9. The Infertility

59 4 0
                                    

Esok harinya, mereka berdua tengah bersiap untuk pergi ke rumah sakit. Pagi-pagi sekali, ibunya sudah datang ke rumah mereka. Masuk ke rumah mereka dengan sendirinya, dan membuat Haikal yang tengah bersantai dan sarapan bersama istrinya pun sukses dibuat kesal akan kedatangan sang ibu.

"Sayang, kalau kamu tidak mau mengambil hasilnya, aku bisa batalkan ini." Peringatan yang langsung ia berikan kepada istrinya yang saat ini tengah menyisir rambutnya.

"Yak! Bagaimana bisa?! Ibu kamu sudah datang ke sini, Haikal. Lagi pula kita sudah ada janji temu dengan dokter." Seruan yang langsung Gisella berikan, yang tentunya menolak ide gila yang suaminya berikan.

Jujur, dirinya tidak mau menunda ini lagi. Ia ingin masalah ini semua selesai. Ia ingin ibu mertuanya ini tidak terus meminta kepada mereka seorang cucu, setelah tau kalau ia mengalami kemandulan. Ia tidak ingin masalah ini merembet ke mana-mana, dan membuat hancurnya rumah tangga antara dirinya dan juga suaminya.

"Kalau itu biar aku yang urus! Kau tinggal katakan saja kalau tidak mau. Aku akan mengurus ibuku yang bawel nan rese." Ucap Haikal, yang terus membujuk istrinya ini.

"Tidak tidak! Jangan aneh-aneh sayang, kau bukan anak remaja lagi yang suka mencari masalah, serta menghindari masalah." Peringatan yang langsung ia berikan, yang gak mau suaminya ini melawan orang tuanya.

Dan Haikal yang mendengarnya pun hanya bisa mendengus kasar. Padahalkan niat dia tuh ingin membantu istrinua. Siapa tau istrinya ini risih akan pemeriksaan ini. "Baiklah kalau itu maunya kamu. Padahalkan aku cuma ingin membantu kamu." Ujarnya, yang sudah mengerucutkan mulutnya.

Dan Gisella yang melihat tingkah suaminya dari cermin pun terkekeh. Ia langsung membalikkan tubuhnya, dan menghampiri suaminya. "Terima kasih karena telah membantu diriku. Tapi sungguh, aku tidak apa-apa. Kita hadapi hasil test ini secara bersama. Aku akan menerima kamu apa adanya, apapun hasil test yang akan keluar nanti." Ucapnya, seraya mengelus rahang pria yang lebih tinggi darinya ini.

Haikal yang tadinya mengercutkan mulutnya karena kesal pun menjadi tersenyum karena ucapan istrinya. "Aku juga tidak perduli apapun hasilnya nanti. Mau kita punya anak atau tidak? Yang terpenting kamu selalu ada di sisinya aku, itu sudah lebih dari cukup daripada seorang anak." Balasnya, yang saat ini tengah mengelus rambut sang istri.

Ucapan yang di keluarkan oleh dirinya itu benar adanya. Ia benar-benar tidak perduli masalah anak. Mau istrinya ini hamil atau tidak pun, ia tidak pernah mempermasalahkan hal itu. Baginya, itu semua keputusan istrinya. Istrinya yang mengandung, istrinya juga yang melahirkan. Jadi, ia tidak mau membebani istrinya ini hanya karena anak yang memang istrinya tidak siap, atau tidak ingin, atau malah Tuhan belum kasih.

Begitu juga dengan Gisella. Ia juga tidak perduli suaminya yang mengalami kemandulan. Bagi dirinya, kehadiran dan keberadaan suaminya yang selalu ada di sisinya di saat dia susah dan senang, itu sudah jauh lebih baik daripada memiliki seorang anak, yang memang Tuhan belum mempercayakan dirinya untuk mengandung seorang anak.

"Haikal, Gisella! Kalian tidak membuat anak di dalam kan?!" Teriakan dari sang ibu, sukses membuyarkan suasana romantis nan harmonis mereka berdua.

Dan Haikal yang mendengarnya pun langsung mendecak kesal kepada teriakan ibunya. Padahal sedikit lagi dirinya ini bisa merasakan bibir manis milik istrinya. Namun karena keberisikkan, serta kebawelan ibunya, membuat dirinya gagal. "Iya Ibu! Bawel ish!" Teriaknya kesal, kepada ibunya.

Berbeda dengan Gisella yang langsung tertawa ketika melihat wajah kesal suaminya, yang gagal dalam mencium dirinya. "Cha, lebih baik kita keluar. Ibumu sudah menunggu." Titahnya, yang langsung menggenggam tangan suaminya, dan membawa suaminya keluar.

"Kalian ngapain aja sih?" Pertanyaan kesal yang langsung ibunya berikan, begitu mereka berdua telah sampai dihadapan sang ibu.

"Ish, orang tua ini mau tau saja!" Balasan yang langsung Haikal berikan, yang tak kalah kesalnya dengan sang ibu.

Sementara Gisella yang mendengar itu pun langsung mencubit suaminya. "Tidak sopan, Kal." Peringatnya akan penuturan suaminya.

"Tuh, dengar sendiri, bukan? Istrimu saja tau! Masa kau tidak tau mana yang sopan mana tidak!" Balas sang ibu.

"Ibu berisik sekali. Lebih baik kita jalan sekarang." Final Haikal yang sudah sangat malas mendengar ocehan yang keluar dari mulut ibunya. Sebelum ibunya protes, ia sudah lebih dulu jalan dengan menggandeng tangan istrinya. Meninggalkan ibunya sendirian.

Dan sang ibu yang melihat itu pun hanya bisa sabar menghadapi kelakuan anaknya, dan mengikuti anaknya dari belakang.

Sampai di depan rumah mereka, ia langsung memasukkan istrinya ke dalam kursi penumpang samping kursi kemudi, di susul dirinya yang juga masuk ke dalam kursi kemudi. Serta ibunya yang masuk di kursi penumpang bagian belakang.

Setelah memastikan semua sudah memasang seatbelt, ia langsung menjalankan mobilnya meninggalkan perkarangan rumahnya, menuju rumah sakit tempat mereka test kemarin.

Di sepanjang perjalanan menuju rumah sakit, tidak ada percakapan yang terjadi di dalam mobil. Mereka bertiga benar-benar sibuk dengan dunia mereka sendiri.

Ibunya yang sibuk dengan ponselnya, istrinya yang sibuk menatap jendela mobil, serta dia yang sibuk menyetir mobil.

Sampai akhirnya mereka bertiga ini tiba di depan gedung rumah sakit yang sangat besar. Mereka bertiga pun langsung turun dari mobil, setelah ia memarkirkan mobil mereka, dan langsung masuk ke dalam rumah sakit.

Melangkahkan kakinya di sepanjang koridor, menuju ruangan dokter Kim. Sampai di depan ruangan dokter Kim, mereka bertiga langsung masuk ke dalam, setelah di persilahkan masuk oleh dokter Kim.

"Jadi, bagaimana dok mengenai hasilnya?" Pertanyaan yang langsung ibunya berikan, yang sudah lebih dulu membuka suaranya begitu mereka duduk di hadapan dokter Kim.

Bukannya menjawab, Dokter malah memberikan hasilnya kepada sepasang suami-istri yang telah menjalani pemeriksaan.

Sedangkan sang ibu yang melihat itu pun langsung mengambil hasilnya dari anaknya dan juga mantunya. Ia langsung melihat hasilnya.

Dan Haikal langsung terkekeh begitu melihat raut wajah ibunya, yang telihat seprrti tidak paham mengenai hasilnya. "Dokter. Dokter mengerjai kami bertiga ya? Kami bertiga tidak ada yang lulus atau belajar di kedokteran. Jadi, kami tidak tau akan hasilnya." Ujarnya.

"Mengenai hasilnya, memang ada kendala yang membuat kalian belum hamil sampai saat ini." Ucap sang Dokter, yang membuat raut wajah pria yang ada dihadapannya ini berubah. Dari yang tadinya tersenyum, menjadi datar dan serius mendengar penjelasan dokter.

"Apa kendalanya? Dan ada di siapa kendala itu?" Dan lagi, ibunya yang berucap.

"Nyonya Leandra." Ucap sang Dokter, yang suksed membuat Haikal langsung lemas seketika begitu mendengar ucapan yang keluar dari mulut sang dokter. Berbeda dengan Gisella yang akhirnya bisa bernafas lega karena mendengarnya.

Ia kira sang dokter tidak mau menuruti pemintaannya kemarin, dan malah mengelabui dirinya kemarin dengan mengatakan baiklah agar ia tenang. Tapi ternyata ia salah! Sang dokter benar-benar memegang omongannya.

"Apa kendalanya, dokter?" Tanya sang ibu penasaran.

"Nyonya Leandra mengalami kemandulan pada rahimnya." Ucap sang dokter, yang sukses membuat Haikal tambah lemas begitu mendengarnya.

MY ENEMY? 2 - HAESELLE/CHANSELLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang