dalam petak sempit dengan cahaya remang, iris keemasan itu menangkap bayangan seseorang, "W-woo-chan?" ia mengerang, memanggil pada sosok yang dia pikir ia kenal dengan nyanyian nada yang sarat akan keputusasaan.
sudah berjam-jam tubuh itu terjebak tanpa diberi makan. petak sempit tanpa ventilasi dimana tubuh gagah itu diikat pada sebuah kursi tanpa boleh bergerak pun sesaknya bukan main. berkali-kali Akuji kehilangan kesadaran, dihantam kasar tangan, atau dipakaikan benda asing, segalanya berlalu tanpa malu, juga tanpa seizin siempunya tubuh.
Akuji melalui segalanya berbekal pada kepercayaan pada Jinwoo seorang. namun, kala ingatan terkahir tentang waktu sudah menjadi satu dengan keadaan tubuh dan otak yang tak karuan, Akuji mulai hilang akal perlahan-lahan.
"Kau ini sebenarnya apa?" pertanyaan yang sama lagi-lagi dilontarkan dari belah bibir yang sama pula. bayang dari sosok yang Akuji pikir familier langsung hilang kala sadar bahwa ia masih berada dalam ruang yang sama, bersama orang yang sama pula.
Akuji segera menggelengkan kepalanya, bersama balasan dari suara lemah yang seolah nyaris putus asa, Akuji berkata: "Manusia.. manusia.. aku manusia." pria itu nyaris gila.
"Bunuh saja." suara nan lembut itu tiba-tiba mengetuk rungu, menyampaikan saran berbalut rapih dari perintah yang sontak membuat Akuji mendadak dungu.
suara siapa itu?
"A-apa?" Akuji bertanya, berharap suara itu datang dari manusia dihadapannya--karena hanya mereka yang saat ini ada di sana.
"Apanya yang apa?" pria itu membalas pertanyaan Akuji dengan nada tak suka, kasar kala sampai ke telinga.
"Apa kau mengatakan sesua-"
"Sudah kubilang 'kan? bunuh saja." suara yang sama lagi-lagi terdengar dalam gendang telinga, menghantarkan Akuji untuk diam seolah-olah tengah memastikan fungsi pendengarannya. hingga tiba-tiba, suara yang sama membalas dengan masih nada lembut yang memikat luar biasa: "Padahal kau juga manusia. berani-beraninya mereka memperlakukanmu dengan hina, bahkan menyiksamu hingga begitu parah. kau bahkan tak ingat 'kan hari ini hari apa? jam berapa?"
"T-tidak.." bisik balas Akuji terdengar rendah, nadanya bergetar--pria itu ketakutan luar biasa. bukan takut pada asal suara, namun ia mulai mempertanyakan kewarasannya.
apa benar dia baik-baik saja?
"Bunuh saja, toh mereka pantas mendapatkannya. yang lain pasti bisa mengerti kenapa kau melakukannya."
apa benar akan baik-baik saja?
bisikan-bisikan itu terus mencuat, membujuk Akuji untuk melewati moral dan rasa kemanusiaannya bagai permainan tali lompat. beruntungnya moralitas Akuji masih mencengkram si pemilik tubuh dengan kuat, tak ia perbolehkan adanya perlawanan pada mereka yang hanya melakukan pekerjaan dengan taat, terlepas pada sudah sebanyak apa tubuhnya dipukul dan disayat.
'Tidak. Tidak. tutup mulutmu. mereka mungkin punya keluarga di rumah, aku tidak boleh melakukannya.' Akuji diam-diam meyakinkan dirinya selagi suara itu tetap ribut dalam kepala, bergelut dengan hati nurani dan kesabaran yang tinggal seujung jari saja.
hingga sebuah pukulan tiba-tiba mendarat di pipinya hingga siempunya raga yang terikat di atas kursi kayu kemudian jatuh mencium tanah. irisnya membola, terkejut? tentu saja. namun mau disangkal bagaimanapun juga, disela-sela keterkejutannya, dasar dari amarah yang tertahan mulai naik ke udara.
kenapa?
kenapa tiba-tiba memukul?
"Apa kau sudah mulai tuli? diajak bicara kenapa sulit sekali, sih?" pria yang sejak tadi menginterogasinya itu bersuara, mengeluh tepat setelah menyerang Akuji yang diam saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
" Blatherskite " [ Sung Jinwoo x Readers/Male OC ] [ BL ]
FantasyBagaimana jika Tuhan yang kalian kenal sebenarnya rela mati untuk ada di antara kalian? si maha besar pemilik raga dan pikiran, menukar kekuasaan atas takhta yang maha agung demi merasakan sedih dan kehancuran dari konsep yang Ia ciptakan, menghanta...