7. Boleh Peluk?

324 43 20
                                    

Xie Lian membuka mata perlahan, menyesuaikan cahaya yang menyerang masuk.

Tangan kirinya masih setia dengan infusan. Dan tangan kanannya, saat ia menoleh, ada seseorang yang tertidur di sampingnya.

"Akhirnya kau bangun."

Xie Lian melirik ke asal suara. "Mu.. Qing?" tanya Xie Lian, suaranya serak.

Mu Qing mengangkat satu jarinya ke depan bibir, mengisyaratkan agar dia tak bicara. Dia berjalan ke samping, mengambil segelas air dengan sedotan, dan membantu Xie Lian minum.

"Aku ngga tau dia siapa, tapi sebaiknya jangan membangunkannya dulu," ucap Mu Qing, matanya menunjuk ke orang yang tengah tidur, "setiap kali aku ke sini, dia selalu ada di sini. Kalau ga disuruh pulang, atau dipaksa istirahat oleh pria bernama... Shen? Entahlah, dia akan tetap bersikeras mau di sini terus."

"....." Xie Lian menatap sang remaja yang duduk dan tertidur di sampingnya itu. "Kali ini... berapa lama aku tidur?"

"Lima hari."

"....."

"Hobi kok tidur," sarkas Mu Qing, "belnya sudah kupencet, mungkin dokter akan datang sebentar lagi, aku keluar dulu."

"Um, terima kasih."

Setelah Mu Qing menutup pintu, Xie Lian kembali menatap sang remaja. Rambut hitam yang terkuncir asal — dengan poni yang terurai menutup matanya, alisnya yang tebal, mulut yang sedikit terbuka, dan wajah yang tenang saat tertidur, serta bawah matanya yang terlihat sedikit membengkak. Berbanding terbalik dengan keseharian remaja itu, yang biasanya dingin — tapi ceria di saat tertentu, dengan jejak nakal di matanya.

"Lima hari, ya... Terakhir kali yang kuingat, setelah berbalas chat dengan San Lang sore itu... aku hanya merasa ngantuk..." Monolognya.

Setelah beberapa menit dalam keheningan, Xie Lian mendengar suara erangan khas bangun tidur.

Xie Lian tersenyum, "Selamat pagi, San Lang..." padahal hari sudah menjelang malam.

San Lang, remaja yang tidur dengan menggenggam tangan Xie Lian, menguap, "Pagi, Kak..." lalu berjalan ke arah toilet.

Seakan sadar akan sesuatu, sebelum sampai tepat di toilet, San Lang berhenti.

"???" Saat dia duduk dan tidur barusan, Xie Lian tidak memerhatikan pakaian anak itu. Tapi sekarang terlihat kalau San Lang masih memakai celana sekolah dengan hoodie merah menutup tubuhnya.

Dengan cepat San Lang berbalik dan berlari ke sisi Xie Lian. "Kak– Kak Lian... bangun... Ka– kakak..." San Lang tidak tau harus berkata apa. Dia kembali duduk dan menggenggam tangan Xie Lian. Air matanya tiba-tiba keluar tanpa seizinnya.

Xie Lian tersenyum, membalas pelan genggaman di tangannya. "Um. Ini aku. Maaf, tidurku lama, ya?" Ucapnya, dengan sedikit tawa di akhir.

San Lang mengangguk lalu menggelengkan kepalanya. "Aku... San Lang seneng akhirnya Kakak bangun."

"San Lang..."

"Iya, Kak?"

"Coba lepas dulu tangannya."

"Ah iya, maaf, Kak."

Xie Lian kemudian mengangkat tangannya, mengusap air mata di pipi San Lang. "Kamu tau dari mana kalau aku dirawat?" Tanyanya.

"Dari Binghe, Kak. Kata Kakak Shen, malam Minggu kemarin Kakak pingsan di kamar mandi kamar Kakak, trus langsung di bawa ke sini. Trus pas aku jenguk, kata temen Kakak.. Kakak udah ga sadar dari Minggu sore..."

"....."  Xie Lian tersenyum sendu. "Cuci muka dulu, muka kamu jelek," candanya, mencoba menyegarkan suasana.

Bibir San Lang melengkung ke bawah. "Muka San Lang selalu tamp–"

HUALIAN LOKAL AUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang