9. Daib

41 26 21
                                    

; Daib ... kenapa jadi berbeda? ;

—Enjoy the Story

»«


Semester baru ini Haifa bersyukur bisa satu kelas dengan sahabatnya, Naya. Segala sesuatu jadi lebih mudah karena mereka terus bersama.

Gadis itu punya kebiasaan baru setelah mengunjungi perpustakaan, yaitu membeli kue muso di toko Nusantara milik orang tua Daib.

Naya pun kadang diseretnya untuk ikut mencicipi kue-kue lezat yang ada di sana. Haifa berani memberi rating tinggi dan menjaminnya, sebab rasa kue di sana memanglah enak.

"Kue muso-nya tiga, Mbak." Seperti saat ini, gadis itu kembali memesan kue kesukaannya dan duduk di bangku yang tersedia.

Haifa memutuskan untuk melanjutkan tugasnya di dalam kedai itu saja. Lagipula, suasana kedai tak ramai dan sejuk, cocok sekali untuk Haifa yang butuh ketenangan agar fokus.

Saat kue diantar ke meja, Haifa juga melihat ada kue lain di dalam piring.

"Ini kue apa, Mbak?"

"Menu baru, Kak, kue padamaran."

Seperti biasa. Haifa selalu diberi kue gratis tiap kemari. Kata wanita yang bertugas di balik meja, itu diberikan untuk pelanggan yang sering datang ke toko.

"Makasih, ya," ucap si gadis dengan senyum lebarnya.

Sejenak beralih dari laptopnya, Haifa mengambil sendok kecil yang diberi dan mencicipi kue padamaran itu. Kue basah berwarna hijau dengan baluran gula aren cair itu sangatlah lezat.

"Masya Allah enak banget. Aku makan ini dulu, deh." Haifa jadi benar-benar menyingkirkan laptopnya dan melanjutkan kegiatannya memakan kue.

"Bunda harus cobain ini, sih." Haifa berniat memesan kue itu saat akan pulang nanti. Bundanya pasti suka dengan makanan-makanan manis seperti kue padamaran itu.

Begitu kue telah habis, barulah Haifa kembali memutar laptop agar menghadap padanya. Kemudian, mulai menggerakkan jemari di atas benda itu untuk merangkai kalimat-kalimat dalam makalah.

Ponsel yang bergetar di sebelahnya membuat Haifa terpaksa menjeda aktifitas mengetik.

Nama sang sahabat terpampang di layar, "Haifa! Di mana?" Suara toa Naya seperti biasa menyapa pendengarannya.

"Wa'alaikumussalam, Cantik. Kenapa?" Haifa menyahuti Naya dengan suara yang dibuat-buat seramah mungkin.

Di seberang sana Naya terkekeh geli. "Lupa, Neng, assalamu'alaikum," katanya sambil terkekeh.

"Kamu lagi di mana? Aku di perpustakaan, nih."

"Aku di Nusantara, makan kue enak, nih." Begitu disebutkan makanan, Haifa dapat merasakan getaran Naya yang pasti ingin mencicipi juga.

"Di tempat kemarin 'kan? Aku ke sana, ya! Bye, bye!" Semangat Naya mengakhiri sambungan. Haifa tersenyum lucu memikirkan sahabatnya yang selalu doyan makan.

Belum lagi lama Haifa kembali pada kegiatannya semula, sang sahabat sudah sampai dengan napas terengah. Sudah Haifa duga, semangatnya itu membuat Naya berlari kilat kemari.

"Pesan, gih." Naya tersenyum lebar seraya mengacungkan jempol.

"Kamu makan kue muso lagi?" tanya Naya begitu dia duduk setelah memesan kue pilihannya.

Haifa mengangguk, "Ini jadi makanan kesukaan aku, deh. Enak banget, nggak ada tandingannya," katanya sambil melahap potongan kue muso.

Mereka berbincang tentang tugas sambil menunggu kue Naya datang. Setelahnya, gadis cerewet itu sibuk menikmati makanannya, dan Haifa kembali mengetik beberapa kalimat lagi untuk memenuhi halaman.

SenandikaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang