7
P.O.V Patricia/Rebecca
Terakhir kali melihat ibunya adalah ketika umurnya masih 10 tahun. Itu pun hanya berupa siluet dari senja yang larut bersama gerimis di kota Bhama.
Bhama berarti cahaya. Itu kata yang paling diingatnya, bahwa kota ini akan selalu menerangi hati semua orang. Tidak perduli mereka hidup di bawah jembatan atau di dalam rumah mewah dengan penghangat dan pendingin ruangan.
Rebecca percaya itu. Dulu.
Namun ketika ibunya pergi, Bhama hanyalah sebuah nama yang tak memiliki arti. Kegelapan menyelubungi dunianya, serta melesap jauh meracuni hatinya.
Sempat ia berpikir kalau Ibu sudah muak dengannya. Sebab kelahirannya adalah alasan dari bekas luka besar di perut ibunya. Mungkin, ia juga alasan noda tangis di bantal ibunya setiap malam. Meski Rebecca berusaha menjadi anak yang baik, yang diam, yang tak banyak menuntut.
Untuk sementara waktu Rebecca bisa memaklumi kepergiannya.
Namun, salah besar kalau ia terus berpikir demikian. Sebab kini, ayahnya yang pemabuk malah bersikap kasar padanya. Ia menyalahkan Rebecca, sebab istri yang ia cintai pergi.
Tak sampai sebulan menahan kekerasan yang dilakukan ayahnya, Rebecca menemukan cara untuk menghindari segala hukuman yang tak beralasan itu. Ia pergi ke pasar dan belajar menjual sayuran. Ia numpang makan di tempat sampah, lalu baru kembali ketika ayahnya sudah terlalu mabuk untuk mengamuk.
Begitu terus, hingga semua orang di desa itu mulai menyapanya dan mengenalnya sebagai gadis yang malang sampai 10 tahun kemudian.
Namun, tak ada kenyamanan yang akan bertahan abadi.
Ketika ia pulang subuh hari, Rebecca menemukan ayahnya membiru dan sudah mati. Lelaki itu tak hanya meninggalkan bangkai, ia meninggalkan hutang.
Di satu sisi Rebecca merasa lega. Tapi, kematian di kota Bhama bukanlah sesuatu yang murah. Rebecca tak mungkin menggali sembarang tanah untuk menyembunyikan bau busuk ayahnya. Ia juga tak bisa membakarnya begitu saja. Ia butuh uang, paling tidak untuk menyingkirkan penyebab mimpi buruknya selama 10 tahun ini.
Rebecca sempat membuang rasa malunya dan mengemis pada Paman Davis. Satu-satunya kerabat dari ayahnya. Tapi pria jangkung itu memang sudah terkenal pelit dari dulu. Rebecca juga bertanya pada semua kenalanannya di pasar. Tapi, rasa benci pada ayahnya membekukan hati semua orang.
Akhirnya, Rebecca memutuskan untuk menjual satu-satunya yang ia miliki. Dirinya. Tubuhnya. Ia masih muda. Ia masih segar dan bisa dijual mahal.
Semenit setelah mengatakan 'ya', masalah pemakaman dan hutang ayahnya beres.
***
"Rebecca?" Marita muncul di ceruk pintu. Matanya melotot karena takut. Ia menyongsong padaku dan mengusap dahiku dengan sebuah handuk kecil yang selalu ia bawa ke mana-mana.
"Apa jantungmu sakit? Bagaimana perasaanmu?" Sesekali ia menepuk pipiku. Ia membungkuk dan menyingkirkan semua bantalku yang basah karena keringat.
Aku mengibaskan tangan agar ia tak menyentuhku sembarangan. "Aku..." Aku masih berusaha mengejar nafasku. Aku mengusap dadaku. "Mimpiku buruk sekali. Aku butuh air..."
Marita segera beranjak dan kembali dengan segelas air bening. Aku merampas gelas di tangannya dan minum sampai hampir tersedak.
Marita melarangku turun dari tempat tidur. Ia membuka tirai dengan batu sihirnya dan mematikan balok angin dengan batu sihir yang lain. Ia membuka laci di bawah kotak hitam pipih dan mengulurkan biji-biji putih dalam satu wadah botol padaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
You Me Her (FREENBECKY) GXG (END)
Fanfiction18+ Patricia pikir dirinya sudah mati di hari pernikahannya. Tapi ia terbangun di tubuh orang lain. Seorang wanita yang kehidupannya 180 derajat berbeda darinya. Apa hal seperti itu benar-benar bisa terjadi? Atau jangan-jangan inilah hukuman yang...