1 - Awal Mula

3.1K 273 31
                                    

Terima kasih banyak untuk respons yang bagus di bagian PROLOG 🥰 Selamat membaca Bab 1-nya, ya. Semoga kalian suka! ❤️

.

.

.

Jangan lupa vote dan komennya, teman-teman. Dan follow akun Wattpad-ku buat yang belum follow, ya! ❤️

.

.

.

Satu Minggu Sebelumnya

Lingga menyilangkan jari, berharap bisa makan siang hari ini.

Kesibukan dan gaya hidup serba cepat telah menjadi makanan Lingga sehari-hari, terlebih apabila ia mengabdikan diri pada sebuah perusahaan pangan anakan salah satu grup perusahaan besar di Indonesia. Macet Jakarta dan sesaknya ibu kota tidak ada apa-apanya dengan pengap dan sesak yang harus Lingga rasakan setiap hari di lingkungan tempat kerjanya.

"Lingga, lo udah terima laporan produk dari tim produksi, kan?" tanya Rere, atasan Lingga.

Lingga yang masih mendekap tumpukan berkas di dadanya, baru kembali dari sesaknya bilik lift, menganggukkan kepala dengan keringat yang melembapkan punggungnya.

"Udah, Mbak. Ini mau saya review dulu sebelum dibahas sama yang lain."

"Oke. Lo kabarin gue tentang apa pun itu, ya. Gue harus tahu lebih dulu, jangan langsung ngomong ke Pak Seno kayak kemarin. Guenya yang malu."

Lingga mengangguk patuh. "Oke, Mbak."

Sepeninggal Rere, Lingga mengembuskan napas hingga kedua pipinya menggembung, pun menjatuhkan bokongnya ke kursi kerja, berikut meletakkan tumpukan berkas ke atas meja. Istirahat selama lima detik sudah cukup memuaskan, sebelum akhirnya Lingga mengalihkan fokus sepenuhnya pada berkas-berkas di atas meja. Ia harus meninjau laporan-laporan produk sebelum waktu makan siang usai.


*

Lingga percaya, yang bisa setia kepadanya hanyalah roti isi selai mentega manis yang kini menjadi santap siangnya.

Dengan sebelah tangan memegang roti, sebelah tangannya yang lain membalik halaman berkas yang tumpukannya telah menipis. Sesekali tangannya yang memegang roti akan bergerak naik, mencegah kacamata meluncur dari tulang hidungnya.

Tidak sebagaimana yang lain, Lingga harus menjadi bagian dari lima orang yang tidak meninggalkan cubicle siang itu. Pekerjaan yang terlampau banyak untuk ia selesaikan dalam waktu singkat adalah penyebabnya. Beruntung, roti isi mentega manis bisa menemani ia dan monster dalam perutnya, tidak sebagaimana Ren yang malah pamer dengan mengirim foto menu makan siang kafetaria hari ini ke ruang obrolan pribadi mereka.

'Terkutuklah orang-orang yang menari di atas penderitaan orang lain.'

'Untungnya gue kagak nari, tapi ketawa. Hahaha!'

'Kampret!'

Lingga geleng-geleng kepala, meletakkan ponsel ke atas meja sebelum kembali menangani berkasnya. Dan beruntung, sebelum waktu makan siang, tugasnya selesai. Saatnya ia yang membuat laporan kepada Rere. Dan Lingga berharap, atasannya itu berada dalam suasana hati yang baik usai makan siang.

Sayangnya, apalah manusia selain tempatnya salah. Harapan Lingga berakhir dengan kesia-siaan ketika Rere kembali ke ruang kerja bahkan sebelum waktu makan siang benar-benar berakhir. Dan wanita kepala tiga berkacamata runcing itu menatap Lingga dengan galak.

Fake It Until It Hurts [ Bahasa ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang