1. KARENA KAMU

132 16 163
                                    

"Selamat siang, semuanya."

Sapaan tersebut segera membuat Alan Wirakusuma mengangkat pandang dari catatan fisika yang dia salin dari teman sebangkunya, Nathaniel Lantang. Di saat yang sama, teman-teman sekelasnya di XII-IPS-1 menjawab kompak sapaan yang berasal dari seorang guru wanita yang baru memasuki kelas.

"Waduh, masih sibuk, ya? Ibu balik ke kantor dulu atau gimana?" usul sang guru.

"Jangan, Bu!"

"Mulai aja, Bu!"

"Alhamdulillah! Bu Davinka hari ini masuk."

Sahut-sahutan suara tersebut membuat si ibu guru tertawa kecil. Gawatnya, jantung Alan selalu bermasalah setiap mendengar tawa dan setiap gerak-gerik ibu gurunya tersebut.

"Kedip, Lan. Mata lo hampir copot, tuh," tegur Nathan dengan menggumam. Namun masih cukup terdengar oleh teman-teman di sekitar bangku mereka di barisan belakang. Tentu saja, teguran Nathan seketika membuat tawa pecah bahkan beberapa tanpa sungkan menggoda Alan.

"Emang lo tuh nggak bisa, ya, lihat teman menikmati kebahagiaan sederhananya," protes Alan dengan raut datarnya pada Nathan.

Pemuda berkulit bersih di sebelahnya tersebut tertawa renyah sebelum berucap, "Habisnya lo tuh lucu kalau udah jadwalnya Bu Davinka. Persis banget sama Mae kalau gue bawain biskuit."

Alan hanya bisa mencebik ketika Nathan menyebut mini Pomeranian betina warna cokelat peliharaannya. Kemudian, pemuda tersebut menyingkirkan buku catatan fisikanya sebelum mengganti dengan buku bahasa inggris karena Davinka memulai kegiatan belajar.

Ini mungkin terdengar aneh, tetapi nyata. Tidak pernah terpikir oleh Alan akan jatuh cinta kepada Davinka Veronica, guru bahasa inggris kelas dua belas di sekolahnya. Davinka yang berperawakan mungil, langsing, dengan wajah oval dibingkai rambut sepunggung berponi, selalu terlihat cerah dan bersemangat setiap mengajar.

Namun, hal sederhana yang membuat Alan sulit memalingkan pandang adalah tawa merdu Davinka yang menimbulkan lekukan kecil di dekat bibir dan membuat kedua matanya menghilang.

"Alan!" Panggilan Davinka seketika membuat Alan tersentak. Membuat teman-teman di sekitar bangkunya menahan tawa.

"Ehm! Ya, Bu Davinka?" jawab Alan salah tingkah.

"Ngelamun, ya?" goda Davinka yang membuat seisi kelas bergemuruh. Sementara Alan hanya menggaruk-garuk belakang kepalanya. "Oke, tenang semua. Alan, bisa kamu kasih contoh kalimat Cause And Effects?"

Alan terlihat berpikir sejenak sebelum menjawab, "My heart beats because of you."

Kelas yang tadinya sunyi kembali riuh oleh jawaban Alan. Beberapa bahkan terang-terangan menggoda Alan yang tetap terlihat santai usai menjawab pertanyaan ibu gurunya. Sementara di depan kelas, Davinka tertawa seraya menggelengkan kepala melihat tingkah murid-muridnya.

Kemudian, wanita tersebut kembali menenangkan seluruh kelas sebelum melanjutkan materi. Ketika seluruh kelas memusatkan perhatian pada Davinka dan mencatat penjelasan yang diberikan, Alan justru menatap sang ibu guru dan memerhatikan gerak-geriknya.

Seulas senyum samar terbit di bibir pemuda yang baru berusia 18 tahun tersebut. Kenapa makin hari makin bikin saya deg-degan sih, Bu?

"Banyak cewek cantik di SMA Kartika Nusa ini," celetuk Nathan ketika dia dan Alan sedang menghabiskan waktu di taman kota satu bulan yang lalu. Pemuda tersebut menoleh pada Alan yang sedang memainkan kaleng kopinya. "Kenapa lo naksirnya sama Bu Davinka, sih? Oke, dia belum 30 tahun. Tapi tetap aja, dia delapan tahun lebih tua dari lo. Ini tuh kayak, lo naksir temannya Kak Patrice, kakak lo."

Noona, You're So Pretty (Short Stories)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang