Tangan Nathan bergerak untuk membuka masker oksigen yang mengganjal di wajahnya. Matanya menatap sekeliling untuk melihat apakah ada dari keluarganya datang untuk menjenguk. Namun tak ada seorang pun di dalam ruangan ini. Bibir pucatnya terkekeh pelan. Apa yang dia harapkan dari keluarganya.
Matanya berkaca-kaca, dia sedih setiap kali ia ingat jika dirinya merupakan sulung yang harus selalu kuat. Kenyataan pahit harus kembali ia rasakan ketika membuka mata. Bolehkah dia menyerah dan menutup mata selamanya?
"Kenapa sesesak ini?" tanyanya entah pada siapa. Ruangan sunyi membuat isakan Nathan begitu mendominasi. Tangan kanan yang terbebas dari infus terkepal di atas dada. Bibir pucatnya melengkung ke atas.
"Ya sudahlah. Bukankah ini sudah biasa?" pada akhirnya, Nathan memilih biasa saja dan tak mau berpikir jauh. Menghapus air matanya kasar, dia hendak duduk, tetapi tubuhnya sakit sekujur badan. "Kenapa tubuhku sakit semua? Sepertinya aku kelelahan, tapi kenapa malah seluruh tubuhku yang sakit?" meski bingung, Nathan tetap berusaha untuk duduk.
"Ini dokter sama suster nya man-" Belum sempat menyelesaikan kalimatnya. Nathan menatap ke arah pintu sudah terbuka. Disana terdapat dokter yang terburu-buru ke arahnya. Ada pula dua pria asing yang tak di kenali oleh Nathan.
Dalam benaknya dia bertanya siapa. Ia tak bisa mengalihkan pandangnya. Nathan tau jika ini tak sopan. Hanya saja, Nathan merasa tak pernah kenal atau tau dengan orang itu.
"Apa yang anda rasakan tuan muda?"
Nathan tersentak, dia menoleh ke samping dimana dokter berada. "Ah? Sakit.. Maksudnya, semua terasa sakit." Nathan meraba-raba dada serta kepala. "Bagian kepalaku juga sakit. Aku kenapa ya dok?" tanyanya bingung. Meski dia penasaran akan sosok itu. Tetapi kondisinya lebih penting saat ini.
Sang dokter mangangguk kemudian menyiapkan sesuatu. Sembari menunggu sang dokter, Nathan kembali mengalihkan pandangannya. Kini dua orang itu berjalan mendekat. Keringat sebiji jagung muncul di dahinya. Bertanya-tanya siapakah orang yang terlihat penting itu. Pandangan dua orang itu seolah siap menerkamnya kapan saja.
"Shh.. " ia mendesis kala tangannya tersengat. Ia melihat si dokter tengah menyuntikkan sesuatu pada infusannya.
"Itu reaksi normal tuan muda. Anda baru saja terbangun setelah tiga bulan pasca kecelakaan. Keajaiban juga melihat anda langsung duduk seperti ini. Memungkinkan anda untuk lekas pemulihan, " terang si dokter.
Nathan mengernyitkan alis tak paham. "Kecelakaan? Dok, saya tidak kecelakaan. Saya pingsan akibat kelelahan. Dan lagi, siapa yang dokter panggil tuan muda? " celetuknya. Sang dokter hanya tersenyum maklum.
Sang dokter segera menyelesaikan tugasnya. Kemudian dia pamit pergi. Karena penjelasan keadaan Nathan sudah dia jelaskan pada dua orang asing tadi. Tentu saja Nathan tidak mengetahuinya. Terlihat saat ini anak itu heran memandang dokter serta suster yang melangkah keluar ruangan.
Dia belum tau pasti keadaannya. Tetapi kenapa dokter itu sudah pergi. Pertanyaannya juga tidak di jawab. "Apakah dia menyuap seseorang agar bisa mendapatkan lisensi kedokteran?" gumamnya. Tiba-tiba bulu kuduknya merinding. Dia mendongak dan di kejutkan dengan tatapan tajam dari pria yang sejak tadi ada di ruangannya.
"And- shh!" perkataannya kembali terpotong. Pertanyaan yang akan dia ucap harus di tarik kembali saat kepalanya berdenyut sakit. Dia memegang nya kuat sampai-sampai menjambak rambutnya. Rasa sakit luar biasa hingga membuat ia mimisan.
Untuk kedua kalian ya, Nathan tak sadarkan diri akibat mimisan.
Itu yang dia tau, karena yang sebenarnya terjadi adalah ingatan yang perlahan-lahan masuk. Ingatan seseorang yang tak akan dia duga. Kejadian diluar batas nalar manusia terjadi pada dirinya. Keinginan yang terkabul dengan cara tak terduga.
*
Sisi alam bawah sadar. Nathan hanya bisa termenung saking terkejutnya ia. Melihat tawa bocah laki-laki diatasnya berhasil membuat Nathan sadar sepenuhnya. Apakah ini mimpi atau ilusi semata. Nathan tidak tau, namun secara pasti dia mengerti karena sudah di jelaskan oleh anak laki-laki itu.
"Hey, setelah ini apa yang akan terjadi padamu?" ujarnya pada bocah itu. Meski sulit di pahami, tetapi Nathan mengerti.
"Aku akan ke atas sana kakak! Hehe.. Seseorang menjanjikan sesuatu padaku. Aku menyerahkan tubuhku sepenuhnya padamu juga karena permintaan dia. Dia merasa kasihan dengan kehidupan kakak yang malang, " ujar anak itu. Ia menatap ke bawah kearah Nathan.
"Setelah ini, kehidupan kakak akan berubah loh!" Anak itu berucap sangat riang. Ia mulai merangkak jauh ke atas untuk memetik apel yang berada diujung dahan.
Ya, dia.. Atau kita sebut Nathaniel, berada di atas pohon apel. Sementara Nathan, duduk selonjoran di bawah. Tenggorokan Nathan sakit setelah meneriaki Niel supaya turun karena takut jatuh. Eh, bocah itu bisa terbang. Makanya, dia bingung antara mimpi atau semacamnya. Karena ia bisa merasakan sakit. Atau hanya ilusi karena melihat ada orang terbang.
"Terserahlah." Nathan menghela nafas pelan. Niel menjelaskan jika dirinya telah berpindah jiwa pada tubuh anak laki-laki itu. Satu fakta yang sejak tadi kurang dia pahami. Niel juga menjelaskan seluruh tentang keluarganya. Rasa sakit yang dia rasakan sebelum akhirnya tak sadarkan diri pun akibat ingatan yang dia terima.
Sementara tubuh Nathan, masih terbujur koma. Dipikir dari sisi manapun kejadian yang menimpanya tak bisa dia pikir secara normal. Memang ada seseorang mati, jiwanya menggantikan raga orang lain.
"Niel, 'Dia' yang kamu maksud itu siapa?" tanyanya penasaran. Sejak tadi Niel menyebutkan 'dia' yang tidak di ketahui oleh Nathan.
"Itu rahasia."
Nathan jengah, bocah itu polos tetapi tengil. "Ck, Ngomong-ngomong kamu serius memberikan tubuhmu padaku?"
"Kakak banyak tanya.. Aku capek kalau terus-menerus menjawab ucapan kakak, " seru Niel yang sibuk dengan apelnya.
Bibir Nathan berkedut. "Tapi kamu masih punya stamina untuk menjawab sambil berteriak seperti itu padaku?"
"Yang ini dan yang itu berbeda kakak.. Lebih baik kakak pergi saja. Kakak menggangguku!" okay, Niel mulai kesal. Ia terbang kebawah dan langsung berhadapan dengan Nathan. Dia menatap Nathan sebal. "Pokoknya! Terserah kakak saja! Aku akan datang sesekali!" Bocah itu menjetikkan jari di depan Nathan.
Seketika Nathan menutup mata. Ia juga merasakan tubuhnya seolah tertarik. Ketika membuka mata kembali, dia di suguhkan dengan plafon rumah sakit.
"Ya ampun, anak itu!" Desisnya.
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
Being the youngest - End - TERBIT
Teen Fiction[ Beberapa part di hapus ] "Kenapa harus menjadi sulung." "kenapa sulung Harus terus mengalah." Pictures by : pinterest