05

7 1 1
                                    


Kinara memegang surat yang baru saja diberikan oleh kepala program studinya lamat-lamat, pikirannya berkecamuk. Barusan setelah kelas, ketua angkatannya tiba-tiba memanggilnya untuk menemui sang Kepala Program Studi. Awalnya dia agak gugup namun kegugupan itu hilang dan digantikan perasaan campur aduk antara jengkel dan malas.

Ingin rasanya dia segera keluar dari ruangan itu namun dia tak mau menjadi sosok yang tidak sopan, olehnya, Kinara tetap bertahan dan mendengarkan penjelasan sang Dosen.

"Ini kesempatan yang bagus, loh. Kamu bisa ke luar negeri dan tentunya dapat ilmu yang lebih baik lagi daripada yang ada disini."

Iya, Kinara ditawari untuk ikut program pertukaran pelajar ke Seattle, Washington. Namun sebenarnya kesempatan ini bisa diberikan kepada orang lain yang benar-benar mampu dibandingkan Kinara yang biasa-biasa saja. Alasan dia ditawari adalah karena statusnya yang sudah berubah menjadi anggota keluarga Wijaya.

"Ah—" Ucapannya dipotong, sang Dosen malah menyodori surat pernyataan dan izin orang tua padanya,

"Besok bawa suratnya kesini, tentu saja udah ada tanda tangan orang tua kamu."

Kinara hanya bisa tersenyum paksa sambil mengumpat dalam hati.

Dan disinilah Kinara sekarang, di depan pintu menuju ruang tamu yang terdengar ramai karena meskipun dia ingin menolak penawaran exchange student tersebut, Kinara tidak tega melihat kekecewaan di wajah dosennya. Jadi, ini tinggal keputusan orang tuanya. Jika mereka setuju maka Kinara akan melakukannya namun jika yang terjadi adalah sebaliknya maka Kinara akan sujud syukur.

"Eh, Kak... Ngapain?" Reyhan membuka pintu dan terkejut melihat Kinara tengah berdiri disana dengan raut wajah gugup, niat si pemuda menuju dapur batal karena hal itu.

"Ah ini..." Ucap Kinara gugup lalu masuk, matanya menelisik ruang keluarga; disana ada Ayah dan Ibu yang sedang menonton TV sambil duduk di sofa, Kiesha yang tiduran di karpet sambil memainkan ponselnya, serta Steven dan Hanes yang juga tengah duduk di karpet sambil menonton TV.

Kening Kinara menukik, Kenapa pemuda ini ada dirumahnya?

Tanpa sengaja dia menatap Hanes tajam.

"Kak?"

Tersadar, Kinara memasang senyumannya lalu berjalan ke arah sang Ayah dan Ibu lalu menyodorkan surat yang tadi diberikan oleh sang dosen.

"Aku ditawarin buat ke Seattle, ngikut program exchange student. Boleh?"

Tak ada basa-basi dan langsung ke poin penting, tipikal Kinara yang ingin cepat-cepat melarikan diri dan sembunyi. Sang Ibu yang paling terkejut, Diane paham betul watak putrinya; dia bukanlah sosok yang aktif dan pandai bersosialisasi. Hal baru jika Kinara ingin pergi keluar dari zona nyamannya.

"Kamu mau ke Seattle? Yakin, kak?" Tanya sang Ibu.

Jika ditanya seperti itu tentu saja Kinara tidak yakin.

"Ini bagus loh buat Kinar," Celetuk sang Ayah tiri, tak menyadari bahwa jawaban itu membuat Kinara down. Jujur saja, Bryan adalah sosok Ayah yang baik hati namun sayang sekali beliau belumlah memahami sifat dari Kinara, "Ayah Setuju." Sambungnya.

Diane menatap anaknya ragu. Semenjak Suaminya meninggal lima tahun lalu dan keluarga mereka terpecah belah, Kinara menjadi lebih pendiam, beberapa kali dia melarikan diri dari rumah saat sekolah menengah atas namun dia selalu memikirkan orang lain dibandingkan dirinya sendiri. Bagi Kinara, diam dan tidak perduli merupakan jawaban dari segala permasalahan.

"Kalau kakak yakin, Mama bakalan setuju."

Kinara memejamkan matanya, "Iya, aku yakin."

Bohong. Sekali lagi Kinara berbohong.

Flashback on.

"Turut berduka cita, Kinara."

Kinara hanya diam sambil tersenyum tipis pada teman sekelasnya yang datang untuk berkabung atas kematian sang Ayah. Matanya memandang foto milik sang ayah, setidaknya sekarang pria tua itu bisa tersenyum tenang dan tak merasa kesakitan lagi.

Tak disangka air matanya kembali mengalir.

Namun, sehancurnya hati Kinara, lebih hancur hati Ibunya. Wanita itu menangis tersedu-sedu disamping peti sang Ayah.

Meremat tangannya, Kinara harus menjadi kuat untuk Ibu dan adiknya.

Mungkin semenjak saat itu, Kinara mulai berbohong. Hidupnya berubah 180derajat.

"Kinara lo nggak apa-apa kan gue tinggal piket sendirian?"

"Iya."

"Kinara, sorry banget gue nggak bisa datang kerja kelompok. Lo boleh kerjain sendiri kan?"

"Iya."

Bahkan ketika orang-orang yang dia anggap keluarga mencaci maki Ibunya dan mengusir mereka dari rumah, Kinara tetap berdiri—berpura-pura baik-baik saja agar Ibunya tak khawatir, agar Ibunya tak akan hancur lagi saat menyadari bahwa semua telah berubah. Hingga ketika sang Ibu akhirnya memutuskan menikah lagi, meninggalkan semuanya dibelakang.

Namun, Kinara tetap sama. Kadang dia iri pada ibunya yang bisa move on dengan cepat namun Kinara masih di tempat yang sama dan tak pernah berpindah.

Flashback off.

Hanes yang mendengar percakapan antara Kinara dan orangtuanya memandang gadis itu lekat, meskipun mereka tak menyadarinya, namun Hanestahu bahwa gadis itu tengah berbohong. Sesuatu tentang itu membuatnya terjagadi malam hari, wajah Kinara terbayang dibenak Hanes.

Seasons With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang