjot dengan tempo cepat agar desah itu kembali kudengar."Ahhhh.. Daviddd"
Terdengar indah, sangat sopan masuk ke dalam gendang telinga. Kedua tangannya mulai beraksi, membagi tugas dimana dia menjambak rambut belakangku sambil meremas pantatku agar semakin dalam.
"Pelan-pelan, vid.. Aaahhhh"
"Gak!"
Plak...!!
Satu tamparan keras kulayangan tepat mengenai pipinya. Dia terdiam tanpa reaksi bahkan tidak balas memukul, seketika membuatku semakin berkeinginan melampiaskan sakit hatiku agar cepat berlalu.Plok plok plok plokk...
Seluruh batang penisku perlahan mulai terasa dingin, tidak lain akibat terlalu cepat menggenjot wanita karir yang sedang kugagahi tubuhnya saat ini. Dengan bersemangat aku memompa vaginanya, ditengah permainan baru kusadari bahwa setelah menerima tamparanku dia masih tetap diam tidak membuka suara.
"Nngh... Kenapaaa diem?"
Sorot mata tajam miliknya masih terlihat seram bagiku, dan kini dia melihatku dengan tatapan dingin. Kusadari bahwa perbuatanku barusan menjadi pemicu amarahnya.
"Maaf... Kebawa suasana"
"Kalo mau lampisanin sakit hati kamu gak gitu juga caranya. Aku gak suka"
"Maaf, kak"
Dekapan hangat kudapatkan. Dengan erat kedua tangannya mendekap, menempatkan kepalaku di dadanya seketika membuatku tenang.
"Its okay, sayang"
Suara itu menenangkan, aku merindukan sikap keibuan yang dia miliki. Kesekian kalinya aku dibuat luluh olehnya, oleh kakakku sendiri yaitu Kak Jinan.
"Kak Jinan bakal ninggalin aku juga?"
"Kita bertiga gak ada yang ninggalin kamu, Vid"
"Hmm"
"Vid, kita semua memang keluarga, tapi kita gak berhak nentuin pilihan orang lain apalagi menyangkut masa depan"
"Tapi kak, aku..."
"Suka sama cici? Sama kita bertiga? Gak salah, kita bukan saudara kandung jadi menurut aku wajar kalo kamu punya rasa. Dari kecil kita bertiga emang udah bareng-bareng, mustahil bagi kamu kalo gak nyimpen rasa. Tapi, kamu harusnya jangan egois gini, cici itu udah waktunya nikah, kamu gak bisa ngelarang pilihan cici"
Hanya menunduk kepala yang bisa kulakukan tanpa ingin memandang kedua matanya. Ucapan Kak Jinan ada benarnya, aku menyukai ketiga saudara angkatku, sejak lama aku menganggap mereka lebih dari keluarga, dengan kata lain aku menjadikan sosok mereka bertiga layaknya kekasih meski tidak mengungkapkan secara langsung. Aku terkejut dengan tindakan Kak Jinan yang tiba-tiba mengangkat wajahku untuk menghadapnya kemudian dia menciumku dengan penuh kasih sayang. Akibat dari pangutan lidah kita berdua, jantungku mulai berdengup kencang, aku masih sulit untuk membuang rasa sukaku terhadapnya bahkan setelah berbulan-bulan tidak bertemu.
KAMU SEDANG MEMBACA
SECRET BETWEEN US PART 2
FanfictionKukira, kehidupan yang kujalani ini tidak akan ada habisnya. Tapi nyatanya aku salah, semua yang kuharapkan sirna begitu saja, tidak sesuai dengan ekspetasiku. Semuanya hilang digantikan oleh kehidupan yang tidak pernah kuduga.