Aku melakukan ini semua karena ingin dia bahagia, walaupun memang ini sedikit menyakitkan. Namun apapun yang akan kamu lakukan demi orang yang kamu cintai, bukan? Biasanya orang-orang akan berkata seperti itu, jadi aku pun sama seperti mereka. Walaupun sebenarnya rasa ingin memiliki lebih itu ada, tapi untuk apa jika dia tidak bahagia bersama kita? Namun dia memiliki kebahagiannya dengan orang lain. Satu hal yang perlu kita lakukan adalah mengikhlasi, jangan terlalu memaksa. Karena ingat, Tuhan memiliki 1001 cara untuk mempertemukan jodoh kita sendiri.
Semua yang pernah kulakukan memang sangat fatal, meninggalkan Mas Fajri demi kepentingan sendiri dan sejatinya di saat itu dia sedang mempercayaiku dengan segenap hatinya tapi aku malah dengan mudahnya memotekan kepercayaan itu. Lalu dipertemukan kembali dengan jalan perjodohan yang ternyata sudah direncanakan oleh kedua pihak dan itu membuatku semakin bersalah dan malu menatap muka Mas Fajri.
Jika aku diperbolehkan untuk tenggelam, maka aku akan menenggelamkan kesalahanku dulu dan tidak pernah melakukan hal ini. Aku sungguh tidak tahu akan terjadi seperti ini, Mas Fajri seperti tidak memiliki tempat untukku dihidupnya. Tapi aku bersyukur di kala Mas Fajri menemukan wanita sebaik Kak Emi yang ingin menghapus rasa sakit Mas Fajri, sekarang aku bisa merasakan betapa besar cintanya pada Kak Emi. Kalau begini rasanya aku tidak keberatan untuk meninggalkan Mas Fajri, karena ada Kak Emi yang akan menggantikanku.
Tentu saja Saras, batinku kesal sendiri dan tertawa kecil menyadari kebodohanku.
Setelah mendapat vonis dari Dokter tentang berapa lama aku akan bertahan hidup, aku semakin bersemangat untuk membuat hari-hari bersama Mas Fajri dengan bahagia. Hari ini kebetulan Mas Fajri libur dan aku sengaja untuk mengosongkan pekerjaan untuk sekadar mengajak Mas Fajri jalan-jalan.
Kemudian aku menghampirinya di dalam kamar, mendapati dirinya yang tengah duduk di atas kasur sambil memangku laptop miliknya. Betapa wajah seriusnya kini sedang tercetak jelas di wajahnya, tapi aku sama sekali tidak mengundurkan niat untuk mengajaknya berjalan-jalan.
Dia menyadari keberadaanku dan kemudian menutup cepat benda elektronik miliknya dan menaruh di atas nakas tepat di sampingnya. Aku segera mengambil tempat duduk di samping kasur dan menghadap kearahnya.
"Mas Fajri," panggilku.
"Apa?" jawabnya yang masih menatapku dengan wajah yang serius ditambah dia menggunakan kacamata kotak miliknya.
"Mas Fajri hari ini ada acara?" tanyaku hati-hati.
"Aku ingin pergi mengunjungi temanku di Senopati, memangnya ada apa?" katanya sambil melepaskan kacamatanya dan menaruh di kotak oval berwarna biru tua.
"Jam berapa?"
Dia kembali menatapku, "Empat sore, memangnya ada apa?"
"Aku ingin mengajak Mas Fajri jalan-jalan ke taman hiburan, tapi kalau Mas Fajri tidak mau juga tidak apa-apa."
"Ajak saja Daffa, temanmu itu. Lagipula aku tidak akan melanggar janjiku untuk tidak berpergian denganmu," jawabnya dengan ketus.
Dia kembali menyinggung masalah Daffa, padahal kami sudah sepakat untuk tidak membicarakan masalah ini lagi. Dua hari yang lalu dia marah besar karena lagi-lagi dia mengatakan nama yang sama.
"Kenapa diam?" sautnya yang membuatku tersadar dan menengadah untuk melihatnya kembali.
"Aku hanya berniat mengajak Mas Fajri, tapi bisakah Mas Fajri mengabulkan permintaanku? Aku tahu, aku memang tidak seharusnya seperti ini dan meminta sesuatu padamu. Tapi aku mohon kali ini saja, aku janji ini yang terakhir kalinya," jawabku sambil memohon padanya.
"Tidak," jawabnya dengan cepat dan memutuskan untuk berdiri dan hampir saja dia ingin beranjak meninggalkan kamar tapi aku hentikan.
"Kenapa Mas Fajri tidak mau? Apa karena kesalahanku dulu, sehingga kamu menatapku hina seperti ini? Aku hanya memintamu untuk menemaniku saja, aku tidak meminta lebih. Aku hanya ingin merasakan menjadi sepasang suami-istri denganmu," tuturku dan berhasil membuatnya berhenti di tempat.
"Aku janji setelah itu tidak akan mengganggumu, Mas Fajri bebas melakukan apa saja. Tapi aku mohon sehari ini saja, aku ingin jalan bersama dengan Mas Fajri."
Dia mendengus sebal, "Dasar merepotkan, ganti bajumu cepat!"
Aku terdiam sejenak dan menyadari bahwa dia setuju dengan ucapanku, "Mas Fajri seriusan?"
"Jangan basa-basi, waktu terbatas. Hanya dua jam, setelah itu kamu tidak boleh mengangguku untuk selamanya."
Jika untuk selamanya aku pastikan tidak akan mengganggu, melainkan berdoa untuk kebahagianmu dimasa depan kelak, batinku sambil tersenyum melihat kepergiannya dari kamar.
Hampir satu setengah jam kita menghabiskan wahana yang lumayan menantang, tak jarang dari beberapa wahana kami ulangi karena ketagihan untuk bermainnya lagi. Tapi tetap saja aku serasa berlibur dengan tembok, bahkan sejak daritadi Mas Fajri tidak pernah berekspresi sedikit pun. Terkadang dia tidak sengaja memegang tanganku dan setelah dia menyadarinya, dia akan melepaskannya.
Lelah berjalan-jalan, aku pun menyuruhnya untuk duduk di salah satu kursi kayu dan menunggu beberapa saat. Aku berniat untuk membelikannya es krim stroberi kesukaannya, sementara aku akan membeli es krim vanilla sesuai dengan kesukaanku.
"Ini, makanlah! Aku tahu Mas Fajri kelelahan," kataku sambil memberikan es krim stroberi kepadanya dan bersyukur bahwa dia kini menerimanya.
Aku pun memakan es krimnya dan mencecapi rasanya, betapa bahagia hari ini bisa menghabiskan waktu bersama orang terkasih. Walaupun tanpa ekspresi tapi lumayan berkenang.
"Bahagia selalu ya, Mas," ucapku tanpa sadar karena terlalu lama memandang wajahnya dari samping yang tengah memakan es krim stroberi miliknya.
Dia menatapku dengan heran dan berkata, "Sejak kapan kamu peduli dengan kebahagiaanku?"
"Tidak, aku hanya sedang berdoa untukmu hehe..."
Kembali menatapnya yang sedang merasakan es krim stroberi miliknya, jika seperti ini aku jadi mengingat dulu di mana kami sering meluangkan waktu untuk jalan bersama di wahana bermain layaknya hari ini. Tapi itu dulu di mana masih menjalani kisah romantis, kalau sekarang? Boro-boro, punya ekspresi saja tidak.
"Mas, makasih ya dua jam ini. Aku akan selalu kenang jika aku harus meninggalkan Mas Fajri nanti, Mas Fajri harus jaga diri dan mendapat masa depan yang lebih baik."
"Kamu bicara seperti ini layaknya akan pergi jauh."
Memang seperti itu kenyataannya.
"Tidak, kan setelah ini aku tidak akan mengganggumu untuk waktu yang panjang bukan?" dia mengangguk.
"Ya sudah kalau gitu ayo pulang! Sudah ingin dua jam," katanya dan berdiri untuk membuang sampah es krimnya, tapi setelah berbalik untuk menghadapku aku segera memeluknya dengan erat.
"R-rras..." dia kaget karena mendapat pelukan erat tiba-tiba dariku. Namun aku sadari sudah ada sebutir air mata yang jatuh mengalir di pelupuk mataku.
Aku tidak sanggup untuk berkata-kata, aku masih memeluknya dan air mata ini kembali mengalir dengan derasnya. Aku tidak mau dia tahu kalau aku menangis, dan di saat dia berusaha untuk melepaskannya aku buru-buru untuk menghapus jejak air mata ini.
"M-mmaaf, Mas.." kataku yang masih menormalkan suara agar tidak ketahuan karena habis menangis.
"Kamu nangis?" tanyanya sambil menaruh kedua tangannya di atas pundakku.
Aku menggeleng dan tersenyum padanya, "Tidak, aku kelilipan tadi. Ayo pulang! Sekali lagi terima kasih ya untuk hari ini, dan maaf atas kelancanganku tadi."
Aku segera berjalan duluan dan merasakan bahwa dia juga sedang mengikutiku di belakang.
Makasih ya Mas untuk hari ini, aku melakukan hal seperti tadi karena takut tidak bisa memelukmu dihari-hari akhirku. Bukan karena aku tidak mau sembuh, tapi aku sendiri sudah tidak kuat untuk menahan rasa sakit pada tubuhku.
Aku mencintai Mas Fajri, sangat.
________________________________
Nah datang lagi dimalam hari, semoga kalian suka ya^^
#JustRespectMyWorks dengan cara memberikan vote dan comment, matur nuwun^^
Love dear, Fox.

KAMU SEDANG MEMBACA
Sebuah Pilihan [SELESAI]
Romance[Mohon maaf atas buruknya penulisan di cerita ini, oleh sebab itu penulis sedang berusaha untuk memperbaikinya secepat mungkin] Penyesalan memang selalu datang terlambat, kini aku hanya ingin memperbaiki segala kesalahan yang pernah ada. Satu hal y...