“Ratu menuju kemari.“
Pangeran Necthan tak menghiraukan bisikan sang pengawal. Dia tetap fokus memicingkan mata untuk menentukan target. Tangannya sama sekali tak gemetar kala menarik anak panah yang berada tepat di bawah dagu.
Suara tepuk tangan mewarnai begitu anak panah lepas dan mengenai gambar lingkaran pada kayu yang sudah disiapkan pengawal beberapa meter tak jauh darinya. Bibir Pangeran Necthan terangkat miring, tampak puas akan hasil kerja kerasnya pagi ini. Dia hampir meraih lagi anak panah yang disodorkan sang pengawal, ketika Ratu Regina menahan tangannya.
“Kau berpura-pura lagi tak melihat ibumu, Pangeran?“ desak Ratu Regina dengan ekspresi jengkel. Wanita berumur hampir kepala lima itu melirik para pengawal yang berdiri di dekat sang anak, seolah memberikan kode untuk segera pergi.
Mendengkus kasar, Pangeran Necthan memutar bola matanya malas melihat kini hanya ada sang ibu di samping. Dia meletakkan busur panah, lalu meninggalkan lapangan main menuju tenda di mana teh hangat dan beberapa camilan sudah dihidangkan. Pria itu menyandar kasar pada bangku, lalu memejamkan mata dengan sikap yang lelah.
“Pangeran? Di mana sopan santunmu? Kau mengabaikan ibumu?“ cerca Ratu Regina cemberut. Dia mendekat dan mengguncang bahu sang anak.
Hal ini membuat Pangeran Necthan mau tak mau kembali membuka mata. Helaan napas panjang keluar dari bibirnya saat bertanya, “Apa yang ingin Ibu katakan?” Sudah pasti dia tahu, jika sang ibu sampai repot-repot menemuinya saat latihan, pasti akan ada ceramah panjang lebar yang harus dia dengarkan.
“Kenapa kau di sini? Bukankah aku sudah mengatakan agar kau pergi ke rapat bersama para pejabat? Kenapa kau selalu bersikap tidak mau tahu, Pangeran? Sudah berapa kali kuingatkan agar kau aktif dalam urusan politik Istana. Kau harus memperkuat pengetahuan agar saat Raja menunjukmu sebagai Putra Mahkota, kau—”
“Oh, ayolah, Bu!“ potong Pangeran Necthan menyahut. Wajahnya berkerut tidak senang. “Aku tidak ingin berpolitik, aku ingin berbisnis. Lagi pula, urusan Istana akan menjadi tanggung jawab Putri Ghislaine.“ Dia berdiri tiba-tiba. Alisnya bertaut, yang membuat tatapannya terlihat tajam. Rahang pria itu mengeras saat berkata, “Jangan terus-menerus membicarakan tentang hal mustahil. Orang yang membencimu akan menganggap ini keuntungannya dengan menuduh Ibu akan melakukan kudeta. Ibu mau mati dipenggal?”
Dada Ratu Regina naik turun, napasnya tampak menderu karena sang anak berani mencerahaminya. Dia ikut berdiri, kepalanya mendongak dengan angkuh. Tangannya yang berada di depan perut, saling meremas dengan kuat. “Beraninya kau berbicara seperti itu pada ibumu!” bentaknya menggeram, “aku melakukan ini semua demi kau, Pangeran. Demi status kita agar tidak terinjak-injak. Jika Putri Ghislaine sampai naik tahkta, aku yakin kita akan dibuang. Dia wanita kejam dan tidak berperasaan.“
“Yang Mulai Ratu.“ Pangeran Necthan berbicara dengan suara tegas yang mendominasi. Dia benci sikap ibunya jika sudah seperti ini. Lagi pula, dia sudah dewasa. Dia bisa menentukan sendiri keputusannya tanpa harus menjadi boneka untuk ibunya. “Hentikan pikiran negatifmu itu. Putri Ghislaine adalah kakak yang baik, dia sayang padaku dan tidak mungkin membuang kita. Putri Ghislaine akan—“
KAMU SEDANG MEMBACA
Scandal The Princess
RomanceHampir tidak ada perbedaan antara cinta dan obsesi. Keduanya melebur menjadi garis tipis yang sulit dipisahkan. Lalu, bagaimana caranya membedakan? ××× Ghislaine Zenith Lanister bosan akan hidupnya yang dituntut sempurna menjadi Putri Mahkota keraja...