Sembilan - Perpisahan

388 57 57
                                    

Duduk di tempat yang sama, itulah yang Seonghwa lakukan sejak pagi, semalam ia pulang ke gua hanya untuk menangis sepuasnya, menenggelamkan diri pada air, meredam isakkan yang kian menjadi, sampai pagi menjelang, akhirnya ia bisa lebih tenang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Duduk di tempat yang sama, itulah yang Seonghwa lakukan sejak pagi, semalam ia pulang ke gua hanya untuk menangis sepuasnya, menenggelamkan diri pada air, meredam isakkan yang kian menjadi, sampai pagi menjelang, akhirnya ia bisa lebih tenang.

Seonghwa tak mengharapkan apapun, karena semakin ia berharap, akan semakin ia terluka. Ia hanya ingin duduk di sini, menghabiskan waktu sampai hari ini pun akhirnya usai, dan ia harus pergi.

Tetap di tempat yang sama, walau sang surya berdiri tegak di singgasananya, tak peduli pada kulit putihnya yang memerah terbakar teriknya matahari.

Masih diam tak bergeming ketika matahari mulai condong ke barat, rasa lapar Seonghwa abaikan, rasa haus tak ia pedulikan. Hanya duduk diam menatap lautan, bergerak hanya untuk sekedar meluruskan kaki jika mulai pegal.

Pukul enam, ketika indra pendengar Seonghwa menangkap suara gemerisik semak yang diterobos. Tanpa menoleh pun Seonghwa tahu, itu pasti Hongjoong.

Dari suara langkah yang terdengar, dapat ia ketahui Hongjoong tengah mendekat dengan pelan, dan berhenti tak jauh di belakangnya. "Aku pikir kamu tidak akan datang lagi. Apa kamu khawatir aku akan menyusul ke rumah?" ujar Seonghwa tanpa menoleh.

"Ah ... tidak ... aku ... "

"Maaf untuk yang kemarin, aku tidak bermaksud membuatmu takut." Sakit ketika mengingat reaksi yang Hongjoong berikan, tetapi Seonghwa memaklumi, itu adalah reaksi yang wajar.

"Tidak, tidak, tidak," balas Hongjoong dengan cepat, "itu, aku saja yang terlalu berlebihan, haha itu ... itu pasti hanya trik—"

"Bukan," potong Seonghwa, "sayangnya ... bukan, itu bukan trik atau apapun seperti yang berusaha kamu pikirkan." Menengadah, menatap langit yang tak dihiasi bintang, sepenuhnya tertutupi oleh awan, bahkan langit pun tak bersedia menunjukkan keindahannya. "Hongjoong, apa kamu percaya duyung?"

"Mereka hanya makhluk mitologi."

"Bagaimana jika duyung benar ada?"

Hongjoong terdiam, tak lagi bisa mengikuti alur, tak tahu harus menjawab apa lagi. Semua keanehan ini, apakah berhubungan dengan itu? Namun, duyung hanyalah makhluk mitologi yang diragukan keberadaannya, bahkan dianggap hanya dongeng belaka.

"Aku ... tidak yakin," balas Hongjoong pada akhirnya, berjalan lebih dekat menuju tepi pantai, duduk di samping Seonghwa dengan jarak yang cukup jauh.

"Namaku Seonghwa,"

Pernyataan Seonghwa, membuat Hongjoong sedikit bingung, ia sudah tahu itu, untuk apa Seonghwa mengulanginya lagi. Oh, apakah Seonghwa ingin menceritakan tentang dirinya atau bagaimana?

Hongjoong tak merespons, tetapi ia memberi atensi, menunggu lanjutan dari kalimat yang akan Seonghwa ucapkan. Seaneh apapun cerita yang keluar dari mulut Seonghwa, akan ia dengarkan sepenuhnya.

Our Destiny . JoongHwaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang