Sirkuit Waktu - Thriller

37 10 12
                                    

Matahari sudah pergi begitu aku membuka mata. Gelap. Hanya satu kata itu yang bisa mendeskripsikan apa yang aku lihat sekarang. Aku dapat merasakan tanganku, menggerakkannya ke depan wajah, tetapi aku tidak dapat melihatnya. Berdasarkan ingatan, aku menarik tirai jendela dan cahaya bulan menyusup ke dalam. Meski tidak terlalu terang, tetapi aku dapat melihat sedikit keadaan sekitar. Barang-barang yang berserakan di lantai. Ah, iya, aku langsung tidur begitu sampai rumah. Aku bahkan tidak sempat mengganti pakaian.

Aku beranjak bangkit, menyalakan lampu dan berjalan ke kamar mandi, lalu mengganti pakaian menjadi lebih santai. Malam ini terasa amat sunyi. Mungkin semua orang sudah tidur selepas makan malam. Bicata tentang makan malam, perutku berbunyi sejak aku melangkahkan kaki ke dalam kamar mandi. Jam digital di atas nakas menunjukkan angka sembilan dan enam belas. Aku melangkah turun.

Benar saja, keadaan di bawah sangat sunyi. Lampu dimatikan. Hal yang biasanya kami lakukan ketika ingin tidur. Aku berjalan menuju dapur dan mendapati tidak ada satu pun makanan di sana. Mungkin Mama malam ini tidak memasak. Kembali aku melangkah menuju kamar, mengambil dompet dan jaket. Aku berencana untuk membeli makanan di luar. Semoga saja minimarket di depan gang masih buka.

Tidak ada satu orang pun di jalan. Hanya lampu-lampu dari depan rumah yang sengaja dinyalakan untuk menerangi jalanan. Meski begitu, aku beberapa kali mendengar suara kersak di tempat sampah dan mendapati beberapa tikus sedang berebut makanan. Tikus yang selalu menjadi bahan pertengkaran orang-orang di sini. Anehnya, tikus itu tidak pernah hilang. Dibasmi satu, muncul lagi yang lainnya.

Aku mendesah kecewa begitu keluar dari gang. Minimarket sudah tutup dan tidak ada pedagang apa pun. Mungkin hari ini aku memang ditakdirkan untuk tidak makan apa pun. Aku harus menunggu hingga esok pagi. Saat Mama pergi ke pasar untuk membeli bahan sayuran dan memasak. Kakiku berputar, membawaku kembali ke rumah. Lampu-lampu yang tadinya menyala kini sudah mati. Tidak biasanya. Lampu-lampu itu paling tidak dimatikan saat jam menunjukkan angka tujuh. Tanpa adanya lampu dari rumah-rumah, jalanan terasa amat gelap.

Rasanya sebelumnya tidak ada genangan apa pun di sini ketika aku melewatinya, tetapi sekarang aku menginjak cairan lengket yang ... lumayan bau. Pasti tikus-tikus itu menyeret kantung sampah hingga menyebabkan isinya berceceran keluar. Aku melangkah lebih cepat. Tidak sabar ingin mencuci kaki begitu sampai di rumah.

Aku tidak langsung masuk begitu sampai di depan rumah. Lampu di rumahku mati. Aku ingat betul menyalakan semua lampu yang ada di rumah, tetapi kini semuanya mati. Bahkan lampu kamarku. Tanganku bergerak membuka pagar dan melihat meteran listrik. Lampunya masih hijau, itu berarti masih ada listrik di rumah. Apa Mama bangun lalu mematikan semua lampu? Aku jadi merasa takut kalau-kalau Mama mengunci pintu depan. Namun, kekhawatiranku tampaknya sia-sia. Pintu dengan terbuka dengan mudah.

Indra penciumanku diserang sesuatu berbau busuk begitu aku membuka pintu. Aku sampai harus menahan napas saking baunya. Bisa-bisa aku muntah di tempat kalau tidak menahan napas. Sembari berjalan masuk, tanganku menekan hidung dan aku mencoba bernapas menggunakan mulut. Rasa mualnya sama saja, tetapi setidaknya tidak terlalu membuat perut ingin mengeluarkan isinya. Aku berjalan perlahan, takut menabrak sesuatu. Tanganku yang satunya menggapai-gapai, berusaha mencari sakelar lampu.

Pemandangan yang aku lihat begitu menyalakan lampu seperti di dalam film. Mayat bergeletakan. Potongan tubuh berserakan. Darah di mana-mana. Aku bahkan tidak lagi mencium bau busuk yang sejak tadi mengganggu. Aku hanya pergi sebentar. Satu jam pun tidak ada. Bagaimana bisa terjadi pembataian di rumahku? Bagaimana bisa kepala Mama dan Ayah terpisah jauh dari tubuhnya? Apa yang terjadi selama aku pergi?

Tanganku meraih pisau yang berada di samping kiriku. Pisau itu berlumuran darah hingga ke gagangnya. Darahnya lalu menempel ke tanganku. Entah darah siapa ini. Mungkin darah Mama, darah Ayah, atau darah si pembunuh. Mengingat waktu yang berlalu amat sebentar, aku mengasumsikan kalau si pembunuh masih ada di rumah. Bersembunyi di salah satu ruangan. Menungguku datang dan membunuhku. Memisahkan kepalaku dari tubuh seperti yang dilakukannya pada Mama dan Ayah.

Storiette Where stories live. Discover now