8: Beginning and End

164 16 0
                                    

"What feels like the end is often the beginning"


'''


Anggota Seventeen lainnya hanya bisa melayang-layang di tengah perselisihan Dokyeom dan Wonwoo. Keadaan memburuk. Mereka tidak tahu apa yang terjadi,  tak satupun dari kedua belah pihak yang mau membuka suara tuk sekedar bercerita. Baik Dokyeom maupun Wonwoo memilih untuk avoiding

Atmosfer pertemanan mereka menjadi tak kondusif. Vernon akhirnya memutuskan untuk pulang ke rumah orang tuanya. Ia merasa lelah, ingin mencari ketenangan. Namun, ia bisa berharap apa.

Baru saja ia berdiri di depan pintu brunette brown itu, suara ombak menghantam tebing terdengar dari luar. Nafasnya ia buang kasar.

Klek

Vernon tercekat dalam langkahnya. Di hadapannya, kedua orang tuanya berdiri di ruang tamu, saling berhadapan. Saling melempar kata-kata yang menyakitkan yang keluar dari hati keras mereka. Suara mereka semakin meninggi, saling berteriak dan memaki.

Vernon mengetatkan rahangnya. Kedua kakinya gemetar dan air mata mengalir tertarik gravitasi bumi. Cukup. Ia sudah muak. Lelah dengan emosi yang mendera batinnya selama bertahun-tahun. Diliriknya guci yang terletak tak jauh dari posisinya. 

Diangkatnya guci itu tinggi-tinggi. Kemudian, guci itu terbanting ke depan. Suaranya yang memekakkan telinga dibarengi dengan jeritan,

PRANG

"BISAKAH KALIAN BERHENTI!"

Pasangan suami istri itu terperanjat dari perselisihan mereka. Tersadar akan presensi sang anak yang memandang mereka kalut.

"Vernon..." lirih sang Ibu

"Sejak kapan kau disitu?" 

"MENGAPA SEMUA ORANG HARUS BERTENGKAR?"

Vernon meraung dalam kemarahannya. Ia kesal, geram, sekaligus lelah. Ia sudah sampai di puncaknya. Bendungan yang mengurung kesedihannya kini meluap. Ketika keluarga yang seharusnya menjadi tempatnya berteduh dari derasnya badai hujan, tapi malah membiarkannya terseret banjir kekecewaan karena keegoisan mereka. Ia menatap kedua orang tuanya bergantian.

"Teman-temanku hiks, mereka berkelahi—di rumah pun aku juga harus melihat kalian berkelahi!"

"Bisakah kalian tidak egois dan mempedulikan aku?"

"Vernon, ayah bisa jelaskan-"

"Apalagi yang harus dijelaskan! Sudah jelas kalian tidak cocok! Buat apa menikah kalau ujung-ujungnya malah membawa petaka bagi anakmu? Business marriages? I don't give a fuck! I'm the one who has suffered the most! Apakah kalian tahu penderitaan yang selama ini aku alami?" tampiknya. Kedua lutusnya lemas, badannya merosot ke bawah.

Sedang Ibu Vernon terbungkam. Beliau menggigit bibirnya menahan tangisnya. Perasaan bersalah mulai menggerogoti dirinya. Belum pernah sekalipun dalam hidupnya, melihat putranya berteriak dengan lantang di depan mereka. Beliau mampu merasakan kesedihan dari setiap kata yang terucap dari bibir putranya.

"I was whipped hard, i hate both of you! Please, just get divorced! Atau aku yang akan benar-benar pergi dari kehidupan kalian."

Vernon memungut serpihan guci yang tergeletak di sana. Secara sadar ia torehkan benda tajam itu ke lengannya. Sayatan-sayatan itu mengeluarkan cairan darah segar. 

"VERNON!"

Keduanya sontak merengkuh tubuh sang anak. Pemandangan yang tak pernah terjadi sebelumnya bagaikan mimpi buruk bagi keduanya. Tepat di depan mata mereka, Vernon melukai dirinya sendiri sangat memilukan. Dalam kepanikan mereka berusaha menghentikan Vernon. Tuan Chwe menahan kedua tangan anaknya agar tak lagi memberontak. Nyonya Chwe menangkup wajah Vernon dengan kedua tangannya.

°F*ck My Life - svtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang