Bagian 3

0 0 0
                                    

Loka sedang rebahan di kasur sambil menonton film di leptopnya. Ada juga wajah si bayi beruang disisi kiri layar leptopnya, yang sedang serius menonton film. Ya, mereka sedang nobar alias nonton bareng. Film superhero yang sangat disukai Raja. Sudah dibilang Raja itu imut, bahkan hal sekecil film saja dia imut.

Cuma kalau di tanya superhero apa yang paling dia suka, jawabannya ga ada. Iya, ga ada. Dia suka bagian penghancuran bumi saja. Aneh memang. Dia bilang dia suka saat superhero menyelamatkan bumi tapi dalam prosesnya ada gedung, jalan, dan lain-lainnya malah ikut hancur. Itu lucu untuknya. Mereka bilang ingin menyelamatkan, tapi mereka juga yang malah menghancurkan.

Tapi..mau bagaimana lagi? Untuk menyelamatkan hal besar butuh beberapa pengorbanan kan?.

Saat sedang larut-larutnya menonton film ponsel Loka berdering pelan. Loka melirik Raja yang masih serius menonton. Bergerak pelan menuju balkon sambil tangannya mengangkat telfon.

Itu Naira.

Loka sudah menunggu kabarnya sejak tadi. Naira ada masalah cukup serius dengan keluarganya. Ayah dan Ibunya bercerai, yang paling buruk tidak ada di antara mereka yang ingin mengambil hak asuhnya. Ditambah Ayah dan Ibunya sama-sama anak tunggal yang tidak memiliki saudara membuat Naira sebatang kara. Dia hanya tinggal bergantung hidup ke Nenek dari pihak ayahnya yang masih hidup dan sekarang ada masalah dengan Ibunya. Ibunya bilang dia akan mengambil hak asuh atas Naira tapi terakhir kali yang Loka dengar Ibunya mengambil hak asuh karna calon suaminya ternyata tidak bisa memiliki anak. Entah itu karma atau bukan.

Singkatnya Naira diinginkan karna dia dibutuhkan. Bukan karna mereka adalah orang tuanya.

Bagaimana bisa mereka menyebut diri mereka orang tua?.

"Halo, Nai. Gimana?" Loka membuka obrolan.

Terdengar keheningan yang cukup lama sebelum suara Naira terdengar.

"Loka."

Dahi Loka Mengernyit dalam saat mendengar suara tertahan Naira saat memanggilnya.

"Jangan sampe buat gue marah. Kasih tau gue sekarang kenapa?."

Terdengar suara isakan diseberang sana.

"Nai! Kasih tau gue sekarang lo ada dimana?!" Loka berjalan panik ke arah lemari untuk mengambil jaket.

Sekarang terdengar suara tetawa kecil dari seberang telepon. "Gue bercanda kali, Ka!."

Bahu Loka meluruh dengan sendirinya mendengar tawa Naira. Itu membuatnya sedikit tenang.

"Bisa ga. Ga usah jadi ga jelas?! Lo buat gue panik babi!"

Tawa disebarang sana semakin lepas. "Gimana bisa gue nyia-nyiain kepanikan lo? Itu lucu tau."

"Ga ada yang lucu!."

"Lo tau, Ka? Cuma lo sama Nenek yang gue punya. Keluarga gue ancur. Gue susah buat bangun sekarang."

"Iya, tetep pikirin itu. Gue selalu ada buat lo. Jadi jangan mikirin apapun kecuali tugas kelompok lo yang harus selesaiin besok."

Terdengar suara tawa lagi dari seberang sana. "Bener juga. Gue masih punya tugas ya? Tata bisa marah ni sama gue karna ga selesai."

"Ya mangkanya diselesaiin, dongo. Lo malah nelpon gue ga jelas!"

Terdengar suara tawa lagi sampai suara tawa itu berhenti digantikan keheningan sesaat.

"Ka, Mama cabut lagi hak asuh gue. Katanya calon suaminya ternyata ga mandul."

Henti jantung Loka terasa berhenti sesaat.

Loka membuka mulutnya tapi tak ada kata-kata yang keluar disana.

"Gapapa-gapapa. Lo tau kan gue punya lo sama Nenek. Ada ataupun ga ada kehadiran orang tua dihidup gue itu ga berpengaruh apapun."

"Ya. Lo masih punya gue."

Naira tersenyum disebarang sana meskipun Loka tak bisa melihatnya.

"Lo tau? Ini yang gue suka dari lo. Gue juga tau si bayi beruang lo itu mesti jatuh hati karna salah satu sifat lo yang ini juga. Lo ga ngasih kata penghiburan apapun, tapi kata-kata lo yang bilang selalu disamping gue itu udah sangat cukup untuk gue bertahan. Makasih Loka."

"Dimana lo sekarang?."

Terdengar suara tawa lagi. Naira terlalu banyak tertawa di atas penderitaan yang Loka tau itu akan sangat-sangat menyakitkan hanya untuk tetap berdiri tegak di keesokan paginya.

"Enggak. Ga perlu ketempat gue. Gue cuma mau bilang masalah gue, karna lo sahabat gue. Gue lagi sama Nenek sekarang. Bahu lo bakal gue terima lain kali aja. Sekarang Nenek lebih butuh gue. Aneh deh, gue yang ga diterima dia yang nangis. Heran gue."

"Lo selalu diterima dimanapun Nai. Kalaupun ada yang ga nerima, salahnya bukan di lo, tapi di mereka."

"Ya, gue tau. Udah ya Ka. Nenek manggil ni. Dadah!." Sapanya riang.

"See you tomorrow, lo harus tidur cepet biar besok pagi Tata bisa marahin lo abis-abisan." Naira tertawa sampai akhirnya panggilan berakhir.

Loka menatap ponselnya yang sudah mati cukup lama.

"Udah telponnya?" Suara Raja mengintrupsi dari arah leptopnya.

Betul juga! Dia lupa masih ada mahluk ngambekan itu di leptopnya.

"Apa?" Tanya Loka yang disambut wajah masam dari Raja disebrang sana.

"Aku mulai kesel ya, kok rasanya kamu malah lebih deket ke Naira sih?! Kan yang pacar kamu, aku!" Loka menolehkan kepalanya kesamping lalu memutar bola matanya malas. Iya, kesamping. Kalau sampai bayi beruang itu melihat akan jadi panjang urusannya.

"Rajaaa, Naira itu sahabat aku ya sayang. Masa iya kamu cemburu sama Naira?" Loka mencoba menjelaskan dengan selembut mungkin.

"Naira bukan penyuka sesama jenis kan?"

"Raja!"

"KAMU NGEBENTAK AKU?!"

Loka menekan batang hidungnya pusing. "Sayang, enggak. Dia bukan. Kamu harus tau porsi kamu, okay?. Naira itu sahabat aku, sedangkan kamu itu pacar aku. Sayangnya aku ke kamu jelas beda sama ke Naira okay?."

"Lebih besar ke aku kan?" Raja berkata dengan memaksa.

"Iya sayang iyaaa, kamu sayang aku seduania, segalaksi, seapalah yang paling kamu pengen." Loka angkat tangan. Dia menyerah dan hanya mengiyakan ucapan Raja daripada bayi itu ngereog ga jelas lagi.

Raja terlihat cengengesan dan puas diseberang sana.

"Udah, tidur ya?" Loka meliat Raja dengan mata sayu sambil beberapa kali menguap.

"Iya, tapi jangan di matiin. Kita ganti ke hp aja gimana, vc? Aku mau liat kamu tidur."

Loka mengernyitkan dahinya bingung, sumpah ini hal paling ga jelas yang selalu Raja minta. Ngapain dia ngeliatin Loka tidur coba?.

Tapi karna Loka mengantuk dia hanya okay-okay saja, dari pada panjang urusannyakan?.

Saat sudah berganti ke ponsel, Loka menyamankan posisinya untuk tidur. Terdengar sayup Raja mengucapkan selamat tidur, tapi Loka tidak menyahut. Matanya sungguhan sudah mengantuk parah dan tak lama Loka pun terlelap.

***

Pencuri PeranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang