Secara tiba-tiba, aku tertarik untuk melakukan penawaran kepada Mas Ndaru dan mengajaknya supaya setuju. Negoisasi dengannya bisa disebut susah-susah gampang. Sampai sekarangpun aku masih tak paham kenapa ide gila seperti itu muncul dipikiranku.
"Mas Ndaru, boleh kita bicara bentar?"
Dengan penuh keyakinan, aku menghampirinya. Sempat ku lihat raut muka kebingungan darinya sebelum ia mengangguk dan mempersilakan diriku untuk membuka percakapan.
Hal pertama yang paling kutekankan dalam sesi ajakan pertama kali ini ialah bahwa aku harus tampak meyakinkan dihadapannya. Beberapa contoh kalimat bernada persuasi juga sudah kupersiapkan dan kupelajari dihari sebelumnya.
"Mas Ndaru lagi selo, nggak?" tanyaku pelan-pelan. "Maksudku jomblo or single."
Lelaki dihadapanku itu hanya mengedipkan mata tanpa segera memberiku jawaban. Barangkali masih mencoba mencerna apakah ia tidak salah mendengar. Tanpa perlu menunggu, sepertinya aku harus memperjelas niatku kali ini.
"Kalo Mas Ndaru lagi jomblo dan ada rencana buat menjalin hubungan, aku ada tawaran menarik Mas. Gimana?"
Mas Ndaru masih diam, atau mungkin aku harus lanjut ngomong lagi ya?
Tak ada tanggapan darinya. Kuputuskan untuk mengubah strategi baru agar lebih meyakinkan. Sebenarnya yang tak kalah penting ialah menyiapkan mental. Respon darinya hanya diam, sangat berbeda dengan apa yang kuperkirakan.
Sebelum ini aku telah menyiapkan diri dengan kemungkinan yang bakal aku dapatkan, entah persetujuan atau penolakan. Jika setuju maka misiku berhasil, namun jika sebaliknya maka aku gagal. Tapi nyatanya, Mas Ndaru hanya diam. Atau justru sebenarnya ia tak mau menggubris niatku? Jika memang begitu, kok aku jadi kesal ya.
Tapi bukan Lintang jika menyerah begitu saja. Aku harus kembali mencoba, perkara diterima atau tidak, setidaknya aku dapat jawaban darinya.
"Kamu pernah nawarin hal itu ke lelaki lain juga nggak?" tanya Mas Ndaru dilain kesempatan, diwaktu yang aku sendiri lupa tepatnya kapan.
Aku menggeleng, jawaban cepat tanpa pikir panjang. "Nggak."
"Kenapa ke aku?"
Kuat-kuat ku tahan diri untuk tidak tertawa, bahkan rasanya susah sekali menahan mulut agar tidak menekukkan garis senyum. Melihat gurat penasaran dari wajahnya seakan memintaku untuk segera memberikan penjelasan.
Kalau dipikir-pikir, iya juga. Kenapa, ya?
Desember awal, 2023.
