Delapan Belas

328 32 13
                                    

Ranting bergesekan sebab angin menderu membawa helai daun berjatuhan. Sebuah pisau dijemari wanita tangguh itu menatap target penuh fokus hingga dia melemparkan pisaunya mengenai target. Sedang anak kecil disampingnya memandang takjub, walaupun tak begitu mengerti apa yang sedang sang ibu lakukan. Dia meniru ibunya dengan tangan mungilnya yang bergetar memegang sebilah besi tajam. Dia melemparkan pisau yang ternyata terpental tak mengenai target menjadikannya kembali ke alam sadar.

Matanya mengerjap, sedang kepalanya cukup pusing sebab alkohol yang diminumnya. Gabbie terbangun dengan tubuh lelaki di sampingnya yang bertelanjang dada. Juga dirinya dengan gaun pesta yang tergeletak di lantai. Tangannya meraih ponsel melihat layar yang tidak ada satupun notifikasi dari Ayden.

Dengan buru-buru Gabbie mengenakan gaunnya dan beranjak pergi, meninggalkan Najim yang tidur dengan lelap. Padahal sudah sebisa mungkin Gabbie mencoba untuk tetap sadar. Ada hal yang mengganjal pikirannya tentang kenapa dirinya tidak sadarkan diri. Namun, yang lebih dia khawatirkan adalah Ayden. Dia lupa menghubungi Ayden kalau dia berlama-lama dengan Najim hingga alkohol merenggut kesadarannya.

Gabbie menghubunginya sekali serta beberapa kali. Tak ada panggilan yang terjawab hingga Gabbie harus melacak keberadaan Ayden. Titik pusatnya masih berada di kawasan hotel. Gabbie mulai berlari ke arah basement, siapa tahu Ayden menunggunya di dalam mobil walaupun dia pikir tak mungkin, karena kini jam menunjukkan pukul dua belas malam, sedangkan pesta telah selesai dua jam yang lalu.

Matanya membelalak saat menemui mobil Ayden, namun tak ada orang di dalamnya. Itu berarti Ayden masih di hotel dan tidak meninggalkannya. Persetan dengan suasana sepi mencekam yang membuat sekujur tubuhnya merinding, juga cuaca dingin yang menggerogotinya. Rasa khawatir Gabbie memenuhi kepalanya.

Lagi-lagi Gabbie berlari menuju ke resepsionis bertanya apakah ada yang memesan kamar atas nama Jayden Biantara, namun juga nihil. Gabbie kehilangan logika, apalagi setelah meminum alkohol yang membuatnya sering hilang kesadaran.

Aplikasi pelacak lokasi itu dia buka; aplikasi buatan Haru untuk melacak dirinya. Sebab Gabbie sering pergi ke luar negeri tanpa sepengetahuan siapapun.

Gabbie mengembuskan napasnya melihat titik lokasi berada didekatnya. Dia mulai menelepon lagi, siapa tahu ada nada dering yang bisa dia dengar meski samar, namun panggilan itu terjawab.

Diam tak ada suara yang menjawab. Gabbie berdegup bukan main jantungnya takut kalau Ayden kenapa-kenapa.

"Mana kunci mobilnya? mau gue pake!" Seru Gabbie namun masih tak juga ada balasan..

"Jangan ditutup! Kasih gue kunci mobilnya! Gue gak peduli lo lagi ngapain, oke?" Ancamnya berharap semoga berhasil.

Deheman itu mengagetkan Gabbie, yakni suara wanita yang disusul menyebutkan lantai dan nomor kamar di mana Ayden berada. Dia tidak menyangka bahwa Ayden akan berselingkuh secara terang-terangan seperti ini. Seharusnya Gabbie tidak perlu kaget, sebab beberapa foto yang menjadi ancaman Ayden putus dengan Katherine masih tersimpan rapi di ruang penyimpanan ponselnya.

Gabbie melangkah dengan buru-buru, pikirannya seketika berubah. Bagaimana kalau Ayden ternyata tidak selingkuh? Bagaimana kalau Ayden sedang dalam bahaya? Seharusnya wanita itu mengangkat ponselnya sedari Gabbie menelepon pertama kali. Atau mungkin bisa saja wanita itu memberikan ponselnya ke Ayden langsung. Kenapa wanita itu perlu waktu untuk mengangkat ponselnya?

Gabbie mengambil pisau lipatnya, hanya untuk jaga-jaga. Dia mengetuk pintunya hingga muncul wanita dengan tubuh yang lebih mungil darinya menampakkan diri hanya mengenakan pakaian dalam.

"Oh hai, maaf ganggu. Gue mau pake mobil dia." Sapa Gabbie berusaha ramah. Engga  menjawab, wanita itu mengulurkan tangan, dan memberikan kuncinya dengan mudah, tanpa mencurigai Gabbie sama sekali.

SESALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang