"Kali ini masalahnya cukup serius bukan, Akasya?"
Akasya menunduk takut sembari meremat kuat ujung baju yang sedang ia gunakan. Tidak sanggup untuk sekedar menatap wajah laki-laki yang ada dihadapannya, apalagi untuk menjawab pertanyaan bernada tajam yang baru saja terdengar itu.
"Angkat kepala kamu dan jawab pertanyaan abang!"
Akasya semakin menunduk dalam."Asya minta maaf abang,"Ucapnya lirih.
Laki-laki dihadapan Akasya terkekeh sinis, dan itu membuat ketakutan di diri Akasya bertambah besar.
"Ini balasan kamu?"
"INI BALASAN KAMU UNTUK APA YANG SUDAH ABANG BERIKAN SELAMA INI, AKASYA?!"
Akasya terisak kuat, rematan di ujung bajunya semakin kuat, gigitan disudut bibirnya juga sepertinya sudah meninggalkan sedikit luka.
Sungguh, Akasya rasanya benar-benar ingin menghilang saja dari hadapan abangnya sekarang juga.Seumur hidup, baru kali ini Akasya menyaksikan kemarahan abang kandungnya.
Jangankan untuk marah, berteriak kuat seperti yang baru saja terjadipun belum pernah terjadi sebelumnya."Bukan hal mudah untuk sampai dititik ini Akasya..."
Dengan masih terisak, Akasya berusaha pelan menegakkan kembali kepalanya.
"Ngerawat kamu sampai sebesar ini? Kamu pikir hal mudah?"
Akasya mendongak memandang wajah abangnya yang sudah diselimuti amarah yang begitu mengebu.
"Kerja keras abang selama ini hanya agar kamu tidak merasa kekurangan satu hal pun rasanya sia-sia."
Akasya menggeleng kuat.
Tidak! Apapun yang dilakukan abangnya tidak pernah sia-sia, abangnya selalu berhasil, Akasya bisa bertahan sampai sekarang pun karena abangnya, kerja keras abangnya dalam menjalankan tanggung jawab menggantikan peranan kedua orang tuanya."Nggak! Abang nggak pernah gagal.
Aku yang salah, aku yang nggak tau diri.
Ini semua bukan salah Abang."Akasya dengar helaan nafas berat kali ini dari abangnya.
"Dikeluarkan dari sekolah karena membully temannya sampai terbaring lemah dirumah sakit."
"Abang rasa sikap kurang ajar kamu ini muncul akibat kegagalan abang dalam memperhatikan perkembangan tingkah laku kamu."
Akasya kehabisan kata, tidak mampu lagi membalas ucapan abangnya.
"Nggak tau lah! Abang nyerah rasanya.
Memang kebutuhan finansial saja tidak akan ada artinya jika pola pikir dan tingkah laku kamu saja tidak bisa abang ajar dengan benar."Keadaan hening seketika sampai abang dari Akasya itu kembali buka suara.
"Akasya?"
"Seharusnya kamu bukan hanya tanggung jawab abang sendiri, bukan?"
Akasya kembali menggeleng kuat, saat tahu maksud dari perkataan abangnya.
"Nggak-nggak aku nggak mau!"
"Apa? Mau nggak mau, kamu harus mau.
Kamu akan kembali sekolah di Jakarta dan tinggal bersama Arlan. Setidaknya disana kamu nggak akan bisa sebebas disini karena Arlan.""Bang Rakhan...Bang Rakhan aku mohon, jangan kayak gini, aku janji bakal berubah asal masih tetap tinggal sama abang, ya?"
Rakhan mengusap wajah gusar."Ini bukan untuk yang pertama kalinya terjadi, dan sekarang adalah puncaknya. Abang kamu ini udah terlanjur malu, Akasya. Kedepan nya kamu bisa saja bersikap lebih dari ini, janji kamu itu, pernah kamu rasanya menepati satu saja janji kamu selama ini?"
Akasya menangis semakin kencang.
Demi apapun, hidup bersama abang keduanya adalah neraka dunia bagi Akasya.
Arlan itu sangat berbeda dengan Rakhan, jika Akasya berbuat salah Rakhan hanya akan menegurnya lantas kembali memaafkannya, namun Arlan? Cowok itu mudah sekali main tangan dan menyakiti fisik seseorang. Itu yang membuat Akasya benar-benar sangat takut dengannya.Maka dari itu pula saat Rakhan menyampaikan akan pindah dari Jakarta dulu, Akasya lebih memilih ikut bersamanya meninggalkan Jakarta yang padahal banyak sekali menaruh kenang-kenangan bagi Akasya.
"Kemasi segera barang-barang kamu, besok pagi kamu sudah harus berangkat."
.
.
.
.
.
.
.(Senin 27 November 2023)
13.07Arti kata gamang dalam KBBI adalah takut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anantara waktu (on Going)
Teen Fiction"Akasya nggak sekuat itu,luka yang kalian taruh nyatanya nggak akan bisa buat dia sembuh." ~Diantara banyak waktu,ini baru awal mula takdir kelam yang tak kunjung berlalu~