Kubelai lembut leher jenjangnya dengan tujuan merangsang nafsu birahinya keluar. Setelahnya, kuberi kecupan kecil dibeberapa titik pada leher mulus miliknya itu.
"Ahh.. David.."
Alih-alih membuatnya bernafsu, aku malah terangsang lebih dulu begitu desahan merdu keluar dari mulutnya akibat ulahku sendiri.
"Dir.."
"Mmm?"
"Beneran gapapa?"
"Haish.. Kamu udah berapa kali nanya gitu terus?"
"Ya, maaf. Habisnya aku masih belum percaya kita bakal ngelakuin ini"
"Boleh aku tampar sekali?"
"Tampar?"
"Iya. Biar kamu sadar dan gak nanya terus"
"Ah... Bo-boleh"
PLAK!
Dikejutkan oleh satu tamparan keras yang mendarat tepat di pipi kiriku, seketika membuatku terdiam membisu sekaligus menyadarkanku bahwa yang tengah terjadi saat ini adalah sebuah kenyataan, bukan seperti mimpi yang biasa kualami. Kembali mengalihkan fokus pada Indira, kudapati dia tengah memasang wajah kesal. Kurasa hal itu disebabkan oleh tingkahku yang kurang yakin dengan keputusannya.
"Udah? Mau lagi?"
"Udah, udah. Sakit"
"Jangan nanya-nanya lagi"
Kesal yang begitu jelas terpampang kutebus dengan menyerang bibir tipis miliknya sehingga kembali tercipta sebuah ciuman panas berlandas nafsu. Mencoba membuka mulutnya secara paksa, aku berhasil mengajak lidah Indira menari-nari. Tidak ada penolakan terpapar darinya. Lantas, kucumbu semakin dalam guna memperintens awal permainan. Setelah beberapa saat kami bergantian menghisap lidah satu sama lain, kucoba mengangkat ujung kaos yang masih dia kenakan. Berhasil melepasnya, kaos tersebut kubuang asal-asalan di lantai, hanya tinggal menyisakan tanktop hitam bertali tipis serta bra dengan tali bening yang masih terpasang di tubuh erotis Indira.
Tergoda dengan pemandangan indah di depan mata, 2 gumpalan lemak miliknya langsung kuremas pelan serta menjadikan bagian atas payudara yang sedikit mencuat sebagai tempat untuk wajahku mendarat. Tindakanku dalam mengusap wajah di bagian kenyal tersebut menuai reaksi bergairah dari sang pemilik aset yang tidak berhenti mendesahkan namaku.
"Ahhh ahhhh... Daviddd.."
"Sial. Punyamu enak banget, Dir"
"Baru pertama kali pegang, ya?" Ledek Indira dengan menambah tawa kecil diakhir ucapan.
"Baru pertama pegang punya kamu sih iya hehe.." Balasku percaya diri.
"Oh. Udah pernah.."
"Udahlah"
"Punya mantan kamu?" Tanya Indira semakin penasaran.
Sebutan Mantan bagaikan kata terlarang buatku pribadi. Bagaimana tidak, begitu dia menyebut kata itu sekujur tubuhku seketika kaku bahkan sampai menganggurkan benda kenyal yang tadinya seru kumainan. Tanpa kusadari rupanya sampai detik ini aku belum bisa menerima dengan lapang dada atas kenangan masa laluku bersama Marsha. Dan entah mengapa untuk sekarang rasanya aku sangat kesal bila mengungkit masa-masa itu.
"Jangan dibahas lagi, ya? Kita fokus main aja"
"Aku gak bermaksud ngingetin kamu, kok"
"Its okay, Dira. Aku gak ngerasa sakit hati, cuma agak kesel dikit. Tapi bentar, deh, kamu emang tau cerita soal mantanku? Raya pernah bilang?"
"Ngga. Raya gak pernah cerita apa-apa soal kamu ke aku"
"Oh, iya? Baguslah"
"Hm.. Lanjut, yuk?"
KAMU SEDANG MEMBACA
SECRET BETWEEN US PART 2
FanfictionKukira, kehidupan yang kujalani ini tidak akan ada habisnya. Tapi nyatanya aku salah, semua yang kuharapkan sirna begitu saja, tidak sesuai dengan ekspetasiku. Semuanya hilang digantikan oleh kehidupan yang tidak pernah kuduga.