Gosip

7 0 0
                                    

Kabar tentang hubunganku dengan Mas Ndaru mulai terendus beberapa waktu kemudian. Harusnya sih, aku menduga bahwa orang-orang sudah tahu sejak awal. Hanya saja mereka mulai membicarakannya secara terang-terangan akhir-akhir ini, di depanku lagi.

Seolah publik figure, mendadak aku diserbu wartawan dari berbagai media. Aku melakukan interview setiap kali bertemu atau mendapat momen pas bagi mereka untuk mendengar klarifikasi secara langsung dariku.

Untung saja aku sudah mewanti-wanti untuk perkara yang satu ini. Sehari sejak mas Ndaru setuju alias kami resmi berpacaran, aku mengajaknya untuk mendiskusikan hal ini. Apalagi alasannya selain untuk menyamakan persepsi agar satu cerita yang sama.

"Mas, gimana kalo kit-"

"Apa tadi? Coba ulangi."

Aku menghela napas mendengarnya. Terhitung sudah lima kali momen seperti ini terulang kembali, ketika aku kelepasan lupa sebutan panggilan untuknya. Mohon maaf mas, namanya juga masih awal.

Rasanya aneh untuk melafalkan panggilan tersebut. Lidah terasa kelu, ini serius. Awalnya aku hanya iseng menawarkan satu panggilan kepadanya, tapi tiba-tiba bercandaan dariku itu dianggap serius. Jadilah seperti sekarang ini, ibarat kemakan omongan sendiri.

"Y-y-yang." Mataku tertutup rapat merasakan kegelian yang ntah kenapa terasa menyebar ke sekujur tubuh. Rasanya pengin teriak sekencang mungkin.

"Bisa diganti aja nggak, panggilan lain gitu. Ya?" Sumpah, aku nggak bisa.

"Misal?"

Sebuah kesempatan baru, kali ini jangan sampai asal memberi pilihan. Tapi kalau dipikir ulang, aku justru makin kebingungan mencari jawaban. Kira-kira panggilan apa yang cocok untuk lelaki di depanku ini. Nihil.

"Kenapa nggak mau dipanggil Mas? Bukannya udah umum, ya. Sepupuku manggil suaminya pake mas, ibuku ke bapakku juga pake mas." Aku boleh protes, kan?

"Itukan buat suami."

Ha, maksudnya? Oh astaga, oke I see. Kenapa aku jadi malu, ya.

"Temenku manggil pacarnya pake mas, tuh."

Mas Ndaru terlihat menjeda percakapan kami, ia tak langsung menyahut. Entahlah apa yang sedang ia pikirkan, mengalah untukku atau justru masih ngga mau kalah dariku? Oh ayolah, perkara panggilan aja harus seribet ini. Why gituloh, Mas Ndaru?

"Oke." Ia menganggukkan kepala, seakan mengibarkan bendera putih, Mas Ndaru akhirnya mengalahkan diri. "Tapi kalo cuma kita berdua doang, panggil aku pake sebutan yang sebelumnya. Bukannya kamu ya, yang kemaren kasi opsi ke aku?"

Jadi begitulah saudara-saudara sekalian, Mas Ndaru tetep kekeuh. Baik mari kita akhiri saja persoalan ini, sebab jika terus diladeni, hal yang sebenarnya ingin kudiskusikan sejak awal tadi bisa-bisa justru malah terlupakan.

"Mas Nd-" Kuat-kuat aku menahan kelu. "Kalo nanti ada yang tanya gimana kita bisa pacaran, kira-kira jawab gimana yang?"

"Ya jawab aja apa adanya. Kenapa emang?"

"Maksudku, kita kan menjalin hubungan ini nggak kayak orang biasanya gimana. Kalo ntar aku jawab apa adanya trus mereka ga percaya gimana?"

"Kamu ngajak aku pacaran dan aku setuju. Siapa yang nggak bakal percaya?"

Enteng banget sumpah ngomongnya, ya. Ini kalo bisa dikarungin, langsung aku tendang jauh-jauh.

"Iya sih, tapi nggak gitu juga kan. Masa cewek yang nembak cowok duluan, sih. Aku nembak kamu gitu?"

"Terus kamu mau yang kaya gimana huh?"

Aku tersenyum lebar. Kalau saja pertanyaanmu barusan keluar dari tadi pasti kita nggak bakal bertele-tele kaya gini, ya Mas Ndaru.

"Hmmm. Kita kan awalnya cuma kenalan biasa, karena lama kelamaan ngobrol akrab akhirnya kita sama-sama mulai ada kenyamanan satu sama lain. Kamu nawarin buat ngajak punya ikatan hubungan dan aku setuju. Kalo kaya gitu, gimana. Kan kemaren itungannya kita ngobrol-ngobrol dulu juga."

Satu detik, lima detik, ntah berapa detik selanjutnya. Saking lamanya nyampe aku kebingungan harus bagaimana karena menunggu respon Mas Ndaru. Sampai kapan kami cuma liat-liatan kaya gini?

"Iya, sayang."

YES!

Eh wait. Kok wajahku rasanya agak panas gitu, ya.



Desember awal, 2023.






Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 09, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Janji LintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang