|Apresiasi penulis dengan vote dan berkomentar, terimakasih.
— × —
Jam dinding menunjuk pukul sembilan malam.
Kelopak mata yang sejak beberapa minggu terpejam itu akhirnya terbuka. Mengerjap pelan ketika cahaya berebut masuk untuk membutakan matanya.
Tubuhnya terasa kaku dan sulit di gerakan. Ia hanya diam, namun pergerakan di sebelahnya menarik perhatiannya.
Jungwon tertidur memeluk sebelah tangannya.
Park Jaeyun tersenyum kecil, meskipun ia masih sedikit linglung dengan apa yang terjadi padanya. Rasanya ia seperti tidur dengan waktu yang lama. Pria manis itu menatap lembut putranya yang tampak lucu dengan pipi tumpahnya.
"Tu-tuan Jaeyun!"
Seorang wanita tergopoh masuk dan mendekati ranjang.
Tenggorokan nya terasa begitu kering, dengan datangnya wanita itu Jaeyun memberi isyarat untuk minum. Tak butuh waktu lama wanita itu langsung paham dan membantu Jaeyun minum dan mendudukan dirinya, bersandar pada kepala ranjang.
"Anda sadar. Puji tuhan."
Jaeyun meletakan tangannya di atas bibirnya yang masih terlihat pucat, mengisyaratkan agar wanita itu tak berbicara terlalu keras.
"Biar saya gendong tuan muda ke kamarnya."
"Tidak perlu, Nana. Biarkan dia tidur bersamaku. Aku tidak keberatan."
Nana mengangguk kecil. "Saya akan meminta dokter kemari untuk memeriksa anda."
Mengangguk sebagai jawaban Nana pergi berlalu dari sana dengan raut wajah sumringah.
"Kau bermimpi buruk hm? Tidak apa, papa disini." Jaeyun menepuk punggung si kecil dengan lembut, membisikan kata-kata penenang ketika anak itu terlihat tak nyaman dalam tidurnya.
Lima belas menit kemudian datang Nana dan seorang pria paruh baya.
"Senang melihat anda sadar, Tuan. Bagaimana keadaan anda?"
"Tubuhku terasa kaku dan sulit di gerakan," jawabnya cepat tanpa mengalihkan perhatian nya dari putra kecilnya. "Tidak apa, papa disini."
Nana dan pria itu tersenyum kecil melihat interaksi kedua ayah dan anak tersebut.
"Hal yang wajar karena anda tertidur hampir tiga minggu. Mungkin anda akan butuh bantuan untuk mengembalikan ingatan motorik anda. Pastikan selalu ada orang di samping anda untuk mencegah hal-hal yang tidak di inginkan." Saran tersebut di angguki pasti oleh Jaeyun.
"Saya telah menuliskan resep obat untuk anda. Saya pamit undur diri, bila ada keluhan jangan sungkan hubungi saya, tuan."
Nana keluar bersama pria itu, meninggalkan Jaeyun yang masih setia mengamati si kecil.
"Papa mendengarnya sayang. Mari usahakan yang terbaik untuk keluarga kita."
Lenguh kecil datang dari si kecil. Anak itu menggeliat sambil mengucek matanya yang langsung di tahan oleh Jaeyun.
"Jangan di kucek, matamu akan sakit."
Pria manis yang baru saja terbangun dari tidur panjangnya itu terkikik geli melihat wajah kebingungan putranya.
"Papa?"
Ingin sekali Jaeyun memeluk dan mengecup wajah putra kecilnya itu tapi apalah daya tubuhnya masih terlalu lemah untuk digerakkan secara spontan.
"Iya, sayang. Ini papa. Maaf membuat Jungwon menunggu lama."
Jungwon hanya mengangguk dan diam ditempat nya, bingung dengan apa yang harus ia lakukan. Si kecil tidak pernah berada di situasi secanggung ini apalagi dengan sang papa.
"Tidak ingin memeluk papa?" Jaeyun bertanya kecil, tidak ingin membuat si kecil merasa terbebani.
Anak itu mendongak menatap sang papa, wajahnya berbinar. Seakan baru saja mendapat hadiah lotre yang besar.
"Boleh?"
"Kenapa tidak boleh? Aku papamu."
Jaeyun merenggangkan tangannya, menyambut si kecil yang langsung memeluknya erat. Tertawa geli ketika Jaeyun mengecup penuh wajah kecil itu.
"Kesayangan papa."
"Jungwon juga sayang papa."
Interaksi keduanya tak luput dari dua pria yang baru saja masuk kedalam kamar milik Jaeyun.
Sunghoon berdeham kecil, menghentikan kedua anak ayah itu yang saling bergurau.
"Bagaimana keadaanmu Jaeyun?"
"Seperti yang anda lihat, Sunghoon-nim," Jaeyun melirik Jungwon dalam dekapannya yang tampak takut akan kehadiran sang ayah.
"Istirahat lah," menoleh pada putranya. "Bukankah besok masih ada kelas? Kenapa belum tidur?"
Jungwon tergagap mendengarnya. Tidak tahu harus menjawab nya bagimana.
"Dia terbangun, saya akan menidurkan Jungwon kembali. Anda tidak perlu khawatir." Jaeyun menjawab cepat.
Sunghoon mengangguk mengerti lantas berbalik setelah dirasa cukup puas melihat keadaan pasangan hidupnya itu.
"Sunghoon-nim." Jaeyun memanggil ketika dirinya telah berada di ambang pintu.
".. katakan pada ayahmu, tidak apa."
Sunghoon melihat Jungwon menatapnya ragu, sementara Jaeyun menyemangati anak itu entah untuk apa.
"Ayah," apa yang membuat anak itu ragu, Sunghoon berusaha sabar mendengar apa yang anak itu ingin katakan.
Si kecil turun dari ranjang. Menarik ujung pakaian Sunghoon sebagai isyarat untuk menundukkan tubuhnya.
Muach.
"Selamat datang, ayah."
Sunghoon membeku di tempatnya, berusaha memproses apa yang baru saja terjadi. Panglima Park yang terkenal dingin itu baru saja di kecup pipinya oleh sang putra.
Sementara Jungwon kembali ke pelukan sang papa menyembunyikan wajahnya yang semerah tomat karena malu. Jaeyun tertawa geli melihat tingkah keduanya. Nino di belakang Sunghoon tak kalah terkejutnya, senyum tipis terbit di wajahnya yang mulai dimakan usia. Berapa lama ia menunggu para tuannya ada di momen ini.
Begitu sadar Sunghoon terbatuk kecil, menatap ke arah selain sepasang anak ayah itu.
"Ya, terimakasih. Beristirahat lah kalian berdua." Ujarnya sebelum menutup pintu rapat-rapat.
Jaeyun kembali terkikik geli.
"Apakah pangeran kecil papa malu mencium ayahnya?"
Jungwon menatap sang papa berbinar.
"Tidak. Jungwon senang melakukannya, hehe."
Dengan gemas Jaeyun menyisir poni Jungwon. "Mulai sekarang Jungwon tidak perlu takut. Papa dan ayah akan mendukung apapun yang kamu lakukan. Mengerti? Kalau ada yang membicarakan hal buruk tentangmu pukul saja."
Si kecil mendongak kaget menatap sang papa yang kini tersenyum manis ke arahnya.
"Papa mendengarnya?"
Diciumnya kening sang putra.
"Jungwon harus tahu. Ayah dan papa sangat menyanyangi mu. Ayah mu memang kaku tapi dia tidak jahat. Dan papa akan lebih banyak di rumah supaya kita punya banyak waktu bersama, bagaimana?"
Anak itu mengangguk kecil dalam dekapan Jaeyun. "Jungwon juga sayang ayah dan papa banyak-banyak."
"Tidak butuh ibu. Jungwon punya ayah dan papa yang hebat." Sambungnya kecil.
Tak ada yang dapat Jaeyun ungkapkan lagi. Tegas si kecil sudah lebih dari cukup menjelaskan bahwa ia tak perlu khawatir mengenai posisi nya dalam hidup putranya.
"Ya, Jungwon punya papa dan ayah yang hebat."
|You and Dandelions
©Zorosei 2023
KAMU SEDANG MEMBACA
You and Dandelions | sungjake
Fiksi Penggemar[Fantasy - Rebirth] It's you who comes looking at me With a bunch of dandelions in your hand "Tak perduli di masa manapun aku hidup, kamu adalah takdirku. Kamu adalah cinta dalam hidupku, Sunghoon." | You and Dandelions ©Zorosei 2023 24.11.23