2

366 53 4
                                    


Sean pikir, makan malam ini di adakan hanya dengan sang Kakek saja. Hal itu jelas membuat Sean memilih pakaiannya dengan asal. Mengambil Hoodie berwarna biru cerah yang kebesaran karena memang Sean menyukai segala pakaian yang besar, hal yang membuat tangannya tenggelam di lengan hoodie, dan panjang hoodie yang mencapai 15 cm dari lutut. Belum lagi dirinya hanya memakai celana levis berwarna biru pudar yang terlihat ketat dan mencetak kaki rampingnya.

Entahlah. Mengapa penampilannya seperti ini bisa mengaet banyak wanita. Tapi menurut semua temannya, itu karena gesekan kartu black card miliknya.

Setelah tiba di sana, Sean langsung duduk di kursi samping milik kursi kakeknya yang ada di ujung meja dan merupakan kursi utama.  Kakeknya nampak mengetik sesuatu sebelum menaruhnya di meja dalam keadaan layar di bawah. Matanya menatap sang pewaris, atau Sean yang sedang menatap layarnya dengan serius.

"Bagaimana dengan hubungan mu dan para kekasih sampah mu, Sean? " tanya Darwin. Pria tua itu tersenyum kecil melihat Sean mengangkat bahunya acuh lalu memilih meletakkan teleponnya dalam keadaan layar di bawah juga.

"Aku sudah memutuskan semuanya, " kata Sean, "dan aku sudah tidak punya hubungan dengan siapapun. "

"Bagus. Senang mendengarnya. " sang Kakek tersenyum lega dan kemudian menatap ke depan, "kau yakin memakai baju itu? "

Sean berkerut. Pemuda itu menatap sang kakek sebelum menatap pada pakaiannya. Menurutnya, pakaiannya sudah tepat. Bahkan, semua ini terlihat terlalu rapi karena bisa saja Sean memakai baju kaos lengan pendek polos dan celana training. Dan kini ia memakai baju ini sudah lebih dari cukup.

Sean lantas menatap sang kakek yang memakai baju yang cukup –terbilang- formal karena memakai kemeja berwarna putih di padu dengan jas berwarna biru dongker, dan celana kain hitam. Lalu Sean menatap para bawahan yang berjaga dan melotot saat melihat makanan yang di sediakan.

Makanan ini dalam porsi yang terlalu banyak. Sean sadar karena makanan itu bukan porsi yang tepat untuk hanya 2 orang yang hadir, hanya untuk makanan dengan jumlah banyak orang. Mulut Sean terbuka, hendak menyampaikan pertanyaan yang bersarang di pikirannya sebelum menoleh serentak bersama sang kakek kala pintu hotel yang di tempati sang kakek terbuka.

"Maaf, kami terlambat, " kata orang tersebut.

Sean menatap hal tersebut dengan tidak percaya. Bangkit dengan kasar hingga dirinya menjadi pusat perhatian ketimbang para pria tampan dengan pakaian yang kasual dan menambah kadar ketampanan mereka. Sean menoleh menatap sang kakek yang tengah mengumbar senyum lebarnya.

"Apa maksud semua ini? Apa ini masih membahas bisnis? Kakek, kenapa kau tidak memberitahukan pada ku bila pertemuan ini pertemuan resmi? " tanya Sean dengan tatapan tajam pemuda itu layangkan pada sang kakek.

Sang kakek mengidikan bahunya. Menyuruh para tamunya untuk duduk di tempat yang mereka inginkan.

"Duduklah terlebih dahulu, Sean. "

"Tidak sebelum kakek menjelaskannya, " ucap Sean. Pemuda itu masih keras kepala untuk tidak duduk sebelum mendengar penjelasan dari sang kakek.

Darwin hanya menggeleng merasa takjub akan sikap Sean, "baiklah. Ini bukan pertemuan yang terlalu resmi, ini juga bukan pertemuan bisnis. Ini pertemuan perjodohan mu, Sean. "

Sean melotot terkejut. Mulutnya terbuka membentuk bentuk O yang lucu. "Aku masih 18 tahun, Kek! Astaga, apa kakek akan menjodohkan anak di bawah umur ini? "

"18 tahun, Sean. Kau bukan anak berusia di bawah 17 tahun, astaga. "

"Oke, lalu calon mana? " tanya Sean.

Ingatlah bahwa pemuda itu bagian tidak perlu repot-repot bertanya dengan posisi duduk. Pemuda itu bahkan masih berdiri dengan melipat tangannya di depan dada. Menatap Darwin dengan tatapan yang memincing meminta jawaban. Darwin sendiri hanya mengambil nafas tidak percaya.

REVENGE (Kim Sunoo, Harem!) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang