Kelly - Fiksi Umum

34 20 13
                                    

Tidak kusangka bulan malam ini bersinar sangat terang dan besar. Apakah ini yang dinamakan bulan purnama?

Meski bulannya tampak cantik, aku tetap ingin cepat-cepat pulang ke rumah. Hari ini aku sudah menghabiskan waktu 12 jam di luar rumah. Terlalu banyak kegiatan. Aku melihat layar ponsel yang menampilkan aplikasi ojek online tengah mencari driver. Sudah beberapa menit seperti ini. Aku bahkan sudah tiga kali mengulang pesanan. Padahal waktu belum terlalu malam.

Aku kembali mendongak. Setidaknya bulan di sana lumayan bisa menenangkan hatiku. Selain bulannya yang memang terang, langit di sekitar juga membantu. Aku baru sadar kalau tidak ada awan di sana. Langit tampak sangat cerah malam ini. Aku percaya tidak akan ada hujan.

Ponselku tiba-tiba bergetar. Bibirku yang hampir tersenyum berubah menjadi cemberut. Aku pikir ada orang yang menerima pesanan ojek, ternyata ponselku mati. Yah, baterainya memang tinggal 10% tadi, sekitar tiga puluh menit lalu. Satu-satunya cara agar aku bisa pulang adalah jalan kaki dan mencari angkutan umum, tetapi aku sudah tidak sanggup menggerakan kaki ini. Terlalu lelah.

Baiklah. Aku memutuskan untuk pergi dua puluh menit lagi dan sekarang aku merebahkan tubuh di kursi halte yang atapnya tidak ada. Bobrok sekali. Yah, setidaknya aku bisa melihat bulan tersebut dengan jelas. Aku membentuk bingkai menggunakan keempat jariku dan membidik bulan itu. Sayang sekali aku tidak sempat memotret bulan tersebut.

Meong.

Hm? Aku bangkit dari posisi tiduran dan mendapati seekor anak kucing tiga warna tengah duduk. Kepalaku menoleh ke kanan kiri untuk mencari sang induk kucing, tetapi nihil. Tidak ada kucing lain di sini selain dia. Apa kucing kecil ini dibuang oleh pemilik sebelumnya? Kucing itu menatapku dengan bola mata kuningnya. Kepalanya miring kiri, ekornya bergerak-gerak, lalu ... meong.

"Kasian," ucapku lalu mengambil anak kucing itu. Matanya memejam begitu merasakan sentuhanku di kepalanya.

Andai saja aku punya makanan kucing, aku pasti sudah memberinya makan. Sayang sekali aku tidak punya. Aku kembali merebahkan tubuh dan meletakkan anak kucing tersebut di atas perutku. Dia mendengkur dengan lembut setelah beberapa detik mencari posisi nyamannya di atas perutku. Ah, aku jadi tidak tega untuk meninggalkannya nanti. Apa aku bawa pulang saja? Inginnya begitu, tetapi Mama alergi kucing. Nanti Mama bersin-bersin terus.

Baiklah. Aku akan menambah waktu sepuluh menit karena kasian pada kucing. Rencananya begitu, tetapi gagal karena aku merasakan tetesan air dari langit. Awalnya aku pikir hanya air yang menempel di besi kerangka bekas atap, eh, kok, airnya tambah banyak yang jatuh. Aku bergegas mengambil tas hitam dengan gantungan kunci Keroppi dan menggendong kucing tiga warna itu pergi dari halte. Siapa, sih, orang bodoh yang menghancurkan atap halte?

Hujan makin deras. Aku melindungi kepala dengan tas dan memeluk erat kucing tersebut. Saking eratnya sampai si kucing meronta dan mengeong. Untunglah, aku melihat toko swalayan kecil yang masih buka. Aku meneduh di depan toko, masih terus memeluk si kucing. Dia sudah tidak mengeong heboh seperti sebelumnya, malah makin masuk ke dalam bajuku. Mungkin karena dingin. Aku juga kedinginan dan ingin cepat pulang. Kapan hujan ini akan reda?

"Ya, mana gue tau kalo dia larinya kenceng begitu!"

Eh, buset. Cowok di sampingku ini yang belum lama keluar dari toko memang sedang menelepon, tetapi tiba-tiba saja dia meninggikan suaranya. Tangan kirinya yang memegang kantung belanjaan mengacak-acak rambutnya. Keningnya berkerut. Jelas sekali dia sedang kesal dan aku dengan bodohnya ketahuan menatapnya. Seram sekali tatapannya. Kalau tatapan bisa membunuh, mungkin aku sudah mati. Aku cepat-cepat mengalihkan pandangan darinya dan menatap jalanan yang sudah basah kuyup karena air hujan.

"Iya, iya, ini mau gue cari." Aku melirik cowok itu yang sedang sibuk memainkan ponselnya.

Bulan tadi sudah tidak terlihat lagi. Apanya yang langit cerah dan tidak akan ada hujan. Kalau aku langsung jalan saat itu juga mungkin aku sudah berada di dalam angkutan umum. Yah, bisa jadi juga aku malah terjebak hujan. Mungkin ini memang lebih baik. Aku merasa perutku bergejolak meminta makan. Baru ingat aku belum makan sejak sore.

Aku memutar tubuh dan masuk ke dalam toko. Aku mengambil dua bungkus roti, sebotol air, dan satu bungkus makanan kucing basah. Pasti kucing kecil ini kelaparan. Semoga sisa uangku cukup. Jantungku berdegup kencang saat kasir sedang memindai makananku. Kucing ini pasti merasakan detak jantungku yang tidak normal karena dia bergerak gelisah. Untungnya, uangku cukup.

Di depan toko, aku membuka bungkus roti dan mengigitnya. Kemasannya aku jadikan alas makanan kucing. Aku menuangkan makanan kucing tersebut lalu menurunkan si kucing tiga warna. Dia dengan lahap memakannya sambil menggeram. Padahal tidak akan ada yang mau merebut.

"Loh?" Aku menoleh begitu mendengar suara itu. "Kelly?"

Aku dan si cowok bertatapan selama tiga detik tanpa bicara sebelum akhirnya aku membuka mulut. "Kelly?"

"Itu," si cowok menunjuk kucing, "Kelly, kan?"

"Gak tau."

Si cowok ikut berjongkok di sampingku lalu menggendong kucing tiga warna. Keningnya berkerut selagi dia memperhatikan kucing itu. Dia memutar-mutar kucing itu ke kiri kanan sebelum akhirnya mengangguk.

"Ini Kelly. Nemu di mana?"

Aku menunjuk ke arah halte. "Halte sana."

"Jauh banget." Dia lalu menurunkan Kelly dan membiarkan kucing itu makan.

Selama beberada detik kami diam. Aku diam karena sedang mengunyah dan dia diam karena sibuk dengan ponselnya.

"Kucing kamu?" tanyaku.

Dia menoleh. "Bukan. Punya temen." Dia tiba-tiba menjulurkan tangan kanannya. "Gue Kala."

Oh? Pakai gue? Aku membalas jabatan tangannya. "Mira."

"Kenapa belom pulang jam segini?" tanya Kala sembari memperhatikan jam di ponselnya.

"HP mati pas lagi mesen ojol." Diingat-ingat kesal juga. Kenapa pula harus mati di saat seperti ini?

Selanjutnya Kala mengucapkan pertanyaan yang membuatku tersedak. "Mau gue anterin balik?"

Aku menatap Kala dengan curiga. Cowok apa yang baru kenal tiba-tiba menawarkan untuk mengantar pulang kalau bukan cowok tidak benar? Aku menggeser tubuhku menjauh dari Kala dan sepertinya Kala menyadari kecurigaanku. Cowok itu lantas menyentuh rambutnya dan tersenyum tidak enak—berdasarkan raut wajahnya.

"Cuma mau balas budi aja karena lo nemuin Kelly. Gue pasti bakal diamuk sama temen kalo nih bocil ilang," jelas Kala. Jadi aku yang terlihat jahat.

Melihat hujan yang tampaknya tidak menunjukkan tanda-tanda reda dan hari yang makin malam, aku pun menyetujui tawaran Kala. Meski begitu, aku tetap berdoa semoga tidak terjadi apa-apa padaku dan semoga Kala memegang ucapannya.

Kala berkata untuk mengantar Kelly pulang terlebih dahulu setelah meminjamkan mantelnya. Aku awalnya ingin menolak karena tidak tega melihat Kala kehujanan, tetapi Kala bilang bisa mengganti pakaian di rumah temannya dan mengambil mantel lain. Selama perjalanan menuju rumah Kelly, aku memeluk kucing itu dengan erat karena takut dia kehujanan. Kelly langsung mendapat pelukan cinta dari pemiliknya.

Meong.

Kelly menoleh ke arahku dan mengedipkan matanya perlahan. Ugh. Aku pernah mendengar kalau kucing mengedip kepada manusia, itu tandanya dia mencintai manusia. Aku dicintai oleh Kelly. Hatiku rasanya hangat sekali meski udara begitu dingin. Si pemilik menggerakkan tangan Kelly seolah sedang melambai sebelum masuk ke dalam rumah.

Setelahnya aku menunggu di atas motor Kala selama kurang lebih lima menit. Begitu keluar, Kala sudah rapi dengan mantel barunya yang terlihat jelas kekecilan.

"Sori, ya, lama. Tadi rumah lo di mana?" tanya Kala begitu naik ke atas motornya lagi.

"Di perumahan Kallyon," jawabku.

Ah, akhirnya aku bisa pulang. Besok aku tidak akan melakukan apa pun. Aku ingin tidur saja.

•••

Hello, it's Ageha Speaking!

Aku bawa cerpen dari 30 Days Writing Challenge. Tema hari ini kucing liar. Mungkin ceritanya agak gak jelas dan cringe (emang iya, soalnya gak tau mau nulis apa lagi😔). Semoga kalian terhibur dengan cerpen ini!!

Published on:
The 1st of June 2024

Storiette Where stories live. Discover now