02

13 1 3
                                    

Seharusnya Kinara sadar, Hanes Kanigara dan Steven Wijaya; saudara tirinya merupakan teman baik. Jika diingat dengan baik, mobil yang tadi menjemput Hanes di halte adalah mobil milik Steven.

Kinara mengepalkan tangannya, mulai merasa bodoh.

"Han, ngambil minum aja—" ucapan Steven terputus ketika melihat Hanes yang kini menatap Kinara.

"—Anjing." Umpatnya, membuat Kinara tersadar. "Lo kapan baliknya?" Tanya Steven pada Kinara.

Kinara hanya menatapnya sekilas lalu memilih mengabaikan keberadaan mereka berdua dan berjalan menuju kamarnya. Steven terlihat panik.

"Hanes lo balik ke depan duluan, gue mau ngomong sama dia dulu." Kata Steven lalu mengikuti langkah Kinara, meninggalkan Hanes yang kebingungan.

Melarikan diri lagi seperti dulu. Kinara memang paling hebat mengenai bersembunyi dan melarikan diri bahkan ketika dia dipertemukan dengan Hanes lagi, Kinara hanya bisa diam dan mengabaikan seolah tak ada yang terjadi. Meskipun jantungnya berdetak kencang dan hatinya berteriak saat melihat sosok yang selalu tersimpan apik di ingatannya.

"Kinara!" Panggil Steven tepat ketika Kinara hendak masuk ke dalam kamar, "Bentar. Kita perlu ngomong."

Memutar bola matanya malas, jika ingin jujur, Steven merupakan orang yang paling tidak Kinara sukai di rumah ini.

"Apa?"

Pemuda itu nampak ragu kemudian berbicara, "Hanes lupa ingatan dan gue harap lo nggak ngomong tentang hubungan lo berdua dulu."

Kening Kinara mengerut. Lupa ingatan?

Dia ingin bertanya lebih namun dia tak mau mengetahui lebih banyak lagi mengenai Hanes. Oleh karena itu dia hanya mengangguk lalu masuk ke dalam kamar kemudian mengunci pintu. Kinara menghembuskan nafasnya,

"Jangan cari tahu dan jangan peduli." Gumamnya.

~

"Dia siapa?" Tanya Hanes, tepat setelah Steven kembali ke dapur sedari mengejar Kinara tadi. Steven kembali terkejut, pikirnya, Hanes telah kembali ke ruang tamu namun ternyata sang sahabat masih berada di dapur.

Anehnya, kening pemuda itu mengerut. Dia melihat Steven seolah pemuda itu merupakan orang yang jahat.

"Saudara tiri gue."

Hanes terdiam. Dia tak tahu jika Steven memiliki saudari tiri, faktanya, dia tak tahu banyak hal. Dia tak ingat masa-masa SMA-nya, dia tak ingat alasan dia pindah dari Indonesia ke Singapura, dia tak ingat bahwa dia telah bertunangan dengan teman masa kecilnya, Hanes tak ingat apapun.

Oleh karena itu, dia memutuskan untuk kembali ke Indonesia bertemu dengan teman-temannya meskipun kenangan tentang mereka sudah tak ada, namun Hanes berharap kenangan itu datang kembali. Dia berharap untuk ingat tapi sejauh ini masih gelap layaknya cuaca di luar hingga ketika dia melihat mata gadis tadi.

Meskipun hanya sekilas, Hanes merasa punya harapan.

"Bokap gue nikah lagi 2 tahun lalu, sama Nyokapnya cewek tadi." Jelas Steven, "Yuk balik, ntar Viona nyariin lagi." Sambungnya lalu menarik Hanes menuju ruang tamu.

Flashback on.

Mata Hanes terbuka, yang bisa dia lihat adalah langit-langit putih rumah sakit. Tenggorokan dan mulutnya kering hingga suara yang bisa dia keluarkan hanyalah rintihan namun hal itu cukup untuk membuat beberapa orang yang berada di ruangan itu menyadari bahwa dia telah sadar.

Salah satu orang menyodorkan dia minum sedangkan yang lain mencari dokter.

"Hanes, akhirnya kamu sadar nak." Suara itu adalah milik Ibunya, mata wanita itu berkaca-kaca ketika anaknya yang mengalami kecelakaan 2 bulan lalu akhirnya sadar.

"Hanes." Dan kini Ayahnya, pria itu bersikap tangguh dengan menahan air matanya. Hanes tersenyum miring atas pemandangan ini.

Dia senang, kedua orang tuanya yang sibuk akhirnya berada di sisinya. Namun, Hanes merasa kurang. Matanya melihat ke sekeliling.

"Dimana...?" dia bertanya dengan suara lemah mengundang tanda tanya di kepala kedua orang tuanya.

"Kamu nyari apa?" tanya sang Ibu, membuat Hanes terdiam. Pertanyaan bagus, dia mencari apa? Atau tepatnya siapa?

Saat itu, Hanes di diagnosa mengalami amnesia namun hanya pada memori tertentu saja. Dia mengingat bahwa dia lahir dan besar di Indonesia, namun memori selama 3 tahun terakhir menghilang dari otaknya. Semenjak saat itu, dia tinggal bersama dengan keluarganya di Singapura selama 2 tahun.

Flashback off.

"Kita kenapa bisa tunangan?" Tanya Hanes pada Viona, tepat ketika mereka berada di jalan pulang. Si gadis yang tengah mengemudi menoleh pada Hanes sebentar kemudian tertawa kecil.

"Yah karena kita saling suka, Hanes. Kita pacaran waktu SMA dan orang tua kita juga temenan karena itu kita di jodohin aja." Jelas Viona

Hanes menatapnya, Dia, Viona, Steven dan Jonathan sudah saling mengenal semenjak Sekolah Dasar. Viona sudah dia anggap seperti adiknya sendiri dan Hanes tak menyangka bahwa mereka berdua memilih untuk berpacaran di masa sekolah menengah mereka. Namun Steven juga berkata demikian, Hanes memilih untuk percaya.

Meskipun perkataan mereka terdengar seperti kebohongan ditelinga Hanes.

Seasons With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang