Chapter 15

18 3 6
                                    

Seperti yang dikatakan Enzo, dia benar-benar pergi mengantar Rein ke rumahnya.

Aku tidak tahu berapa lama mereka akan pergi--nampaknya cukup lama.

Keesokan paginya, aku berangkat ke sekolah dengan perasaan hampa karena Enzo tidak bersamaku. 

Aku berjalan memasuki kelasku yang masih kosong, menduduki kursiku, dan mengeluarkan kristal berwarna ungu kehitaman yang kudapat di penjara dari saku celanaku.

Aku tidak sempat menunjukkan ini kepada Enzo karena kemarin sungguh melelahkan. 

Aku menghela napas. Angin yang membawaku masih menjadi misteri; siapa, dan mengapa aku dibawa ke sana.

Jika itu hanya untuk menyelamatkan Rein, angin itu cukup membawaku ke dalam markas Pallapa.

Aku menatap lama kristal berbentuk persegi panjang ini. Ia memancarkan sebuah cahaya ungu kehitaman sesuai warna kristalnya. 

Apakah hanya aku yang dapat melihat pancaran ini? Sebab Enzo tidak dapat melihatnya saat di sana.

Murid kelasku mulai berdatangan. Mereka masuk bagaikan rombongan ternak yang siap dilatih oleh peternak. 

Dan di antara ternak itu, sebuah permata memasuki kelas dengan keanggunannya yang dapat menarik perhatian.

Dia adalah Farah. 

Mata kami bertemu, dan dia mendekatiku.

"Halooo, Taraa, lama nggak ketemu," ucap riang Farah.

"Baru saja kemarin Kamu ketemu aku."

"Tapi kemarin rasanya lamaaa banget," Farah meregangkan tangannya di atas mejaku.

"Suka-suka Kamu saja," aku menggelengkan kepala, tapi dia malah cengengesan.

Tepat setelah aku mengatakan itu, suara ramai dalam kelas menghilang.

Bukan karena aku terlalu dekat dengan Farah, bukan juga karena penggemarnya (meskipun tatapan mereka tidak ramah), namun itu semua karena ketua OSIS datang ke kelasku.

Aku teringat akan paman yang mencariku di ruang OSIS hari ini.

"Permisi, apakah di sini ada yang namanya Tara Kahamma?" Tanya ketua OSIS itu.

Seluruh mata kemudian tertuju padaku. 

"Ada yang ingin kubicarakan denganmu di ruang OSIS," ucapnya sambil tersenyum.

Aku menelan ludah. Kakiku melangkah keluar kelas, mengikuti ketua OSIS itu di belakang.

"Ada yang ingin kutanyakan."

"Silakan."

"Apakah ada seseorang yang menungguku di sana? Seseorang berumur puluhan tahun."

Ketua OSIS itu memegang dagunya; sedang berpikir. Lalu dia tersenyum.

"Ya, ada, dia juga mencarimu Tara. Sepertinya sangat penting sampai menggunakan ruang OSIS kami," nada suaranya mengintimidasiku.

"Tapi kalian? Apa yang ingin kalian bicarakan denganku?"

Kami terus melangkah hingga berhenti di depan pintu ruangan dengan palang bertulisan "OSIS" di atasnya.

"Sesuatu yang penting juga." Dia tersenyum. Senyuman yang ganjil.

Pintu dibuka dari dalam oleh dua anggota OSIS (mereka memakai seragam OSIS).

Kami berjalan masuk.

Ruangan ini luas; terdapat meja panjang dan kursi yang banyak di tengah ruangan. Mungkin saja itu untuk rapat.

Tenang (remake)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang