"Ray, bagaimana kabarmu dengan si Aksa itu?" Belva, selaku teman sebangku Raya tiba-tiba menanyakan hal yang sama sekali tak Raya duga. Belva adalah sesosok gadis yang senantiasa berada di sisi Raya baik suka maupun duka. Seingat Raya, ia hanya pernah menceritakan soal Aksa ke Belva sekali.
"Bel, Aksa itu tampan, ya?"
Satu kalimat itu Raya utarakan beberapa minggu yang lalu. Raya bahkan lupa bagaimana Belva menanggapi pertanyaan tersebut. "Kenapa bertanya seperti itu?"
"Tak apa. Akhir-akhir ini aku sering melihatmu bersamanya," ungkap Belva. Lantas Raya terdiam. Berhubung ini jam pulang sekolah, gadis dengan surai pendek itu agaknya lebih memilih untuk fokus mengemas barangnya ketimbang membalas ungkapan Belva tadi.
Dan Belva sadar akan diamnya Raya. Sedetik kemudian ia berkata, "Kau tengah menaruh perhatian padanya, bukan?"
Rentetan kata yang terucap dari mulut sahabatnya itu membuat Raya membeku dan menghentikan aktivitasnya. Otaknya seolah kaku dan masih berusaha memroses segala kata yang ia dengar. Hanya ada gundah yang menyelimuti hati dan pikiran Raya sekarang.
"Aku tidak tau, Belva."
Pada akhirnya, Raya justru tidak bisa menyangkal maupun menyetujuinya. Kepalanya mendadak berisik dengan kalimat-kalimat yang muncul dari overthinkingnya.
Raya bergulat dengan pikirannya sendiri. Ia tak mau menyukai Aksa. Ia tak mau mengaku bahwa ia menyukai Aksa, karena ia ingin rasa gelisah ini lekas hilang.
"Ray, jangan mengejar sesuatu yang tak mau dikejar. Jangan berharap pada sesuatu yang jelas tak mau diharapkan. Kau harus menyatukan hati dan pikiranmu. Jika perlu berhenti, berhentilah," Belva mengusap lembut bahu Raya. Ia tersenyum tulus, menyiratkan bahwa ia akan selalu berada di sisi Raya.
Sedang Raya juga membalas dengan senyum simpul. Gadis itu bergegas keluar dari kelas dan berjalan menyusuri lorong SMA N 1 Surakarta. Ruang kelas Raya adalah kelas XI Mipa 3, di mana ia bisa melihat langsung view halaman bawah. Di sana ia melihat Aksa yang baru saja beranjak dari kursi taman bersama teman-temannya. Padahal ruang kelas Aksa bersebelahan dengan Raya, yaitu XI Mipa 4. Apa yang Aksa lakukan di halaman bawah?
Satu hal yang menjadi atensi Raya adalah, Lelaki itu meninggalkan jaketnya.
Jaket hitam milik Aksa tertinggal di kursi taman, dan nampaknya ia sudah meninggalkan sekolah.
Raya menuruni tangga dengan tenang, dan ia berhenti tepat di depan ruangan konseling hanya untuk melihat sekeliling, kalau saja Aksa kembali untuk mengambil jaketnya.
Satu detik, dua detik,
bahkan tiga detik.
Tak ada tanda-tanda datangnya lelaki berperawakan tinggi, surai hitam legam dan senyum indahnya.
Lantas, Raya memutuskan untuk melangkah dan mengambil jaket itu. Lagi-lagi ia terpaku di sana. Harum semerbak parfum khas yang jelas tak asing bagi indra penghirup Raya langsung tercium. Gadis itu tersenyum samar, lantas ia meraih ponsel dari saku roknya dan mengetik sesuat di roomchat kontak bernama 'Aksa'
"Sa, parfummu wangi sekali."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kita dan Takdir Semesta
Short StorySMA Negeri 1 Surakarta adalah saksi bisu bagaimana Raya menutupi perasaannya pada Aksa yang selalu menanyakannya tentang proposal kegiatan. Raya menyukai Aksa, Aksa menyukai Prajna. Kisah yang dianggap Raya sangat klise ini ternyata justru menusukn...