XXII - SENYUM PARA PERUNDUNG LENYAP SEKETIKA

4.8K 532 9
                                    

Tania menyilangkan kaki di depan Brianna dengan angkuh dan percaya diri. "Meskipun pertunangan kami batal, Bjorn sudah berjanji akan tetap menikahi saya, Evenette."

Terpancing, Delvina dan pengikut Tania yang lain pun mempertanyakan ucapan Tania. "Benarkah itu, Nona?!"

"Benar, Nona Delvina." Tania meyakinkan. "Dalam diri Evenette mengalir darah seorang pembunuh. Gelar 'Evenette' itu, hanya sekedar nama saja."

"Benar juga. Tidak ada laki-laki yang tidak jatuh cinta pada Nona Tania. Mustahil Master Bjorn melepaskan Nona Tania begitu saja demi menikahi Evenette yang tidak ada apa-apanya dibanding Nona Tania."

Tania merasa kemenangan dipegang mutlak olehnya. "Seharusnya Anda sadar posisi Anda, Evenette. Anda ingat? Bjorn sendiri yang memilih saya menjadi pendamping saat pembukaan Turnamen Api. Jadi, meskipun Anda seorang Evenette," Tania memajukan kepala dan berbisik tajam, "jangan besar kepala."

Ucapan Tania bisa sedikit Brianna pahami. Apa artinya memilih Tania sebagai pendamping saat pembukaan Turnamen Api jika bukan untuk diperlihatkan pada khalayak bahwa hubungan mereka masih terjalin baik meskipun pertunangan mereka batal?

"Haha, dari tadi dia cuma diam saja. Sedang ketakutan, kah?" Meja Delvina kembali berulah.

"Jelas ketakutan. Lord Erik yang biasa melindunginya sudah tidak ada."

"Mungkin dia akan bangun dari kuburan dan mengutuk kita? Hahaha."

"Bagaimana bisa begitu? Kalau menurut saya dia sedang sibuk mematikan api di neraka, ups! Bisa-bisanya kita membuat lelucon di depan mantan Putri Gletser."

Brianna meremas roknya di bawah meja. Kenapa bukan dirinya saja yang menjadi bahan lelucon mereka? Brianna akhirnya buka suara, "Omong-omong, Anda semua tahu siapa kekasih suami saya di masa lalu?"

Tania mengernyit. "Bjorn tidak pernah memiliki hubungan dengan wanita manapun selain menjadi tunangan saya."

"Itu saya," lanjut Brianna tersenyum tipis, "kami pernah menjalin hubungan asmara tanpa unsur politik seperti Anda."

Hanya sekecap, tapi cukup membuat semua orang skakmat. Mereka pasti tidak rela mengetahui Master Vulcan yang mereka idamkan pernah menjadi kekasih seorang gadis yang hina. Apalagi, sebelum bertunangan Bjorn dikenal sebagai pria anti wanita.

"Mustahil! Anda pikir kami akan percaya?"

Brianna hanya menanggapi protes Tania dengan senyuman tenang.

Tetapi, itu justru membuat hati Tania semakin panas. "Evenette Brianna, jangan mengada-ada! Bjorn tidak pernah menaruh perhatian pada siapapun selain pada saya! Kalaupun ada saat-saat tertentu dia bersikap baik, itu karena dia terpaksa!"

"Nona Tania, sudahlah. Buat apa percaya pada orang Gletser yang suka melantur?" Delvina ikut menyerang. "Ini sebabnya bangsa mereka jatuh. Tidak ayah tidak anak, sama-sama gila!"

"Hati-hati kalau bicara. Saya adalah istri calon penguasa Vulcan. Menghina saya berarti menghina suami saya." Awalnya Brianna hanya akan tutup mulut. Namun, ketika omongan hina mereka melibatkan nama sang ayah, emosinya pun tersulut.

Tania sama sekali tak gentar. "Lihat, betapa rendahnya kau memanfaatkan statusmu! Tidak tahu malu! Gelarmu itu cuma kau dapat dari hasil kesalahan ayahmu!"

Brianna mengambil gagang cangkir dan menyiramkan tehnya ke arah Tania.

"Gletser!"

"Astaga, Nona Tania! Apa Anda baik-baik saja?!"

"Apa maksudmu menyiramku dengan air panas?!"

Tidak, itu hanya air hangat. Brianna meletakkan sapu tangan di depan meja Tania sebelum beranjak pergi. "Saya harap di lain waktu hubungan kita bisa membaik."

Tak terima, Tania memberi isyarat pada teman-temannya untuk memberi pelajaran pada Brianna.

Mereka pun dengan senang hati mengerumuni Brianna. "Kau sungguh keterlaluan! Beraninya bersikap kurang ajar pada orang yang akan menjadi nyonya Vulcan!"

"Kami akan melaporkan kelancanganmu pada Lord dan Master! Meski kau adalah Evenette, jangan harap bisa terbebas dari hukuman!"

Brianna tidak menduga akan mendapat serangan semacam ini. Perasaan cemas dan mual mendadak muncul. Dia ingin segera meninggalkan area pesta, tapi Delvina dan beberapa gadis menghadang jalan keluar. "Saya perintahkan Anda semua untuk minggir!"

"Huuu, sedang pura-pura menjadi nyonya Vulcan sekarang?"

"Hahaha, aku takut sekali."

Beberapa bangsa Asteri dan Vulcan ras hitam yang tidak memihak siapapun saling bersitatap bimbang, antara ingin menolong atau tidak. Bagaimana pun, Brianna adalah seorang Gletser. Barangkali jika membela Evenette, itu bisa mempertaruhkan nama baik mereka.

Seseorang tiba-tiba melempar kipas ke wajah Brianna hingga bagian tajamnya menggores pipi. "Akh!"

Menyeka gaun yang sedikit basah dengan sapu tangan, Tania menyeringai puas. "Nona-nona, jangan terlalu keras pada Evenette."

Serangan mereka belum selesai. Ada yang menjambak Brianna sampai gulungan rambutnya tergerai, ada pula yang menginjak rok belakang sampai dia nyaris terjerembab seandainya seorang pria tak bergerak tangkas menangkap tubuhnya.

Bola mata Brianna melebar mengetahui siapa sang penolong. "B-bjorn!"

Bjorn menunduk, mendapati istrinya sudah dalam kondisi pucat dan berantakan. "Baru ku tinggal sebentar dan kau sudah seperti ini."

"Bjorn," Tania bangkit mendekati Bjorn, bersikap bak malaikat yang berhati suci, "jangan marah. Kamu salah paham. Mereka hanya bermaksud membelaku gara-gara Evenette menyiramku dengan air panas."

Tania tahu Bjorn tidak memiliki sedikitpun perasaan padanya. Tapi pada titik ini, dimana hampir seluruh orang penting berkumpul di pesta, tidak mungkin Bjorn bertindak nekat dengan menyalahkannya.

Bjorn memutar tubuh Brianna hingga mereka saling berhadapan. "Benar begitu?"

Alih-alih membela diri, Brianna justru berpaling. Melihat wajah Bjorn mengeras, bibirnya tak sanggup berkata-kata. Apalah daya, berharap pria itu akan membelanya sepertinya sia-sia. 

Bjorn tidak bertanya lagi. Tangan Brianna yang meremas kemeja hitamnya cukup menjadi jawaban. "Bisa kamu tunggu sebentar?"

"Menunggu ... apa?" Brianna agak tertegun. Bukannya marah, suara berat Bjorn terdengar sangat lembut.

Mengusap goresan di pipi Brianna, urat di rahang pria itu muncul. Melampiaskan amarah, batinnya.

Sesuai dugaan Tania, Bjorn memilih melepaskan Brianna. Haha, lihat ini, Jal*ng! Sia-sia dia sempat merasa syok gara-gara omong kosong Brianna yang mengatakan bahwa mereka pernah menjadi pasangan kekasih. Nyatanya, Bjorn tetap lebih memprioritaskan persatuan Vulcan.

"Bjorn, jangan terlalu memarahi Evenette! Aku sungguh baik-baik saja." Sayang sekali kesenangan Tania tak berlangsung lama. Bjorn tiba-tiba menghunus pedang ke arah lehernya. "B-bjorn, apa yang kamu lakukan?!"

Senyum para perundung lenyap seketika. Tidak ada yang berani buka suara, terutama Delvina.

"Bjorn, j-jangan bercan-, ARGH!" Tania terpekik panik serta kesakitan saat pedang Bjorn menoreh lehernya sedikit.

"Kau pikir aku takut berperang dengan ras-mu?" Bjorn benar-benar menahan diri untuk tidak menunjukkan sisi monsternya di depan Brianna saat ini.

"Bjorn, jangan lukai siapapun," tegur Brianna cemas. Ia berdiri di belakang punggung sang suami.

Tania seketika terduduk begitu pedang tersebut diturunkan oleh pemiliknya. Wajahnya merah padam, kesal lantaran merasa dipermalukan. 

Mengedarkan pandangan tajam, Bjorn bersuara lantang, "Diantara kalian, siapa yang bernama Lamia?"

"Saya Lamia, Master."

Atensi Bjorn jatuh pada Lamia, seorang gadis ningrat dari Asteri. Dia adalah salah satu dayang Putri Galadina yang sengaja Putri perintahkan menghadiri pesta untuk menjadi saksi.

"Katakan, siapa saja yang mengganggu istriku!"

The Bride's Deepest Hurt (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang