"Siapa yang kamu maksud anak Niel?" suara dingin itu membuat Nathan terlonjak kaget. Dia langsung menoleh ke sisi kiri dimana pria yang ia lihat sejak bangun pertama kali sepertinya belum meninggalkan ruangan ini.
Alis Nathan bertaut menebak siapa gerangan pria itu. Jika di lihat dari perawakannya. Pria itu seperti ayah dari Nathaniel. Pemuda berusia 26 tahun itu menelan ludah gugup. Apa yang harus dia katakan sekarang. Bagaimana jika pria itu tau jika dialah yang menempati tubuh Niel sekarang.
Mungkin saat ini, dia harus berpura-pura lupa ingatan. Tidak mungkin Nathan bersikap sok kenal dan membuat keluarga Niel merasa curiga.
"I-itu.. " Nathan memegang lehernya. Dia baru sadar jika suaranya telah berubah. Awalnya suara miliknya terdengar bass dan sekarang berubah menjadi cempreng. Sudah dia tebak sejak awal juga sih.
"Jadi Nathaniel Barrack. Hukuman apa yang cocok untuk anak nakal seperti mu hm?" ujar Dominic. Pria itu menatap tajam putra bungsunya yang terlihat kebingungan. "Melarikan diri dari papa, membuat dirimu dalam bahaya berakhir amnesia?" Dominic terkekeh pelan.
Kekehan itu terdengar mengerikan. Nathan menatap horor Dominic. Hukuman? Apa dia akan menerima hukuman. Hukuman bagaimana yang biasanya didapatkan oleh Nathaniel. Nathan berharap itu bukan hukuman yang buruk.
"Jawab ketika papa bertanya Niel." Dominic tak suka ucapannya di acuh kan oleh kucing nakalnya. Dia juga tak suka melihat wajah bingung putranya. Dominic mengeram rendah, berharap dendam yang sejak tadi dia pikirkan tak akan dia lakukan mengingat keluarga Gratavic adalah kerabatnya.
Nathan menggaruk lehernya tak gatal. Merasa tak enak ketika melihat wajah masam Dominic. "Euhm papa? Maaf aku tak bermaks-"
"Panggil dirimu sendiri dengan nama Niel. Papa tidak menyukainya!" tegur Dominic.
Nathan segera mengganti panggilannya. "Maaf Niel tak bermaksud. Apakah papa adalah papa Niel?" tanyanya. Jujur saja, ia merasa geli mengatakannya. Memanggil sendiri dengan nama pertama kali baginya.
Pertanyaan polos dan bingung yang di layangkan Nathan berhasil membuat Dominic sedikit mengurangi amarahnya. Dia mengambil tangan putranya yang terbebas dari infus dan mengelus lembut. "Ya baby, papa adalah papamu, " jawabnya tersenyum.
Tubuh Nathan membeku. Bukan karena terharu melainkan terkejut. Sontak, dia menarik tangannya. Apa tadi, baby? Yang benar saja. Nathan menatap Dominic dengan pandangan horor. Apakah pria di depannya ini seorang yang menyimpang?
Ah!! Apakah Nathaniel simpanan suami orang?!
Nathan sibuk dengan pikirannya. Dia tak mengetahui jika Dominic sekarang mengepalkan tangan kuat hingga kukunya memutih. Urat wajah yang menonjol serta gigi yang di gertakkan. Tak pernah sekalipun dia menerima penolakan dari si bungsu.
Nathan terlalu awam untuk seorang sulung. Seakan sadar, Nathan menatap Dominic. Keringat membanjiri tubuhnya menatap pria didepannya memandang dirinya tajam. Kilatan emosi terlihat dari mata kelam itu. Tentu saja Nathan tau arti tatapan itu.
Maka dengan cepat, dia menggenggam kembali tangan yang lebih besar dari pemilik tubuh. "Papa, Niel terkejut sungguh. Niel tidak bermaksud membuat papa menjauh dari Niel ataupun menolak papa." Tuhan, tenggelamkan saja Nathan ke dasar laut.
Bisakah dia menarik ucapannya untuk menjadi bungsu setelah harapannya terkabul? Hanya sebentar saja Nathan sudah mendapatkan gambaran kedepannya. Meski Rafael tidak di perlakuan seperti ini, tetapi Nathan langsung mengerti.
Begini-begini Nathan adalah pria matang yang bisa langsung memahami sekitar. Apalagi dia seorang guru. Pastinya akan bertemu dengan banyak sekali pribadi dari orang-orang berbeda setiap tahunnya.
Lagi, putra bungsunya selalu bisa membuatnya luluh. "Huftt.. Baiklah. Papa lepas kamu kali ini Niel. Jika kedepannya kamu menolak papa. Maka papa akan menempatkanmu di dalam satu ruangan bersama papa sampai kamu bisa menerima papa kembali."
Buku kuduk Nathan berdiri. Ini baru papa nya saja yang begini. Apalagi anggota keluarga yang lain. Nathan berharap hanya Dominic saja yang seperti ini, yang lain jangan.
"Ahh Nathaniel, putraku, " seru seorang wanita yang langsung masuk mendekati keduanya. Wanita itu mengecup kening dan kedua pipi Nathan. Jujur saja, Nathan tak pernah di perlakuan seperti ini oleh Erina.
Mungkin kedepannya, Nathan harus bersiap untuk segala sesuatu yang berbeda dari biasanya. Kehidupan berbeda, lingkungan juga berbeda, keluarga pun berbeda. Ia harus beradaptasi dengan sikap serta sifat orang-orang baru di sekelilingnya.
Tak apa, Nathan sudah biasa. Meski terkejut sedikit itu tidak mengaruh untuknya.
"Mama senang akhirnya kamu bangun. Meski mama harus menerima berita sialan itu. Tapi tidak papa, tidak butuh waktu lama untuk membuatmu mengingat kita semua." Dia, Berlyn Tepatnya Berlyn Sofia, Istri Dominic. Memiliki pribadi yang jauh dari kata lembut. Wanita yang tak pernah bisa ditebak.
Berlyn memutari ranjang pesakitan Nathan lalu merangkul pundak Dominic. Ia tersenyum lebar ke arah Nathan. "Tentu kamu mengenal pria ini kan? Dia papamu, Dominic Barrack, " ujarnya mengenalkan Dominic pada Nathan. Fokus Nathan bukan pada itu. Tetapi, senyuman Berlyn yang mirip seperti wanita jahat.
"Lalu aku.. Orang yang melahirkan dirimu. Panggil aku mama. Namaku Berlyn jika kamu lupa, " ucapnya menunjuk dirinya sendiri. "Ah! Mama lupa, kamu kan sedang amnesia, " lanjutnya kemudian terkikik geli.
"Hehe.. Mama!" seru Nathan. Kemudian merentangkan tangan minta di peluk. Tentu saja Berlyn menerima dengan senang hati. Juga, dia bahagia putra bungsunya mengerti tentang makna ucapannya. Bibirnya menyunggingkan senyum seringai.
Nathan? Jangan di tanya lagi. Ia terpaksa melakukan ini. Kalian tentu tau makna ucapan Berlyn kan? Jika tidak biar Nathan saja yang tau.
"Lalu Dominic, bagaimana keadaan bocah itu?" Wajah Berlyn berubah seketika. Wajah ceria di penuhi binar senyum mengerikan menurut Nathan itu menghilang. Di ganti dengan wajah jauh dari kata enak di pandang.
Dominic bersedekap dada. "Biarkan saja."
Krang!!
Suara besi yang sedikit penyok. Berlyn merendahkan tubuh dan menaruh wajahnya persis disamping wajah Dominic. Matanya melirik tajam suaminya. "Katakan alasannya Dom. Kupikir kau harus mencari alasan bagus. Kau tau aku bukan tipe yang mau di usik. Bocah itu telah membuat Nathaniel seperti ini. Jika dia tak mengajak putraku waktu itu, ini tak akan terjadi." nada Berlyn penuh ancaman.
Tetapi bukannya takut, Dominic hanya terkekeh. Dia menoleh ke samping. Menatap tepat ke mata sang istri. Mengecup singkat bibir Berlyn dan membisikkan sesuatu di telinga sang istri. "Apa aku harus membuat alasan disetiap tindakanku Berlyn? Aku tau kau. Sebaliknya, kau juga tau aku."
Set!
Muncul sebuah pisau lipat yang di arahkan Berlyn pada leher Dominic. Jika saja Dominic tak menahannya dengan revolvernya, mungkin lehernya akan tersayat.
"Pa, ma?" Nafas Nathan tercekat. Apakah dia baru saja menyaksikan sebuah atraksi atau bagaimana? Apakah pisau itu tajam? Apakah pistol itu asli.
Mendengar suara Nathan. Keduanya segera berbalik dan menatap Nathan seolah kejadian tadi bukan apa-apa. Berlyn dengan lihai melipat pisau itu dan menyimpannya entah dimana Nathan tidak tau. Begitu pula Dominic.
"Yes baby?"
Tolong siapapun... Tarik kembali Nathan ke kehidupan sebelumnya. Nalurinya berkata jika menjadi guru seperti tak masalah dari pada menjadi bagian dari keluarga ini.
Suami istri sama saja.
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
Being the youngest - End - TERBIT
Teen Fiction[ Beberapa part di hapus ] "Kenapa harus menjadi sulung." "kenapa sulung Harus terus mengalah." Pictures by : pinterest