3rd : "The Hell I Wanna Live In."

1K 138 7
                                    

dangkal--itulah satu-satunya hal yang Jinwoo pikirkan terhadap tawaran yang diberikan si Hyakki, terlepas dari mereka yang mewaspadai Akuji.

dari sini Jinwoo yakin mereka berada pada kubu yang berbeda, dan di situasi yang sama, Akuji menjadi satu-satunya pria yang berdiri di atas bongkahan es tipis diantara dingin dan beberapa piranha kelaparan yang siap mencabik-cabiknya.

kursinya rapuh dan ia berdiri atas ketidakpastian yang merugikan. lantas untuk beberapa alasan, Jinwoo justru ingin melindungi si tampan, dengan alasan sederhana bahwa setidaknya semua manusia berhak untuk hidup selama tak merugikan, meskipun fakta bahwa Akuji dapat memahami bahasa monster juga turut membuat status kemanusiaannya perlu dipertanyakan.

"Maaf, tapi sepertinya harus kutolak." Jinwoo membalas ringan. dagger dalam genggaman
pun diputar dan dipermainkan, tak peduli seberapa tajam atau kuatnya lawan, Jinwoo tahu ia bukan seseorang yang mudah di kalahkan. "Karena yang satu ini harus kubawa pulang."

"Woo-chan.." gumaman Akuji pun terdengar sarat akan kejutan, terlepas dari cara pandang penuh puja siempunya iris keemasan pada si pemilik iris violet yang mulai pasang badan.

pun entah kenapa, saat Akuji mencengkram dadanya, denyut jantung itu malah semakin membara. padahal cuma di bela untuk memanusiakan manusia, namun bagi Akuji yang tak ingat apa-apa dan tak punya siapa-siapa, keberadaan Jinwoo yang seolah sedang memihaknya bagai sebuah selimut tebal kala hujan deras di luar rumah.

'Woo-chan akan membawaku pulang ke rumahnya? apa aku benar-benar.. bisa keluar dari sini dan bahkan.. bisa punya tempat untuk pulang?'

bagi mereka yang tak kenal hangatnya api, kelak akan terbakar karena tak paham akan bahaya yang menyertai. namun bagi Akuji, pria kelahiran Jepang yang tak punya apapun selain dirinya sendiri, api yang menyertai Jinwoo adalah neraka yang paling ingin ia tinggali.

dititik ini Akuji sudah melihat Jinwoo sebagai sebuah rumah nan abadi. sebagai orang pertama yang akan ia ingat sampai mati.

sedangkan di sisi lain, Jinwoo agak menyesali kalimat terakhirnya karena dia tidak tahu harus membawa Akuji ke Yokohama bagian mana karena si pirang bilang tak ingat apapun.

"Apa kau yakin kau takkan menyesal?" Hyakki itu kembali buka suara, diambilnya satu langkah kecil selagi pasukannya diam menunggu perintah. "Hei ketua, saat ini kau tak hanya sedang memegang nyawa Akuji saja. tapi manusia-manusia di belakangmu juga.. kau pikir mereka akan setuju bertarung demi pria yang golongan spesiesnya saja patut dipertanyakan?" Hyakki itu menambahkan, mengukir senyum miring yang langsung berhasil meletakkan Akuji dalam kesulitan.

"Siapa bilang mereka juga akan bertarung?" setelah kalimat itu keluar dari Jinwoo, Akuji segera mengarahkan tangannya ke belakang, ke arah kelompok Jinwoo yang sejak awal kebingungan, dan dengan cepat muncul sebuah barrier pemisah ruang, dimana apapun yang berusaha datang, takkan pernah bisa menembus ke dalam.

"Kami saja cukup untuk mengalahkan kalian." Jinwoo tetap bersuara lantang meski agak terkejut dengan apa yang baru saja dilakukan si tampan. hal ini kemudian mengundang kekesalan pihak lawan.

"Tidakkah kau lihat jumlahmu?"

"Jumlah apa?" kini giliran Akuji yang bicara. Jinwoo pun tersenyum--entah kenapa senangnya luar biasa kala prajurit bayangannya bangkit dari dalam tanah. egonya dipuaskan oleh Akuji yang menyambut ramah para prajuritnya.

seolah-olah kalimat ini terencana, padahal sama seperti Jinwoo sebelumnya, Akuji berniat menghabisi mereka semua sendirian tanpa melibatkan orang-orang.

" Blatherskite " [ Sung Jinwoo x Readers/Male OC ] [ BL ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang