011: Kilas Balik Kedua

209 35 0
                                    

.
.
.
Dino memakan cemilan nya. Ia menoleh pada Jeonghan. Dibalas anggukan. Itu adalah cemilan milik Jeonghan.

"Kalau aku, sejak dulu aku tinggal di penampungan. Aku tidak tau siapa orang tuaku. Menurutku, dibanding anggota lain, aku cukup normal." Dino menceritakan masa lalunya.

Semenjak cerita Woozi, Seungkwan terus menerus mengeluarkan air mata. Menghabiskan sekotak tisu. Dino melanjutkan, "tapi memang sulit, penampungan ku tidak memadai. Air nya kotor, dan terkadang kami makan makanan sisa. Sampai suatu hari, tim militer EGO menyelamatkan kami. Ternyata penampungan itu memang ilegal dan diperuntukkan untuk dilelang nantinya." Dino terkekeh, "kalau tidak diselamatkan, sepertinya aku sudah menjadi budak saat ini. Atau mungkin menjadi objek eksperimen seorang ilmuwan."

"Bagaimana menurutmu, tentang menjadi eksperimen seorang ilmuwan?" Tanya Jeonghan dengan mata yang menyipit. Dino, Vernon dan Wonwoo menatap ngeri kearahnya.

Jeonghan tertawa. Hoshi berjalan dari arah kamar mandi dan duduk kembali di ruang makan. "Kalau kau?" Tanya Wonwoo. Hoshi terkejut, menunjuk dirinya sendiri.

"Hah? Aku? Apa?"

"Ceritakan masa lalu mu."

"Ah~" Hoshi mengulum senyum. "Aku anggota EGO sejak berumur 14 tahun. Sebelumnya, aku adalah anak yang tinggal di pemukiman yang mirip seperti Wonwoo. Berbeda dengan dia, aku adalah orang yang terlibat. Maksudku, bisa dibilang aku adalah pembuat masalah. Dengan ketapel ku, aku menembak kepala pencuri dengan batu hingga bocor, atau menjahili para penjudi di jalanan. Aku sudah sering bertengkar dengan orang yang bertubuh lebih besar dariku. Aku juga tidak tahu siapa orang tuaku karena sampai berumur 6 tahun, aku diurus oleh bibi. Hanya sampai 6 tahun karena akhirnya dia juga mati.

Ketika aku tengah berada dipinggir sungai, leherku hampir ditebas oleh Scoups. Ya! Aku bertemu Scoups yang tengah mencari keberadaan orang tuanya. Ia mengira bahwa aku ancaman, tapi dengan refleks aku menghindar. Kita juga melakukan duel menggunakan pisau, Scoups yang melemparkan pisau padaku. Tapi berakhir seri, kita sama-sama kelelahan. Sampai pemimpin tim Scoups menanyai dan mengajakku bergabung. Haha aku masih ingat bahwa orang itu mengatakan, 'disana kami membunuh manusia.' bukankah itu menarik?! Jadi aku ikut saja." Hoshi bercerita dengan semangat yang membara. Berbeda dengan pendengarnya yang memberikan tatapan aneh.

"Berbeda sedikit dengannya. Aku juga tinggal di pemukiman seperti itu di wilayah utara. Perbatasan dengan negara tetangga." Mingyu menimpah.

"Anggaplah gladiator kurang modal. Disana sering ada pertandingan gulat. Sejak kecil aku jadi suka bertarung, melatih fisik dan kemampuan ku. Tak jarang lawanku berakhir kritis atau meninggal karena sebuah komplikasi akibat hantaman. Aku pun jadi tau titik manakah saja yang dianggap vital dan mematikan. Tak jarang aku berakhir babak belur. Dan dari sebuah rumor tentang datangnya militer, aku langsung mengajak duel prajurit EGO yang menyisir kotaku dengan persenjataan lengkap. Tapi kami duel dengan tangan kosong. Saat aku menang, mereka menawarkan pekerjaan dan aku menerima karena aku ingin tempat tinggal dan makanan tanpa harus mencuri. Hm, aku punya riwayat kriminal yang buruk." Lanjutnya.

Wonwoo mengangguk, cerita mereka berbeda tapi satu hal yang sama adalah bahwa sejak kecil, mereka jauh dari kehangatan orang tua, pelukan, dan cokelat panas. Dan hal itu kini mereka dapatkan dari satu sama lain. Mungkin tidak sampai cokelat hangat atau pelukan, tapi setidaknya ada seseorang yang tidak menginginkan kematian mereka.

Hoshi tersenyum. "Daripada tangan kanan dan kiri Scoups, sepertinya kita hanya pembuat onar." Ucapannya membuat Mingyu tertawa.

Sesi makan telah selesai dan masing-masing kembali ke kamar. Sisanya yang belum bercerita adalah Dokyeom, Seungkwan dan Vernon. Walaupun sudah cukup jelas bahwa Vernon adalah anak anggota Dewan dulunya.

Mingyu dan Wonwoo membersihkan alat makan yang kotor sedangkan Dino dan Dokyeom membersihkan ruangan. Seungkwan menyemangati mereka dengan melakukan karaoke diruang keluarga. Pembunuh mana yang suka berkaraoke dengan menyanyikan lagu Girls Generation?

×××

Keesokan paginya, ketika Woozi membuka mata, rumah telah kembali sepi. Hanya terdapat Mingyu dan Hoshi, serta Seungkwan. Yang lainnya sibuk dengan tugas atau pelatihan masing-masing.

Ia keluar dari lift yang sering digunakan oleh para pemalas –Scoups, Jeonghan dan dirinya sendiri– dan menuju kearah dapur untuk mengambil minum. Masih dikenakannya piyama berwarna putih dengan rambut yang berantakan.

"Kau sudah bangun?" Tanya Seungkwan yang duduk bersantai, menghadap ke jendela. Woozi mengangguk, entah Seungkwan memperhatikan atau tidak.

Hari ini, ia tidak ada apapun untuk dikerjakan. Hanya janji berjalan-jalan dengan para monster –Mingyu dan Hoshi dalam pikiran nya–

Baru selesai ia minum, sebuah tangan melingkar di bahunya yang tak lain adalah milik Hoshi. Langsung ia cengkram dan dipelintir kebelakang. Membuat Hoshi mengerang.

"Ah! Jihoon ampun!" Woozi melepas cengkraman. Menyimpan botol air kedalam kulkas dengan berjongkok.

"Apa maumu?"

Hoshi duduk diatas meja dapur. Memperhatikan Woozi. "Kita kan akan berjalan-jalan ke bukit." Ujarnya.

Woozi, masih dalam posisinya berjongkok, menoleh dan mendongak pada Hoshi. Ia membuka mulutnya namun mengatupkan nya kembali. Mungkin hendak protes, namun janji adalah janji. Ia berdiri, menutup kulkas.

"20 menit." Ujarnya sebelum berlalu memasuki lift. Hoshi tersenyum lebar.

×××

"Ah ini yang aku benci dari kalian." Hoshi terkekeh ketika ucapan itu terdengar dari mulut Woozi. Pria itu menggesekkan sepatunya yang penuh dengan tanah liat basah.

Mingyu yang berada jauh didepan mereka berteriak, "ayo semangat pak tua!"

Membuat Hoshi refleks menodongkan pistol imajinasi nya. Dengan tawa, Mingyu melanjutkan perjalanan nya. Disusul Hoshi dan Woozi.

Mereka telah sampai dipuncak. Mingyu menoleh ketika melihat Hoshi dan Woozi sampai. Pria yang tengah duduk di atas kayu itu langsung beranjak ketika Hoshi menghampiri dan mengunci kepalanya.

Mingyu tertawa terbahak-bahak meski beberapa kali hampir muntah. "Lepaskan, bodoh. Kak, tolong aku!" Pinta nya pada Woozi.

Woozi tidak menghiraukannya, ia memandang pemandangan didepannya saat ini. Hutan dengan kabut menyelimuti. Dan jauh disana terdapat gunung yang bagian atasnya tertutupi awan. Ia memasukkan kedua tangan kedalam saku jaket. Dingin, namun tenang, benar-benar pemandangan yang mengagumkan. Kedua orang itu berhenti berkelahi dan menghampiri nya.

"Ajak aku kesini lagi." Ucapan Woozi membuat kedua orang disebelahnya tersenyum.

Mingyu terkekeh kemudian. "Bahkan kalau kita semua mati?"

Woozi mengangguk. "Bahkan kalau kita mati."

Hoshi menoleh. "Tapi, kau kan sudah jadi hantu?" Jahil nya disambut oleh tinjuan lumayan keras di pipi. Mingyu menutup mulutnya, menahan tawa.

"Sialan."

_______________

ECLIPSETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang