Prolog

3.4K 273 16
                                    

Herlingga Danurendra mengaku berdosa!

Semua mata dipersilakan menghujatnya, ia tidak akan menghindar atau mengusahakan pembelaan.

Sejak kecil, Lingga memang gemar melakukan kesalahan. Dari mencuri koleksi kelereng langka teman sebangkunya, hingga sering mengecewakan orang lain begitu ia beranjak dewasa.

Tak terhitung berapa kali Lingga melakukan kesalahan sepanjang petualangannya menjadi manusia, tetapi tak ada yang pernah mengalahkan kesalahan yang terjadi padanya saat ini.

Dengan tangan bergetar, Lingga meraih ponsel yang entah bagaimana bisa tergeletak di lantai, di balik kubangan kain yang terlempar secara sembarangan dan serampangan, mengotori permukaan marmer dengan cara yang membuat perut Lingga mual hingga tidak sanggup memikirkan apa yang sempat terjadi sebelumnya.

Hanya satu nama yang sempat melintas di benak yang Lingga usahakan tetap waras, tak goyah disapu pahit miras. Bukan ibunya, bukan pula ayahnya, dan tentu juga bukan nama ketiga adiknya yang akan ia kecewakan dengan fakta ini. Melainkan sosok yang tidak peduli sekaligus sangat peduli kepadanya di saat bersamaan: Ren.

"Ren?" bibir kering Lingga berucap pelan. Kepalanya menoleh ke belakang, ke arah seonggok manusiaㅡjenis kelaminnya jelas laki-laki, dinilai dari batang yang terkulai lembek di atas perutㅡyang masih tidak sadarkan diri di atas ranjang.

"Kenapa, Ling?" suara Ren terdengar serak dan malas. Lingga berhasil membangunkannya dari sesi tidur panjang di akhir pekan, sesi langka bagi mereka para budak perusahaan.

Lingga menarik napas yang terdengar bergetar. Sebelah tangannya menekan kepala, sedang tubuhnya yang tak terbalut benang habis dililit dinginnya udara.

"Mati gue, Ren."

Kalimat putus asa Lingga membuahkan seruan terkejut dari seberang.

"Lo kenapa, Ling?!"

Lingga meneguk saliva, mengungkap segalanya dengan beragam desah ampun yang benaknya jeritkan kepada semesta.

"Gue kayaknya habis di-unboxing, Ren."

Herlingga Danurendra sudah banyak melakukan kesalahan, tetapi baru kali ini Ren mengumpatinya tulus dari hati:

"Babi ngentot! Lo mabuk lagi?! Siapa yang perkosa lo, hah?!"

Lingga awalnya tidak tahu, tetapi begitu ia menunduk, kakinya menendang sebuah benda kecil berbahan kuningan. Benda itu memuat sebuah lambang perusahaan yang Lingga kenali betul, juga sebuah nama yang membuat dirinya berharap bisa musnah saat itu juga.

"Michael Wijaya Hartanto."

"Hah?!"

"Ren, mati gue, Ren! Gue tidur sama anak presiden direktur perusahaan pusat!"

Dan di tengah kekalutan itu, pintu kamar mewah itu terbuka, menampilkan wujud seorang wanita tua yang senyumnya seketika berubah menjadi jerit horor saat mendapati wujud telanjang Lingga dan Michael di sana.

Sambil berusaha menutup area privatnya, Herlingga Danurendra menyadari segala kesalahan yang telah ia lakukan, dan semua itu membuatnya ingin cepat-cepat bertemu Tuhan.

Sebab kesalahan kali ini terlalu mengada-ada, sampai-sampai ia menyetujui umpatan Ren untuknya.

Habis sudah.[]

Fake It Until It Hurts [ Bahasa ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang