4

3.3K 201 14
                                    

4

P.O.V Fin

Aku sengaja pulang lebih awal karena mengkhawatirkan keadaan Rebecca. Perempuan yang sudah mati 6 jam dan bangun lagi saat akan dimandikan di hari penguburannya. Perempuan yang kini mengaku sebagai Patricia.

Sebenarnya bukan masalah besar jika ia ingin dipanggil siapa pun. Aku bisa memanggilnya dengan cara apa saja yang ia mau. Termasuk memanggilnya Tuan Putri atau Yang Mulia Ratu. Aku tak perduli.

Keadaannya yang nampak jauh dari stabil yang membuatku gelisah. Jadi aku memutuskan untuk cepat-cepat pulang dan mengobservasi keadaannya sendiri.

Galloway, asistenku di klinik sempat bertanya-tanya karena ia selalu mengenalku sebagai seorang pekerja super keras. Seumur-umur, sejak orangtuaku mewariskan klinik dan segala usaha mereka padaku, aku tak pernah pulang sebelum waktu kerja habis. Terakhir kali ketika Bibi Davis meneleponku dan menyatakan keadaan Rebecca. Dan hari ini.

Tapi, sudah kuyakinkan galloway, kalau aku baik-baik saja. Ia tak perlu tahu urusan pribadiku. Ia hanya perlu tahu kalau aku tak akan melakukan sesuatu yang dapat merugikan perusahaanku.

Sampai di rumah, semua pelayan kocar-kacir. Mereka kembali kerja dan tak berhenti melakukannya hingga aku menghilang dan pergi ke taman belakang, tempat aku bisa mengawasi Rebecca yang sedang bermain dengan kuda hitamku dengan leluasa.

Aku mendengar laporan dokter dari Bibi Davis.

"Kata Dokter, semua baik-baik saja. Jantungnya berdenyut sangat normal. Juga tekanan darahnya. Dokter tidak berani menggunakan alat lain sebab saya memperingatinya. Jadi, saya lancang mengijinkan Rebecca berkuda."

"Namanya Patricia," gumamku. Mataku masih terus memandang gadis dengan kulit pucat yang sedang duduk riang di atas kuda kesayanganku. Menyajikan warna kontras namun sangat indah, di atas rumput hijau yang segar. Rambutnya yang sebahu menari ke kiri dan kanan, menyeimbangkan lambaian surai Destroyer yang terjuntai cantik. Sudah lama aku tak melihat tawanya. Rebecca.

"Apa Nona tidak ingin membawanya ke rumah sakit untuk pemeriksaan lebih lanjut?"

"Dia kelihatan sehat. Dia akan baik-baik saja."

"Tapi, otaknya harus diperiksa. Ia sudah menghinamu 3 kali pagi ini."

Aku menggeleng sambil tersenyum getir. "Biarkan saja. Nanti, ketika ia sudah ingat, dia akan kembali ke pelukanku."

Bibi Davis menunduk meski wajahnya enggan. "Bagaimana kalau tidak? Bagaimana kalau dia malah bersikap sembarangan dan melukaimu?"

"Kalau tidak?" Aku mendesah pasrah. "Kalau tidak, aku akan mendekatinya lagi. Seperti dulu ketika aku melihatnya untuk yang pertama kali."

"Ia bersikap seperti orang lupa diri, Nona Fin. Ia bersikap seperti seorang nona besar, ia lupa sudah dipungut dari mana." Bibi Davis berdebat denganku.

"Bibi... Aku tidak pernah memungutnya. Aku membeli kehidupannya. Aku yang menjanjikan ini, dan sekarang ia bisa menikmatinya. Ia tak perlu menjaga diri dan bersopan-sopan lagi. Ia sudah terlalu lama sakit. Aku senang melihat ia tertawa seperti itu." Melihat Rebecca tertawa sambil mengelus leher Destroyer membuatku ikut tersenyum.

"Matahari sudah akan tenggelam. Aku ingin makan dengannya."

Bibi Davis yang sudah tak bisa mengimbangi jawabanku mundur dan menghilang di balik pintu belakang. Aku masih asik memperhatikan perempuan yang bangkit dari kematian itu, sampai seorang pelayan muda mendatanginya dan mengantarnya kembali ke kamar.

***

Aku agak terkejut melihat Rebecca muncul dengan rambut yang basah dan terusan abu-abunya.

Kulitnya yang pucat terlihat sedikit lebih gelap dan memerah karena bermain dengan kuda seharian. Aku tersenyum ketika ia menatapku meski setelahnya ia membuang muka. Ia duduk di depanku.

You Me Her (FREENBECKY) GXG (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang