21 - Shankara dan Gulungan Takdir yang Kembali Membuka

1.1K 104 12
                                    

ENAM TAHUN KEMUDIAN

"Shankara ... Shankara anak Papa ... Bangun, waktunya sekolah, Nak."

Lingga tersenyum saat melihat kelopak mata bocah laki-laki berusia lima tahun itu bergerak terbuka. Jempolnya bergerak mengusap pipi gembil sang putra.

"Selamat pagi, Sayang."

Bocah bernama Shankara itu tersenyum lemas dengan mata berkedip-kedip. "Pagi, Papa Ling," balasnya serak.

Lingga terkekeh gemas. "Bangun, yuk. Papa bantuin Shankara siap-siap ke sekolah. Mau, nggak?"

Mendengar itu, mata sayu Shankara seketika berbinar. "Mau!" ucapnya, pun bangkit dari ranjang. "Ayo, Pa. Shankara mau main perosotan lagi."

Lingga tertawa. "Iya, iya."

*

"Ingat pesan Papa, Shankara belajar yang rajin, main yang baik sama teman-teman, dan dengarkan kata Bu Guru, ya?" pesan Lingga sambil merapikan seragam Taman Kanak-Kanak yang melekat di badan sang putra, tepat sebelum ia melepas Shankara memasuki gerbang sekolahnya.

Shankara mengangguk paham.

"Oh, iya. Shankara juga jangan main sampai keluar gerbang sekolah, jangan ngomong sama orang asing, dan nanti kalau sudah pulang sekolah, Shankara tunggu Papa di dalam gedung sama Bu Guru sampai Papa datang, ya?"

Shankara memanyunkan bibirnya yang tebal seperti milik Lingga. "Papa Ling banyak maunya," keluhnya, membuat Lingga tertawa sambil mencubit pelan pipi merah sang putra.

"Oke, oke, Papa Ling nggak ngomong lagi. Shankara masuk ke sekolah, gih."

Dengan itu, Shankara tersenyum. "See you, Papa Ling!" ujarnya, mengecup pipi sang papa sebelum akhirnya berlari memasuki gerbang sekolah.

"Hati-hati, Shankara!" seru Lingga, melambaikan tangannya. Saat tatap matanya bertemu dengan salah seorang guru, ia tersenyum dan mengangguk sopan.

"Titip Shankara ya, Bu," ucapnya ramah.

Sang guru tersenyum. "Iya, Pak Lingga."

Begitu memastikan bahwa Shankara sudah masuk ke sekolahnya, Lingga pun kembali memasuki mobil dan mengendarainya menuju tempat kerjanya.

Setelah enam tahun lalu meninggalkan Jakarta, Lingga memiliki kehidupannya kembali begitu memutuskan untuk pindah ke Lombok. Satu bulan setelah kepergiannya, Lingga tahu bahwa keluarga Hartanto tengah kalang kabut mencarinya. Namun, ia punya keluarga dan teman-teman yang berhasil menyembunyikan keberadaannya. Terlebih ketika Lingga tidak bisa terus menyibukkan diri untuk terus memikirkan cara supaya Michael tidak bisa menemukannya, sebab kala itu ia menyadari dirinya tengah mengandung anak Michael.

Itu adalah situasi yang payah, tentu saja. Lingga memutuskan untuk lari dari Michael, menghilang dari kehidupan pria itu supaya ia tidak perlu melihat atau mengingatnya lagi. Sebab, Lingga akan kerap merasa sakit hati. Namun, Semesta malah menitipkan sesosok manusia mungil di dalam kandungannya, seolah menandakan mau sejauh apa pun Lingga berlari, ia tidak akan pernah bisa bersembunyi dari apa yang menjadi takdirnya.

Pada akhirnya, Lingga memilih untuk menerima kondisi itu dengan lapang dada. Setelah beberapa bulan, keluarga Hartanto pun berhenti dan memutuskan untuk menyerah mencari Lingga. Dan kemudian, dari mulut Ari, Lingga tahu bahwa Sekar-lah yang meminta mereka untuk berhenti. Tanpa Lingga duga, sang ibu bertengkar dengan keluarga Hartanto tanpa takut apa pun. Semua wanita itu lakukan demi memberi kehidupan yang lebih damai untuk Lingga dan juga calon bayinya. Oma Rosa menjadi yang pertama menyerah, pun meminta seluruh keluarganya untuk tak lagi mengganggu Lingga dan menghargai keputusannya.

Fake It Until It Hurts [ Bahasa ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang