14. Saingan

73 16 24
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Masih dengan mata sembab, Candra sedikit menguap menunggu Cinta keluar dari minimarket 24 jam. Ini masih pukul 6 pagi dan ia sangat mengantuk karena baru tidur pukul 4 tadi.

Salahkan rasa gugupnya yang takut jika semua materi untuk debat nanti tidak masuk ke otak. Lingkaran hitam di bawah matanya yang kentara membuat Cinta memutuskan untuk membeli kopi instan dalam botol. Entah hasilnya bisa menahan atau tidak, mereka perlu mencoba. Pasalnya Cinta sendiri selalu sedia kopi hitam yang ia beli dari kafenya. Kadar kafeinnya tentu berbeda dengan kopi botolan di minimarket.

"Nih minum." Cinta menyuguhkan botol kopi yang sudah dibuka oleh gadis itu.

Dengan anggukan patuh, Candra menerima dan meminumnya.

"Habisin langsung, itu cuma dikit," suruh Cinta.

Candra meminumnya dalam dua tuangan dan pada tuangan terakhir kopi itu sedikit keluar dari bibirnya. Ia berniat mengusapnya, tetapi berubah kaku ketika jari lembut dan ramping Cinta lebih dulu membersihkan.

"Sampai tumpah-tumpah, pelan-pelan aja," kekeh Cinta sembari tersenyum.

Gadis itu tidak tahu jika kini rahang Candra sangat kaku karena seperti tersengat listrik. Memicu jantung pemuda itu berdebar sangat cepat. Apalagi ketika Cinta menaikkan alis seolah menanyakan ekspresinya, buru-buru ia memalingkan wajah. Menyembunyikan senyuman tipis yang kemudian ia usap kasar dengan tangan agar gadis itu tak menyadari.

"Udah gak ngantuk, Can?" tanya Cinta memastikan.

Jangan ditanya, diri Candra sangat segar. Ia mengangguk cepat. Lalu menyuruh Cinta untuk duduk di jok belakang sepeda motor. Mobilnya sedang dipakai oleh sang mama sehingga Candra memakai motor matiknya. Untungnya tempat perlombaan tidak jauh, ada di dekat alun-alun, tepatnya di belakang pendopo.

Sekitar lima belas menit, mereka sampai. Cinta mencoba melepas pengaman helm, tetapi benda kotak itu seperti tersangkut dan menarik perhatian Candra. Tanpa kata pemuda itu menarik tangan Cinta mendekat padanya, lalu membantu melepas pengaman dan helm.

"Makasih."

Pemuda itu mengangguk. Mungkin bagi Candra, bantuan tadi adalah sebuah tindakan biasa. Namun, lain halnya dengan Cinta yang berusaha menetralkan raut wajahnya agar tak berubah. Gadis itu membalik badan, tersenyum salah tingkah seraya melangkah maju meninggalkan Candra yang kini mengikuti.

Di tempat registrasi, Candra dan Cinta mengisi daftar hadir dengan menulis nama dan asal universitas. Ketika Candra sibuk menulis namanya, telinganya menangkap sebuah suara yang memanggil Cinta.

"Cinta!"

Tangan Candra berhenti menggores kertas, kepalanya menoleh, mantap tajam sosok pemuda yang kini tersenyum mendekati gadis di sampingnya.

"Ardi!" Suara Cinta tak kalah antusias menyambut sapaan pemuda itu.

Mengundang sebuah rasa yang bergejolak penuh ketika keduanya bersalaman dan melakukan sebuah tos sandi, yang hanya diketahui oleh mereka berdua.

Shooting Star | Chenle [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang