1 - POV Patricia/Rebecca
Remah-remah hujan mulai berubah menjadi tetesan air, mendesakkan basah dan membikin gaunku yang sudah berat menjadi semakin berat. Sudah sejak tadi aku melepaskan sepatu mahal buatan tangan yang sengaja ibuku pesan hanya untuk hari pernikahanku. Hari ini.
Aku sangat menghargainya, usaha semua orang untuk menjadikan hari ini sebagai hari yang tak akan pernah terlupakan seumur hidupku. Namun, kini lumpur sudah mengotori kaki dan ujung gaun putihku. Pernikahan itu tertinggal di belakangku. Bersama gedung megah, bunga-bunga hiasan, dan calon mempelai suamiku. Orangtuaku pasti akan menderita malu, keluarga mempelai pria pasti akan mengumpat dan menjelek-jelekkan nama belakang kami. Orang-orang akan mulai berbisik-bisik dan menggosipkan hal buruk soalku. Meski hanya aku, dia dan perempuan itu yang tahu, kalau aku tidak bersalah.
Aku berlari dan terus berlari. Masih aku dengar mereka memanggili namaku.
"Patricia... Patricia..." Mereka berteriak dalam berbagai nada dan intonasi. Marah, bingung, jengkel, sedih... Seperti warna bukit yang berubah menjadi muram dengan 50 lapisan gradasi berwarna hitam-abu-abu-putih.
Seperti hidupku.
Aku mengayuh dan mengayuh. Aku abaikan rasa nyeri di telapak kakiku-kalau saja bisa kuabaikan lubang besar di dadaku yang penuh kepahitan.
Aku akan jadi istri orang, aku akan membuat semua orang senang. Aku akan membuat dua keluarga terkaya di kota ini menjalin hubungan darah dan menghasilkan keturunan yang lebih kaya lagi nantinya. Aku bisa menikmati kehidupan yang lebih baik. Aku tinggal membuka kaki, memberi keturunan, lalu mereka tak akan banyak menuntut lagi.
Lelaki itu juga tidak buruk. Rasa nyaman dan tentram dari kekayaan orangtuanya, membuatnya tumbuh menjadi lelaki yang tampan, lembut sekaligus sopan. Tubuhnya sempurna dengan segala lekuk yang bisa membuat semua perempuan jatuh cinta. Termasuk aku, di hari perjodohan kami.
Meski lelaki itu bebas tidur dengan siapa pun. Pun di hari pernikahan kami. Mungkin akulah yang terakhir tahu.
Jadi, aku lari. Aku lari dan lari.
"Patricia... Hentikan ini. Ayo kembali... Ini hari pernikahan kita..." Calon suamiku membujuk.
Aku menoleh sesekali. Kerumunan itu hanya berupa bayangan hitam di tengah hujan warna abu, langit yang kotor.
"Hati-hati, Patricia! Ada jurang di ujung sana!"
Bukankah itu lebih baik? Ketika aku mati, maka semua orang akan melupakanku. Mereka akan mencari perempuan lain untuk menggantikanku.
Di tengah suara-suara itu, gemuruh memborbardir langit dengan geraman. Kilat menusuk mataku dengan cahaya, membuat kunang-kunang khayalan muncul dan terbang.
Aku merasa geli, karena tak ada kunang-kunang di siang hari. Dan aku sampai di puncak tebing.
Suara angin berubah bising. Ombak menghambur ke sisi karang, di bawahku. Pada saat seperti ini, rasa sakit di dadaku berubah jadi rasa takut. Aku berbalik dan menimbang lagi. Apa aku harus kembali? Atau tetap meloncat agar mati?
"Patricia... Jangan bertingkah aneh-aneh... Kembali ke sini sebelum petir menyambar pohon di sebelahmu," kata calon suamiku.
Aku menoleh pada pohon itu lalu kembali padanya. "Aku tak akan ada di sini kalau kamu tidak menyakitiku seperti ini. Apa kamu benar-benar mencintaiku?"
"Tentu saja... Itu kenapa aku menyetujui perjodohan ini dan menikahimu. Aku jatuh cinta padamu, Pat." Ia menoleh ke belakang ketika mengatakannya. Rombongan keluargaku belum juga bisa mengejar kami. Hanya kami berdua yang ada di sini.
KAMU SEDANG MEMBACA
You Me Her (FREENBECKY) GXG (END)
Fanfiction18+ Patricia pikir dirinya sudah mati di hari pernikahannya. Tapi ia terbangun di tubuh orang lain. Seorang wanita yang kehidupannya 180 derajat berbeda darinya. Apa hal seperti itu benar-benar bisa terjadi? Atau jangan-jangan inilah hukuman yang...