6 - Membuka Hati

1.4K 152 5
                                    

Menurut kalian alurnya kecepatan, ya? Hehe.

.

.

.

Malam berlalu dalam satu kedipan mata. Tahu-tahu, Lingga terbangun di tengah kondisi aneh pagi itu.

"Anjir!"

Lingga bangun dengan sedikit terkejut, pun langsung mengambil posisi duduk di ranjang dalam kondisi kepala yang pusing. Ia memperhatikan sekitarnya, mengenali tempat yang begitu asing.

"Gue di mana?" gumamnya. "Jangan-jangan semalam gue mabuk lagi, terus berakhir dibawa pulang sama orang buat di-unboxing??? Anjir, lah, Linggaaa!"

Dengan kepala yang masih pusing, belum benar-benar sadar dari kantuk, Lingga berjalan cepat keluar dari kamar, hanya demi menemukan ruangan mewah dengan cahaya terang di mana-mana yang membuat matanya sakit. Dan ketika ia meringis dengan langkah mundur sempoyongan serta mata terpejam erat, sebuah suara memasuki pendengarannya.

"Kamu ngapain?"

Suara itu membuat Lingga memaksa diri untuk perlahan membuka mata, menemukan siluet tubuh seorang pria berbahu lebar di depannya. Akibat silau cahaya, Lingga belum bisa mengenali wajah sosok itu. Namun, ketika perlahan sinar meredup dan mengungkap wajah sosok pria itu, lengkap dengan aroma tubuh yang entah bagaimana terasa familier, Lingga pun tahu dengan siapa ia kini berhadapan.

Michael Hartanto.

Lingga menyentak napas terkejut, lengkap dengan mata membola. Kakinya melangkah semakin mundur, dan Michael yang menyadari langkah Lingga yang semakin sempoyongan dengan segera bergerak maju.

"Hati-hati!"

Namun, peringatan itu berakhir hanya menjadi titah yang sia-sia. Sebab tumit Lingga sudah lebih dulu membentur satu dari empat kaki meja rendah, membuat tubuhnya semakin hilang keseimbangan.

"Lingga!"

"AAAAA!"

Michael dengan sigap bergerak maju, melingkarkan sebelah tangannya ke punggung Lingga. Namun, gerak itu masih kalah cepat dengan jatuhnya tubuh Lingga ke permukaan sofa, menarik tubuh Michael bersamanya.

"Aduh!"

"Shit!"

Keduanya mengaduh ketika jatuh ke permukaan sofa, dengan posisi Michael yang menindih tubuh Lingga.

Untuk beberapa saat, keduanya diam dengan sepasang mata membola yang saling tatap, berusaha mengenali situasi. Ketika akhirnya sadar, Lingga dengan cepat menjerit dan berusaha menyingkirkan Michael dari atas tubuhnya. Tentu dengan adegan menampar muka dan memukul dada.

"AAAAA!!!"

"Aduh, aduh! Lingga!"

Michael buru-buru beranjak bangkit, begitu pula Lingga yang langsung mengambil posisi duduk.

"Kamu apa-apaan, sih? Kerasukan?"

Nada suara Michael yang meninggi, juga raut kesal yang terpasang di wajah pria itu, seakan menjadi sesuatu yang menyadarkan Lingga. Dengan segera, rasa histerisnya tersudahi, digantikan oleh raut kebingungan.

"P-Pak Michael?" cicit Lingga. "S-saya di mana?"

Michael menatap Lingga seolah lelaki itu benar-benar baru kerasukan.

"Di apartemen saya, lah. Nggak ingat semalam kamu diantar Oma Rosa ke sini?"

Kata-kata itu membuat Lingga mengkaji ulang ingatannya. Ketika akhirnya paham, ia menatap Michael dengan wajah yang memerah malu.

Fake It Until It Hurts [ Bahasa ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang