= Selamat Membaca =
[ Bantu sisir typo, ya :) ]
"Yuniar Anisa."
Shanum menerima tangan dari wanita di depannya. Minggu lalu dirinya mendapatkan balasan dari orang yang namanya tertulis di jurnal milik Sraddha. Melalui akun sosial media, Shanum bisa berbincang lewat online sampai akhirnya memutuskan untuk bertemu secara langsung. Hal yang paling membuatnya bersyukur lagi adalah orang yang bernama Yuniar Anisa ini tinggal di Yogyakarta juga. Sehingga semakin mempermudah semuanya.
"Shanum," kata Shanum. "Ini teman saya, Karin."
Karin yang berada di sebelahnya menjabat tangan Yuniar lalu mereka duduk. Tempat yang mereka pilih tidak terlalu ramai dan sebenarnya juga merupakan tempat yang tidak jauh dari rumah Yuniar.
Shanum memperhatikan wanita di depannya. Dari wajahnya Shanum memperkirakan jika usianya menginjak kepala empat dan dari cara berpakaiannya pekerjaannya mungkin di bidang pemerintahan. "Terima kasih banyak sudah mau bertemu di sini, ya, Bu. Maaf sudah mengganggu waktu Ibu Yuniar."
Yuniar tersenyum sembari meminum minumannya. "Lagi ndak repot, Mbak. Saya sendiri penasaran tiba-tiba dapat pesan yang nanya tentang Sraddha," ucapnya.
Shanum mengambil jurnalnya lalu meletakkan di meja. "Saya mau nanya tentang ini, Bu."
Untuk beberapa saat, Yuniar memperhatikan jurnal yang ditunjukkan Shanum. Dirinya lalu mengambilnya. "Saya ndak tau tentang jurnal ini."
Shanum dan Karin serempak saling melihat satu sama lain. "Ibu nggak tau itu punya siapa?"
"Endak. Memangnya ini punya siapa?" tanya Yuniar.
"Itu punya Sraddha, Bu."
Shanum bisa melihat wajah Yuniar berubah setelah dirinya menyebut pemilik jurnal itu. Sejauh ini tidak ada satu pun orang yang mengatakan jika jurnal yang ada padanya adalah milik Sraddha. Orang-orang yang ditemuinya mungkin mengenal Sraddha, tetapi tidak dengan jurnal yang ditemukannya.
"Karena jurnal itu kita nyari ibu. Nama ibu ada di dalamnya," ujar Karin.
Yuniar yang mendengar itu lalu mencari halaman yang tertulis namanya. Tidak lama senyumnya mengembang dan matanya berkaca-kaca. "Dia sering kirim jem apel kalo saya lagi ulang tahun," katanya.
Shanum ikut tersenyum, dirinya lalu mengambil barang yang disimpannya. "Karena baca jurnal itu, saya bawa jem apel buat ibu." Shanum memberikan sebuah tas kecil yang berisikan dua toples jem apel.
Ekspresi Yuniar menunjukkan keterkejutan, dirinya langsung melihat isinya yang ada di dalamnya. Tangannya mengeluarkan jem apel yang dibawakan Shanum. Matanya yang berbinar menatap Shanum cukup lama. "Kamu anaknya Sraddha?"
Shanum sedikit terkekeh mendengar itu. "Engga, Bu."
"Jurnal ini kamu dapat dari mana?"
Shanum melihat Karin sesaat. "Sebenarnya saya juga ingin mencari tau tentang itu. Jurnal itu ada di barang-barang saya ketika saya pindah ke sini. Saya nggak tau punya siapa, saya pikir itu punya ibu saya pada awalnya jadi saya nyari tau setiap tulisan yang ada di setiap lembarnya. Sampai saya tau kalo itu punya Sraddha dan ketemu Bu Yuniar di sini," jelas Shanum.
"SG, Sraddha Gantari."
"Sraddha Gantari," ulang Shanum. "Bu Yuniar tau di mana Sraddha?" tanya Shanum.
Yuniar meletakkan jurnal itu kembali ke meja. "Apa yang tertulis di jurnal ini, itu jadi yang terakhir."
Shanum mengerutkan dahi. "Maksudnya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
SRADDHA [TERBIT]
Historical Fiction- Sraddha - Keputusan tanpa rencana untuk pergi ke Yogyakarta membawa Shanum kepada satu fase yang mempertanyakan seluruh hidupnya. Jurnal merah dengan inisial SG menuntunnya pada masa lalu yang harusnya terkunci rapat dan terlupakan. Shanum, freel...