"Sort of killed, but not dead"
'''
Ninja merah itu memasuki pekarangan rumah mewah. Setelah terparkir sempurna, sang pengemudi mematikan mesin dan menginjak jagrak motornya. Ia turun dari motornya dan memandangi sebentar kediaman yang sudah ia tinggalkan beberapa hari belakangan.
Rumah itu memiliki perbaduan yang sempurna antara desain yang elegan dan sentuhan modern. Eksteriornya memukau dengan dominasi warna white sand yang memberikan kesan tenang dan eksklusif. Halaman depan dihiasi pepohonan yang rindang dan tanaman hias pilihan. Tak lupa patung dewi Themis tepat di tengah taman itu, menandakan bahwa sang empunya rumah adalah orang yang bergerak di bidang hukum.
Lelaki itu sudah hendak memutar kenop pintu ketika benaknya mulai berkecamuk. Dirinya kini bak seekor tikus yang hendak masuk ke dalam kandang singa. Ia menarik nafas panjang untuk menenangkan dirinya.
"Tak apa Hoshi, kau sudah biasa dengan hal ini," gumamnya.
Ceklek-
Hoshi sudah masuk seutuhnya ke dalam rumah. Sepi, namun mencekam. Dilihatnya pria berkepala lima itu duduk di sofa ruang tamu, membaca koran dengan secangkir kopi hitam pekat di tangan kanannya. Tanpa mengucap sepata dua kata, Hoshi melengos acuh dan berniat menaiki tangga menuju kamarnya.
"Apakah aku mengajarimu bersikap kurang ajar seperti itu?"
Langkah Hoshi terhenti. Ia membalikkan badannya dan memberi salam pada pria itu dengan sedikit membungkukkan badan, "Aku pulang."
Di hadapannya kini, seorang pria tinggi besar dengan tatapan mata yang tajam dan ekspresi yang mengeras. Tuan Kwon, sang Ayah.
Plak
Sebuah tamparan yang tak asing bagi Hoshi. Sebuah pukulan yang menyadarkannya pada kenyataan betapa menyesakan hidupnya. Hoshi hanya mampu mengepalkan telapak tangannya, menahan rasa sakit.
"Dari mana saja kau?" tanya Ayah Hoshi dingin.
"Rumah teman," jawab Hoshi singkat.
"Siapa?"
Hoshi menghela nafas kasar, "Beberapa waktu lalu, temanku sakit jadi aku harus menjaganya."
Hoshi menjawab apa adanya. Memang benar dua hari lalu saat kejadian yang menimpa Minghao, lelaki itu masih harus menjalani rawat inap karena susah makan. Sehingga, Hoshi dan yang lain bergantian menjaganya.
"Bohong, kau pasti bertemu dengan wanita itu!" hardik Ayah Hoshi dengan nada tinggi.
Deg
Hoshi tak berdalih, tadi sepulang sekolah ia memang mampir ke butik ibunya. Sekedar untuk melepas rindu yang menggebu. Ayah dan Ibunya berpisah sejak tiga tahun lalu. Dulu, Ibu Hoshi terpaksa menikah dengan Ayahnya karena hutang keluarga beliau.
Kehidupan rumah tangga kedua orang tuanya bagaikan badai di tengah lautan. Angin kemurkaan tuan Kwon selalu siap menerjang istri dan anaknya. Ibu Hoshi selalu berusaha untuk bertahan, tetapi selalu terombang-ambing oleh badai kemarahan sang suami. Hingga akhirnya mereka bercerai, namun hak asuh ada di tangan tuan Kwon.
Hoshi kala itu hanyalah perahu kecil yang terbawa arus. Ke mana pun ombak membawanya disitulah ia berlabuh. Ia hanya dapat menerima kenyataan pahit ini. Semua ia lakukan untuk melindungi Ibunya yang berjanji akan membawanya suatu saat nanti.
"Dia ibuku," desis Hoshi geram sembari menatap Ayahnya sengit.
Plak
Kembali ia merasakan sengatan dari tamparan sang Ayah, kini di pipi kirinya. Emosi Hoshi kian memuncak. "Apakah orang hukum pantas melakukan ini!"
KAMU SEDANG MEMBACA
°F*ck My Life - svt
Teen FictionSetiap kisah mereka mencerminkan pancarona yang indah sekalipun terselimuti awan kelabu. Ketika segalanya menjadi sulit, mereka saling memasok sedikit kebahagiaan. Suara hati mereka terhubung satu sama lain, bertaut dan berbicara dalam kepiluan. -s...