POV Reganzza
Kota Manise hari ini cukup hangat, tidak panas dan tidak dingin. Aku membuka gorden kamarku dan melihat sekitar rumahku yang masih asri dengan banyaknya pohon-pohon rindang yang mengelilingi rumahku, aku menarik nafas panjang sebagai bentuk syukur atas segala nikmat yang Tuhan beri. Hangatnya hari ini membuatku menginginkan sesuatu, dan tiba-tiba ide cemerlang muncul di kepalaku. Sebenarnya tidak begitu cemerlang, tapi memang inginku saja menikmati lebih hangatnya Ambon hari ini.
Tentu aku tidak sendiri, aku mengajak 3 temanku yang tampan.
"meskipun aku tetap paling tampan" Gumamku dengan disertai tawa yang menghias wajahku.
Tanganku bergerak meraih handphone di meja, dan aku segera menelepon Ario agar ia bisa menghubungi 2 temanku yang lain yaitu Christian dan Joshua, si duo curut yang berisik.
"HAH!" Teriak Ario di sebrang sana, sepertinya dia merasa terganggu.
"Hah, Hoh, Hah, Hoh. Beta balom bicara apa-apa" Jawabku tak kalah sewot dan berisik dari teriak Ario yang menyebalkan.
"Hahaha, mangapa? tumben se telpon telpon? se mau biking beta jadi second choice?" Katanya dengan suara yang tiba-tiba menjadi lembut, selembut sutera.
"enak e, beta seng gila parampuang macam se, Ario" Ucapku dengan nada kesal. Ya siapa yang tidak kesal? Bahkan ini sudah lebih dari 1 tahun aku menikmati masa sendiriku, sedangkan Ario, baru usai 1 bulan saja dia sudah 10 kali ganti pacar.
"Ka pante mari, kayanya beta butuh udara segar" Ajakku padanya.
Terdengar suara orang batuk diseberang sana, mungkin Ario tersedak?
"Uhuk.. uhuk. Tumben? katong dua sa? ka ajak 2 makhluk astral itu lai?" Tanyanya berderet.
"iyo ajak sa" Jawabku sembari menutup telepon dari orang aneh itu. Tapi memang semua temanku aneh, ya bagaimana lagi? Aku cukup dipaksa oleh keadaan dalam berteman dengan curut curut itu. Tapi percayalah, dibalik semua keburukan selalu ada hikmahnya, Tuhan memang terlalu hebat untuk merangkai peran-peran umatnya. 3 temanku itu adalah pendengar yang baik, Ario yang dewasa tapi playboy dan sering bicara sekenanya, kemudian Joshua yang selalu ngawur dan bertingkah konyol, kemudian Christian yang tingkahnya diluar nalar seolah memang melengkapi peran Joshua. Orang-orang aneh memang, tapi merekalah yang menemaniku di saat-saat sulit seperti ini.
***
Sekitar 20 menit berlalu, mereka sudah standby di halaman rumahku dengan berbagai bawaan yang agak diluar nalar tapi cukup berguna. Ya biasa lah, laki-laki. Joshua membawa karpet buluk berwarna putih yang warnanya sudah menggelap bahkan menuju abu-abu, lalu Ario yang membawa makanan masakan Ibunya yang selalu enak, kemudian Christian yang membawa snack karena Ayahnya membuka warung di rumah, kemudian kamera untuk mengambil gambar sebagai dokumentasi dan sunscreen tentunya, karena ia bilang ia tidak mau hitam, padahal kulitnya ini sudah gelap dari lahir. Christian, Ario, dan Joshua memiliki warna kulit yang gelap, dan rambut ikal selayaknya warga Indonesia bagian timur lainnya. Berbeda dengan aku yang memiliki warna kulit yang lebih cerah, dengan rambut yang agak bergelombang tapi aku tidak berbeda jauh dengan teman-temanku, aku juga warga asli Kota Manise."pigi sekarang?" Tanya Christian sambil menyemprotkan sunscreen spray yang baru ia beli beberapa hari lalu di toko oren.
"Sebentar lagi, Reganzza masih dandan supaya ketampanannya memancar dan mampu memikat cewek-cewek di pantai" Ucap Joshua asal
"Laki-laki kalau pondasinya seperti malaikat ya gak bakal jadi setan seperti kamu Jo" Ucap Ario panjang lebar diselingi tawa.
"HAHAHAHAHA JOS JOS ASTAGA" Ucap Christian dengan tawa yang menggelegar, diselingi tawa Ario yang tak kalah besar dari suara Christian.

KAMU SEDANG MEMBACA
REGANZZA
Narrativa generaleAku menyimpanmu dalam dekap aksara, membiarkanmu mengalir dalam syahdunya deru kalimat yang kubuat sedemikian rupa. ini perkara 'tuan' yang kupeluk erat dalam do'a, sosok yang kujaga melalui tangan Tuhan, dan aku abadikan dalam aksaraku yang hangat...