Brianna menyunggingkan senyum sopan ke arah Putri Galadina dan Tania. 'Pesta' yang sesungguhnya baru akan dimulai.
Berbeda saat Brianna memasuki area pesta, reaksi mereka begitu hangat ketika melihat Tania. Terutama Vulcan ras merah. "Nona Tania, bergabunglah di meja kami."
"Maaf, Nona Delvina. Saya harus memperkenalkan Tuan Putri pada calon Lady Vulcan kita."
Sesuai dugaan, Tania langsung mendekati target. "Evenette, bolehkah saya duduk bersama Anda?" ijinnya, memamerkan mantel bulu serigala putih yang merupakan hewan yang dilindungi Gletser.
"Justru saya yang seharusnya meminta ijin untuk duduk semeja dengan Putri." Brianna turut memberi salam hormat kepada sang Putri seperti yang lain. Mana mungkin dia menolak permintaan kecil mantan tunangan Bjorn di depan umum. Apalagi gadis itu sedang mengajak tamu kehormatan Vulcan.
Sejak pembukaan Turnamen Api, Brianna menyadari Tania menunjukkan sikap permusuhan padanya. Wajar saja, dia pasti kesal karena posisinya sebagai calon istri Bjorn tiba-tiba direnggut oleh putri dari bangsa musuh yang seharusnya dihukum mati.
Sekarang Tania mungkin sedang merencanakan sesuatu. Terbukti dari tindakannya yang sengaja mempertemukan Brianna dengan Putri Galadina. Padahal semua orang di sana tahu, Putri Galadina merupakan calon istri Balder seandainya pria itu masih hidup.
Apa Nona Tania bermaksud menyulut api antara aku dan Putri?
"Lord Deimos memberi tugas kehormatan pada saya untuk menemani Tuan Putri," pamer Tania, bermaksud menegaskan bahwa sang penguasa Vulcan pun lebih mempercayainya ketimbang Brianna.
"Itu karena kebetulan aku berpapasan dengan Nona Wisterlize," koreksi Putri Galadina. "Evenette Brianna, Anda mengalami kejadian mengerikan saat pembukaan turnamen. Bagaimana kondisi Anda sekarang?"
"Terima kasih atas perhatian Anda, Putri. Seperti yang Anda lihat, saya baik-baik saja." Brianna menahan bibirnya terus tersenyum sopan. Jujur saja, dia gugup. Putri cantik berambut pirang itu tidak menunjukkan kesan apapun. Ketenangan dan keanggunannya tampak natural sampai Brianna tak dapat menebak isi hatinya.
"Astaga, dia bisa bicara tanpa rasa bersalah padahal Tuan Putri kehilangan calon suami gara-gara ayahnya." Bisik-bisik tak mengenakkan lagi-lagi terdengar dari meja lain.
"Cukup." Putri Galadina menginterupsi bisikan negatif mereka. "Apa kalian tidak malu? Merundung satu orang secara bersama-sama seperti pengecut."
Semuanya terbungkam. Begitu pula Brianna. Apakah Putri Galadina sedang mencoba membantunya? Tidak, itu pasti hanya perasaannya saja. Mana mungkin beliau memihak putri dari seorang pembunuh yang menghilangkan nyawa calon suaminya?
Tania tiba-tiba memecah keheningan dengan tawa kecil. "Maafkan teman-teman saya, Tuan Putri. Mereka masih sensitif jika menyangkut mendiang Master Balder. Tapi tentu saja saya akan menegur Nona Delvina dan yang lainnya nanti. Lagi pula," seringaian Tania beralih ke Brianna, "Evenette sudah pasti memaafkan mereka, 'kan?"
Sungguh berani. Dari pertanyaan Tania saja sudah mengartikan bahwa dia melarang orang-orangnya meminta maaf. Brianna hanya tersenyum tipis sebagai jawaban.
"Aku datang kemari untuk mempererat pertemanan, bukan melihat kalian berdebat. Sekali lagi aku mendengar kejadian serupa, lebih baik aku pergi dari pesta ini," tegas sang Putri.
"Baik, Tuan Putri. Tolong maklumi sikap kami yang kekanakan ini. Seperti kata Nona Tania, kami hanya terpukul atas kematian Master Balder!"
Lagi-lagi mereka mengatasnamakan orang yang sudah tiada demi menutupi kesalahan mereka. Sungguh menyedihkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Bride's Deepest Hurt (TAMAT)
FantasíaFANTASY-ROMANCE Brianna Gletser, sang putri yang lemah lembut, ditetapkan sebagai tawanan begitu bangsanya kalah perang. Tidak ada yang tersisa darinya selain paras yang memikat para kaum adam. Sementara itu, Bjorn Vulcan, putra dari penguasa musuh...