Part 12.

14.3K 1.2K 34
                                    








"Shh pelan sakit Niel, " adu Harvin. Pemuda itu sejak tadi meringis ketika lukanya di obati oleh Nathan. Rasanya sungguh pedih, ia seharusnya tau jika rasanya akan sepedih ini. Tetapi jika tidak di obati, takut terjadi sesuatu akibat luka itu.

Nathan sebal sendiri. Ia sengaja sedikit menekan luka Harvin ketika di bersihkan. "Jika tau sakit kenapa malah baku hantam! Udah tau baru sembuh, udah gitu sembuhnya ga total. Malah ngadu skill sama bang Delvin, " omelnya.

Harvin meringis sakit, tentu tak lupa dengan rengekan yang khusus ia perlihatkan di depan Niel sahabatnya. "Abang kamu itu ngeselin." mendengar itu, Nathan jadi ingat ucapan Harvin di bawah.

"Ngomong-ngomong kenapa kamu bicara gitu ke adik kamu? " tanyanya sembari menempelkan plester di ujung bibir Harvin.

Harvin mendesah tak minat. Namun ia harus menjawab tak ingin sang sahabat merajuk. "Jika itu kamu yang dulu mungkin sudah tau. Tetapi karena kamu lupa maka akan aku katakan sekali lagi." Nathan mengangguk mengerti. Dia pun membereskan kotak p3k lalu menaruhnya di meja setelah menutupi luka di dahi Harvin dengan kain kasa.

"Aku benci dia Niel. Dia sudah merebut semua perhatian keluarga." Sejenak Nathan mengerti posisi Harvin. Tetapi ia harus mendengarkan detail. Karena meski ia benci posisinya sebagai sulung, ia tak pernah berucap tak enak di depan saudaranya.

"Tapi ga seharusnya kamu berkata seperti itu pada Cello, " ucapnya.

Harvin memalingkan muka. Dia menyandarkan tubuh menatap plafon. "Aku masih kurang perhatian ayah dan ibu Niel. Jika saja Cello ada ketika aku menginjak usia remaja, aku tak akan sebenci itu padanya. Tapi karena Cello hadir ketika aku berusia satu tahun. Dia merebut semuanya. " Tangan Harvin mengepal kuat

Katakan dia iri karena itu faktanya. Ayah dan ibunya selalu menomorsatukan Cello karena dia adalah adik. Sebagai kakak, dia harus berusaha memahami itu. Maka dengan bertindak tidak tau aturan adalah caranya menarik perhatian.

Kedua orang tuanya sangat menjaga sang adik. Bahkan mempekerjakan guru privat dan menetapkannya sampai mempercayakan orang asing hanya karena Cello suka pada guru tersebut. Guru itu adalah Nathan. 

Nathan pun paham akan masalah besarnya. Dia pun sama, bedanya.. Ia bisa mengontrol emosi. Mungkin karena dia jauh lebih dewasa dari Harvin. Nathan menggapai tangan Harvin dan berkata. "Tidak papa, Harvin punya Niel hehe." entah mengapa dia mengucapkan kata barusan, melihat wajah kesal Harvin yang berubah menjadi senyuman pun tak membuatnya berpikir jauh.

Harvin balik menggenggam tangan Nathan. "Maka dari itu, jadilah sahabatku selalu Niel. Jangan melirik orang lain apa lagi itu Cello. Aku tidak ingin kehilangan sahabatku." Harvin menunduk sedih.

Nathan merasa aneh dengan perkataan Harvin. Tetapi ia mengelus pundak pemuda itu. "Iya kamu tenang saja." Sekarang dia mengerti.. Jika semua orang di dekat Nathaniel posesif dan gila.


*

"Ayolah sayang, Niel kita hanya sebentar." Dominic berkata untuk menenangkan sang istri yang mengamuk. Dia memijat pelipisnya melihat kemarahan sang istri. Seharusnya Dominic tau ini akan terjadi, tetapi dia tak menyangka akan separah ini.

Berlyn menatap sengit Dominic. Dia berdecak. "Jangan berbicara omong kosong Dominic. Bawa kembali anakku. Atau kau ingin sebuah peluru bersarang di kepalamu hah?!!"

Dominic tak menjawab, ia melihat jam. Seharusnya sebentar lagi bungsunya datang. Jika sampai telat satu detik saja, Dominic berjanji akan memborbardir keadiaman Gratavic dengan teror miliknya. Memang dia yang mengizinkan, tetapi dia juga memberi waktu. Meski telat satu detik, waktu adalah waktu.

"Aku pulang ma-" Kalimat riang Nathan terhenti saat melihat seluruh ruang keluarga hancur berantakan. Ia melihat Dominic berdiri jauh dari Berlyn. Mulutnya menganga tak percaya. Dalam hatinya ia meringis kasihan pada seseorang yang akan membereskan kekacauan ini.

Berlyn segera mendekati putranya ketika mendengar seruan Nathan. Ia langsung memeluk Nathan tanpa sepatah kata. Nathan membalas pelukan itu. "Ma, kenapa ruangan berantakan? " tanyanya.

Belryn melepas pelukannya. Ia pun menjawab pertanyaan Nathan dengan berkata. "Ayahmu menggila Niel. Entah kenapa dengan otaknya. Dia secara acak menghancurkan ruangan ini." Nathan pun menatap Dominic tak percaya, apakah pria itu sudah gila pikirnya.

Nathan pun beranjak ke dekat Dominic. Dia berkacak pinggang. Nathan akan memarahi Dominic secara dewasa. " Papa kenapa hancurin ruangan ini? Papa tidak ada kerjaan?" nyatanya malah sebaliknya. Dia marah, tetapi wajahnya terlihat sangat menggemaskan, apalagi bagi Belryn.

Jleb!

"Kasihan nanti orang yang membersihkankanya papa. Kenapa papa seperti anak kecil!"

Jleb!

"Papa tidak keren."  Berlyn terkekeh melihat suaminya tertekan. Dia menghampiri Nathan dan memeluknya dari belakang. Nathan pun merasa tidak terganggu. Dia melanjutkan ucapannya.

Jleb!

"Niel tidak mau bicara sama papa!"

JLEB!!

Niel beranjak ke atas. Mood nya mendadak jelek. Bayangkan saja, dari kediaman Gratavic mood nya sudah sangat buruk setelah mendengar cerita Harvin. Pulangnya di suguhi penampakan ruangan berantakan. Apa ga menggebu-gebu amarahnya.

Tetapi, meski dia di landa amarah, Nathan tetap Nathan. Dia tipe orang yang tak bisa marah besar hingga melontarkan kata buruk. Jika dia melakukannya, Nathan akan kepikiran sangat lama.

Melihat kepergian Nathan, wajah Berlyn berubah. Dia melirik sang suami yang mematung. Mendekati Dominic, memeluknya dari samping. Tangannya merayap dari bagian perut ke dada. Hal itu berhasil mengembalikan kesadaran Dominic.

Dominic melirik ke samping, istrinya menatap dirinya dengan tatapan menggoda. Segera, ia mengangkat Berlyn. "Ide bagus sayang, " ujarnya. Jika seperti ini, Dominic tak masalah di jadikan kambing hitam oleh istrinya. "Jangan berharap ini akan sebentar sayang."

Berlyn terkekeh. "Memangnya... Kapan kau sebentar dalam melakukan hal yang berhubungan dengan ranjang?" ujarnya. Dominic tersenyum mesum.

Saat ini adalah sore hari, jika itu mereka. Setidaknya membutuhkan waktu tiga jam. Itu waktu paling sebentar menurut mereka. Yah, pasangan gila.. Tentu saja sexnya akan gila.

Dominic membanting tubuh Berlyn ke atas ranjang. Dia membuka baju bagian atasnya kemudian melahap bibir sexy sang istri. Keadaan memanas, bahkan dinginnya AC tak membuat mereka merasa dingin. 

Berlyn tak puas. Dia membalikkan tubuh Dominic. Meremas bagian selatan suaminya. Kemudian menyerang bibir tebal Dominic. Tangannya tak tinggal diam membuka resleting celana suaminya. Tangan kirinya berada di tengkuk, mengelus leher pria di bawahnya, memberi rangsangan lebih terhadapnya.

Setelah celana suaminya lepas. Berlyn melepaskan pangutannya. Beralih pada leher ke telinga, Berlyn menyapu bersih dengan lidahnya. Tak lupa ia mengocok bagian bawah Dominic.

Dominic hanya bisa mendesah sembari meremas pantat sang istri. Istrinya selalu berhasil membuat rangsangan hebat terhadapnya..







Oke, skip. Ini are 18++.. Ga bolehh.




Tbc.

Being the youngest - End - TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang