05. Try

462 79 9
                                    



Dalam perjalanan pulang saat di dalam bus Sujin dan Minji duduk bersebelahan. Minji memahami perasaan Sujin, sehingga ia membiarkan wanita itu bermurung sepuas hati. Mereka pulang setelah mengurus tagihan biaya klinik, peran Minji begitu banyak di sini, Minjilah yang menanggung tagihan biaya sebab Sujin mengaku sang ibu telah menjarah sebagian uangnya malam kemarin. Sebetulnya bagi Minji itu bukan masalah, Minji tidak keberatan atas bantuan yang ia lakukan untuk Sujin. Namun, Sujin memaksa akan mengembalikannya dalam waktu dekat ini.

Pagi ini masih agak redup sebab cuaca mendung membentangi langit di atas mereka, tanpa sadar saat melihat kumpulan awan itu Sujin bergumam, "Sepertinya akan turun hujan," katanya sambil mendongak ke arah jendela bus, dan saat Sujin menyentuh kaca jarinya meninggalkan jejak di antara embun yang menyelimuti permukaan bening itu.

"Itu bukan hal yang penting sekarang." Minji yang duduk di sebelahnya menoleh, perempuan itu kemudian membuka mantel dan memberikannya pada Sujin. "Pakai mantelku, udara hari ini cukup dingin, kau perlu menjaga tubuh."

Meski kedengaran ketus tapi Sujin tahu Minji itu sedang memperhatikannya, Sujin tersenyum sambil meraih mantel super tebal itu di pangkuannya dan bergegas memakainya—Sujin tidak akan mengelak, ia memang sedang kedinginan sekarang.

"Terima kasih, Minji. Kau banyak membantuku hari ini." Sujin sadar kali ini ia betul-betul merepotkan Minji.

"Yah... kapan-kapan kau harus traktir aku. Tapi, hari ini biar aku yang meneraktirmu sepuasnya." Minji lantas meraih ponsel untuk memesan makanan. "Kita butuh sarapan, kau mau apa?"

"Apa saja yang aman untuk lambungku."

"Baiklah, aku punya beberapa opsi pilihan untuk ibu hamil." Minji meledek.

Sujin tertawa ringan, karena Minji sudah membuatnya lebih baik. Dengan perlahan Sujin meraih lengan sahabatnya dan menyadarkan kepalanya itu di bahu Minji. Sujin bersyukur, di tengah-tengah keadaan rumit ini ia masih memiliki sahabat untuk bersandar. Paling tidak, Sujin bisa kuat karena dukungan Minji.

"Aku harus bagaimana, Min?" Sujin bicara sambil menatap jendela, hujan mulai turun dan Sujin tahu mereka tidak punya payung.

"Faktanya kau mengandung anak pria itu, dia harus tau kau mengandung anaknya."

Sujin menghembuskan napasnya gusar. Memikirkan keadaan dirinya dan Taehyung membuat Sujin merenung. Mereka berdua adalah orang asing, kehamilan ini sama sekali tidak diharapkan oleh keduanya. Sedikitnya Sujin telah menerima kenyataan bahwa ada nyawa yang sedang tumbuh di dalam rahimnya, ia mulai belajar menyayangi janin kecil ini, tetapi bagaimana dengan Taehyung? Bagaimana jika pria itu akan menolak anaknya? Bisa saja begitu Sujin bertamu ke sana, ia akan didepak dan ditolak mentah-mentah. Banyak kemungkinan buruk terjadi, tapi Sujin berusaha mengenyahkannya, setidaknya Sujin tidak mau memikirkan hal itu untuk sekarang.

"Tapi kami sudah berakhir, dia tidak mau berurusan denganku lagi. Jika aku mencarinya dalam keadaan hamil, tidakkah aku terlihat seperti penjilat?"

Minji mencebik dan memukul bahu Sujin keras-keras. "Lalu kau mau apa? Membesarkan anak itu sendirian atau melakukan aborsi?!"

Sujin bingung, pikiran untuk melakukan aborsi sudah jelas-jelas ditepisnya. Selain membahayakan diri sendiri, ia juga tidak sanggup melenyapkan nyawa seorang bayi. Tetapi, memikirkan sulitnya membesarkan anak seorang diri juga membebaninya. "Yang jelas, aku tidak akan melakukan aborsi."

"Nah, paling tidak, pria itu harus tau."

"Tapi dari mana aku memulainya?"

Minji menyugar surainya. "Bukankah kau masih menyimpan kartu namanya? Hubungi nomor yang ada di sana, lalu ajak pria itu bertemu."

Senoparty [HOLD]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang