4 - Keputusan Bersama

1.4K 165 20
                                    

Update lagi, hehe ❤️

.

.

.

"Lingga bego! Bego, bego, bego!"

Lingga tiba di apartemennya, dengan cepat menutup dan mengunci pintu. Ia melepas sepatu dan jaket yang seakan membelenggunya dalam rasa sesak. Lingga panik. Apa yang terjadi beberapa saat lalu, melibatkan dirinya dan Michael, membuatnya tak sanggup berpikir baik.

Sambil meneguk minum, Lingga kembali memutar adegan dirinya yang melempar boks baju ke kepala Michael hingga pria itu tersungkur ke lantai. Lingga menurunkan botol minumnya, pun menggigiti kuku.

"Gimana kalau dia luka parah?" gumamnya sambil mondar-mandir. "Tapi, nggak mungkin, kan? Nggak mungkin orang bakal luka parah cuma gara-gara dilempar boks isi baju. Iya, nggak mungkin. Pasti semua bakal baik-baik aja."

Namun, kemungkinan harapan itu terlalu muskil. Sebab beberapa saat kemudian, ponselnya berdering dengan kontak sang ibu yang tertera pada layar. Lingga tidak ingin berpikir negatif, bahwa sang ibu menghubunginya sekarang sebagai buntut dari kejadian beberapa menit lalu di kantor Michael. Namun, sulit untuk yakin pada hal itu.

"Tenang, jangan panik," ucapnya, sebelum akhirnya menjawab panggilan dan menempelkan ponsel ke telinga.

"HERLINGGAAA!!! KAMU APAIN ANAK ORANG??? MICHAEL SEKARANG MASUK RUMAH SAKIT GARA-GARA KAMU!!!"

Lingga memejamkan mata, sedikit menjauhkan ponsel dari telinga demi meredam suara teriakan marah ibunya di seberang telepon, yang saat ini mengomel tentang ia yang mendapat panggilan mendadak dari Michael di tengah acara arisan, hanya untuk mendapat laporan bahwa sang putra membuat ulah.

"MINTA MAAF KAMU SAMA MICHAEL SEKARANG! JANGAN SAMPAI MAMA YANG KE SANA BUAT NYERET KAMU KE RUMAH SAKIT! JANGAN SAMPAI KELUARGA KITA KENA TUNTUT! NGERTI, KAMU?!"

Sebelum Lingga sanggup membeberkan pembelaan apa pun, panggilan telah lebih dulu terputus, meninggalkan Lingga yang menghela napas berat. Tak lama setelah itu, sebuah pesan masuk ke ponselnya. Pesan dari Michael, berisi sebaris ancaman: 'Kulaporin Oma kau!' Lengkap dengan potret dirinya dengan kepala diperban.

Lingga mendengus, tidak menyangka Michael akan sekekanakan ini.

Maaf, Pak. Tadi saya nggak sengaja 🙏🏻

Nggak sengaja tapi, kok, ngelemparnya keras banget kayak punya dendam? Lihat, nih, kepala saya sampai diperban begini. Padahal saya ada meeting satu jam lagi.

Ya, habisnya Bapak bikin saya kesel. Bapak maksa-maksa, padahal udah tau saya nggak mau.

Kenapa, sih, kamu nggak mau nerima lamaran saya?

Karena nikah nggak segampang itu, Pak! Saya nggak kenal Bapak, Bapak juga nggak kenal saya!

Ya sudah. Kalau gitu, ayo kita kenalan.

Lingga menatap pesan terakhir Michael dengan tampang tak percaya, setidaknya sampai sebuah panggilan masuk ke ponselnya. Panggilan dari Michael. Lingga menghela napas, pun menjawab panggilan itu.

"Haloㅡ"

"Nggak mau datang jenguk saya?"

Lingga kembali menghela napas, pun balas bertanya. "Bapak di rumah sakit mana?" Setelah mendapat alamat rumah sakitnya, Lingga mengangguk. "Ya sudah, nanti saya ke sana."

Fake It Until It Hurts [ Bahasa ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang