13. Ujian

192 28 3
                                    

Hati San Lang masih berbunga-bunga sejak semalam. Meski pagi ini dia dan angkatannya akan menjalani ujian, tapi dia sama sekali tidak terlihat gugup.

Kelasnya akan disibukkan dengan berbagai kegiatan, baik ujian tulis maupun praktek. Semua dia jalani dengan santai dan percaya diri.

Tapi saat hari ketiga, perasaannya mulai resah. Bukan karena soal-soal di hadapannya, tapi entah kenapa wajah Xie Lian yang muncul di benaknya.

Sejak malam itu, mereka belum bertemu lagi.

Dia memang santai dalam menjalani ujian tulis. Tapi berhubung ujian praktikumnya berkelompok, jadi dia benar-benar disibukkan dengan semua beban itu. Tidak sempat berkunjung menemui sang pujaan hati.

Dia juga tidak mendapat balasan pesan dari Xie Lian. 'Mungkin Kak Lian sibuk,' pikirnya meyakinkan diri.

Saat tengah melingkarkan jawaban, tiba-tiba pensil yang dia gunakan patah. Semakin menambah perasaan tak enaknya.

San Lang menoleh ke arah jendela kelas, menatap langit di seberang sana. Berharap semoga perasaan resahnya hanya sekadar efek dari menjalani ujian.

Berhari-berhari dia lalui dengan segala urusan di sekolahnya. Semua lancar tanpa hambatan.

Hari terakhir ujian, teman-teman sekelasnya sepakat untuk berkumpul dan makan bersama. Merayakan selesainya neraka sementara mereka. Tapi San Lang dan Wei Ying tidak ikut. Mereka memutuskan untuk langsung pulang.

Mereka sudah janji untuk pulang, dan berkumpul dengan mami tercinta mereka.

Saat sampai di ruang depan, bukan hanya ada sang mami tapi juga abang, kakak, dan papanya. Bahkan kekasih abangnya, Shen Qingqiu, dan dokter yang merawat Xie Lian entah kenapa juga ada di rumahnya.

Dokter Ling Wen...

San Lang kembali melihat satu persatu orang yang ada di ruangan itu, matanya jatuh ke hewan yang tengah dielus di pangkuan Shen Qingqiu. Kucing putih milik Xie Lian-nya.

"..."

"Apa nih? Mukanya sepet-sepet banget!?" Canda Wei Ying melihat orang-orang di hadapannya.

Cangse Sanren bangun dari duduknya. "Ehh... jagoan mami udah pulang~ gimana ujiannya?"

"Gampang dong, Mom! Wei Ying gitu loh!!!"

Cangse Sanren terkekeh, mencubit sayang pipi sang anak. Lalu beralih ke anak kembarnya yang satu lagi.

"Anak ganteng Mami yang satu ini gimana ujiannya?" Ucap Sanren, tangannya menyentuh pipi San Lang.

San Lang memegang tangan sang ibu di pipinya. "Mam, ini ada apa? Kenapa kucing Lian di bawa ke sini? kenapa dokter itu datang ke sini?" Tanya San Lang tanpa menjawab pertanyaan yang diberikan.

San Lang merasakan tangan di pipinya sedikit gemetar. Cangse Sanren mengalihkan pandangannya ke arah sang suami.

"San Lang dan Wei Ying baru pulang, ayo makan dulu," ucap Wei Cangzhe membantu sang istri.

"Tapi, Pah..."

"San Lang, makan. Kita obrolin nanti." Jika Wei Cangzhe sudah bertitah, tidak ada yang berani melawan.

"Ini kenapa, sih?" Tanya Wei Ying, celingak-celinguk. Tapi karena sudah disuruh makan, yasudah dia memilih makan.

__

"Xie Lian pergi."

Sendok yang tengah dipegang San Lang juga Wei Ying jatuh secara bersamaan.

"Luo Binghe! Adik-adikmu belum selesai makan!"

"Maaf, Mih. Mereka berhak tau, terutama San Lang."

"P..pergi...? Kemana?" Tanya San Lang pada akhirnya.

"Dokter, silahkan," tunjuk Binghe pada Ling Wen. Semua mata menoleh ke arahnya.

"Saya dan Xie Lian sudah kenal lama–"

"Saya ga butuh informasi itu!" Potong San Lang.

"San Lang, ga sopan!" Protes Cangse Sanren. San Lang menunduk.

Ling Wen menghela nafas. Yushi Huang menepuk bahunya seolah mengatakan untuk memaklumi sikap adiknya.

"Hari Minggu lalu Xie Lian harusnya periksa rutin ke rumah sakit, tapi dia tidak datang."

'Minggu lalu? Saat mereka jalan bersama?'

"Tapi Kak Lian ga bilang..."

"Ya. Dia mengakui kalau dia sengaja tidak datang. Tapi masalahnya bukan itu," ucap Ling Wen. Menatap lurus ke arah San Lang.

Tidak ada yang bersuara. Mereka yang di sana hanya ikut mendengarkan.

"Setelah kepergian Ibunya, dan selama Xie Lian menjalani pengobatan, ayahnya tidak pernah menanyakan keadaannya. Tidak pernah lagi terlihat memperhatikannya..."

Tangan San Lang mencengkeram gelas minumnya.

"Tapi hari Minggu kemarin, ayahnya tiba-tiba datang ke rumah sakit, meminta berkas dan data Xie Lian. Dia berniat membawa anaknya berobat ke luar," lanjut Ling Wen.

"Emang Kak Lian sakit apa? Kenapa harus berobat ke luar? Emang RS di sini ga bisa nanganin?" Kali ini Wei Ying bersuara.

"Bukan tidak bisa, tapi ayahnya sudah tidak punya kepercayaan pada RS di sini. Istrinya meninggal karena penyakit yang sama dengan Xie Lian saat ini."

"Penyakit mematikan?" Tanya Cangse Sanren.

Ling Wen menggeleng lemah. "Tidak juga. Tapi kemungkinan sembuhnya kecil–"

"Oke. Dokter. Jangan bertele-tele," Luo Binghe ikut bersuara, "Xie Lian sakit apa?"

"Maaf, data pasien tidak bisa saya sebarkan–"

"San Lang!!!" Wei Ying berteriak. Tangan San Lang berdarah karena pecahan kaca dari gelas yang dia cengkram sejak tadi.

"TERUS LO NGAPAIN DI SINI?! TENTANG AYAH DAN IBUNYA JUGA ITU KAN DATA PASIEN, KENAPA LO CERITA!!!" Teriak San Lang setelah berusaha menahan diri. Tidak memperdulikan darah di telapak tangannya.

"San Lang... Ayo duduk dulu..." Wei Ying gemetar, melihat darah di tangan San Lang.

Tapi yang terluka tidak peduli. Beralih menatap Luo Binghe.

"Dan Lo, Bing! Kenapa gak ngasih tau gua kalau Lian pergi?!"

"Tadi gua ngasih tau."

"KENAPA BARU HARI INI! KENAPA GAK DARI AWAL PAS DIA PAMIT! KENAPA DIA GAK BILANG APA-APA KE GUA! KENAPA LU DIEM AJA, BINGHE!!!"

"LO LAGI UJIAN, SAN LANG!!! LO PIKIR XIE LIAN ORANGNYA GIMANA? SESAKIT APAPUN DIA, DIA GA MAU NGEREPOTIN ORANG LAIN! DIA GA MAU GANGGU UJIAN LO! DIA GA MAU PIKIRAN LO KEBAGI SAAT LO LAGI SIBUK-SIBUKNYA NGEJALANIN UJIAN SEKOLAH!!!"

"UJIAN TAI!"

"San Lang, masuk kamar." Wei Cangzhe menengahi perdebatan kedua putranya. Istrinya sudah menangis di pelukannya.

Wei Ying masih menunduk, gemetar. Tangannya memegang ujung baju San Lang.

"Pah..."

"Masuk kamar. Bersihin luka kamu. Jangan keluar sebelum kepala kamu dingin."

Mau tidak mau San Lang berjalan ke kamarnya. Tidak membantah lagi.

___

HUALIAN LOKAL AUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang