Butuh setidaknya tiga puluh menit untuk Jinwoo menenangkan kacaunya keadaan. deru topan yang sama juga mendera pikiran, bukan hanya milik Jinwoo namun juga kedua nyawa lain yang berkumpul ditengah banyaknya tubuh yang berserakan.
Jinwoo duduk diantara Akuji di ranjangnya, dan Jiho yang berdiri tak jauh dari mereka. salah satu tubuh yang jatuh ia periksa, dan denyutnya masih sama. eksistensi kehidupan itu benar-benar masih ada, yang mana artinya, Akuji masihlah Akuji yang sama--yang enggan menarik nyawa tanpa seizin moralitas yang membelenggunya.
"Aku tidak membunuh mereka." Jelas Akuji yang awalnya diam saja.
"Aku bisa lihat." Jinwoo membalas singkat. pun keheningan yang tak bisa disembunyikan segera mengisi ruang sempit itu barang cuma sesaat. agak menyesakkan, terlebih bagi Akuji yang resah karena khawatir akan kehilangan kepercayaan.
Jiho ikut diam meski sama-sama tersiksa, enggan menyela dan membiarkan Jinwoo mengambil kendali penuh atas hiruk-pikuk penuh tanda tanya terhadap situasi mereka.
"Apa yang terjadi?" pertanyaan itu keluar dengan nada serius yang mencekam, si pemilik rambut legam yang bertanya pun menatap Akuji dengan iris memicing tajam.
"Mm.." Akuji menghela nafas dalam. tuntutan dari pertanyaan yang Jinwoo lemparkan, benar-benar menjadi beban. seolah-olah jawabannya dianggap sebagai penentu masa depan, yang entah tidak atau akan didapatkannya kembali kepercayaan si pemilik rambut legam.
Akuji sadar ia berada di posisi yang cukup merugikan. gerak geriknya mencurigakan, ia pun tak mengenal siapapun yang bisa menolong--pun, Sung Jinwoo yang menjadi satu-satunya harapan, malah nyaris kehilangan kepercayaan. bayang-bayang soal apa yang akan dilakukan, sendirian tanpa siapapun, benar-benar membuatnya ketakutan.
bagaimana jika dia dikembalikan?
butuh waktu cukup lama untuk Akuji menenangkan diri. dalam hati, ia pun merangkai kalimatnya dengan hati-hati. cukup banyak yang tidak bisa diekspresikan, Akuji kesulitan, namun setidaknya ia tahu bagaimana cara menjelaskan kronologi dibalik tubuh-tubuh berlapis jas yang bertebaran.
"Mereka memperkenalkan diri sebagai asosiasi hunter. Woo-chan mungkin familier, tapi mereka benar-benar membuatku tidak nyaman." Akuji berusaha untuk menjelaskan dengan tenang. "Suster di sini memperingatkanku soal mereka. dia bilang rumah sakit tidak akan bisa menolak permintaan mereka meskipun kau dan aku menolak visitasi (tamu/penjenguk) dari siapapun sebelum kau datang."
Jinwoo diam, untuk sesaat ingatan akan permintaan yang sama kembali hadir dalam kepala. ingatan dimana ia secara khusus meminta siapapun untuk tidak diperbolehkan masuk ke kamar Akuji sebelum dia kembali, tepat beberapa saat sebelum ia pergi.
"Mereka memeriksaku dengan benda-benda aneh.. aku biarkan. lalu.. aku mau dibawa pergi untuk ditanyai.. aku bilang akan pergi jika Woo-chan menyetujui. mereka tidak mau mendengarkan." Jinwoo diam memperhatikan selagi si pirang menjelaskan skenario keadaan, ia bisa melihat bagaimana Akuji nampak sengat menyesal karena harus membela diri sebab tak ingin dibawa pergi sebelum Jinwoo datang.
"Lalu kau melawan?"
Akuji diam untuk waktu yang cukup lama, sebelum kemudian ia mengangguk dengan perasaan bersalah yang ketara, "Sebuah acara TV yang ku lihat pagi ini mengatakan bahwa jika kau tersesat di hutan, jangan bergerak ke manapun dan biarkan orang dewasa menemukanmu."
"Itu 'kan guide untuk anak kecil.." Kata Jinwoo.
Akuji terkekeh kecil, "Meskipun begitu, aku.. hanya tidak ingin tersesat lagi, Woo-chan."
KAMU SEDANG MEMBACA
" Blatherskite " [ Sung Jinwoo x Readers/Male OC ] [ BL ]
FantasyBagaimana jika Tuhan yang kalian kenal sebenarnya rela mati untuk ada di antara kalian? si maha besar pemilik raga dan pikiran, menukar kekuasaan atas takhta yang maha agung demi merasakan sedih dan kehancuran dari konsep yang Ia ciptakan, menghanta...