Gelengan Pangeran Drustan menunjukkan bahwa dia tidak percaya dengan apa yang dilihat. Pria itu menghela napas kasar sambil bertolak pinggang. Menatap keponakannya lekat dengan keheranan. “Apa yang baru saja kau lakukan, Putri? Kau habis mandi lumpur?”
Senyum Putri Ghislaine lenyap, bibirnya mengerucut dengan tatapan kesal. “Memangnya aku anak kecil?”
“Untuk usia 21 tahun, bagiku kau masih kecil.” Senyum Pangeran Drustan tersirat akan ejekan.
Membuat Putri Ghislaine merajuk. Tangannya refleks meraih handuk dan melemparkan ke pria itu. “Apa Paman datang hanya untuk mengejekku? Lebih baik pergi sana. Aku sedang ingin menerkam orang, jika Paman terus bersikap menjengkelkan, jangan salahkan aku jika aku akan memarahimu!” tuturnya panjang lebar.
Namun, bukannya mengiyakan, Pangeran Drustan malah semakin menggoda. Dia memeluk dirinya sendiri sambil memasang wajah berkerut menahan tawa. “Oh, aku takut sekali ....”
“Paman!” Putri Ghislaine berteriak, merajuk kesal dengan ekspresi yang menggemaskan.
Tawa Pangeran Drustan pecah, dia terbahak, lalu melemparkan kembali handuk pada keponakannya itu. “Cepat bersihkan tubuhmu, atau aku akan pergi lagi.”
Perintah itu mutlak bagi Putri Ghislaine, apalagi saat pamannya sudah duduk. Pria itu benar-benar berniat menunggunya. Hal ini membuat Putri Ghislaine segera beranjak ke kamar ganti bersama Vivien. Tanpa menunggu lama, dia melepaskan semua gaunnya dan berendam pada bak mandi yang sudah disiapkan pelayannya itu. Rasa segar dari aroma terapi membuat Putri Ghislaine merasakan rileks setelah rasa lelah menderanya.
Deretan buku yang berjajar di rak membuat Pangeran Drustan tertarik. Mengusir rasa bosan, dia beranjak mendekat. Membaca satu per-satu buku milik Putri Ghislaine yang sebagian banyaknya berisi ilmu pengetahuan dan salinan arsip dokumen Kerajaan Mercia. Dari semua itu, Pangeran Drustan tahu bahwa keponakannya itu memang dididik ketat untuk menjalani persiapan menjadi ratu kelak.
Dia meraih satu buku berjudul Vales of the Darkness karya Sinokmput, membaca informasi singkat di belakangnya dengan sebelah alis terangkat. Entah kenapa dia merasa tertarik tentang buku romansa fantasy tersebut.
Pangeran Drustan baru saja membaca beberapa halaman, ketika semerbak harum mawar memenuhi indra penciumannya. Tanpa menoleh pun, dia tahu bahwa itu adalah aroma Putri Ghislaine. Dia tersenyum, mengembalikan buku di rak, lalu berbalik. Namun, senyum itu lenyap ketika dia baru menyadari bahwa langkah keponakannya agak pincang. Rasa cemas membuatnya refleks bergerak mendekat dan meraih wanita itu dalam gendongannya untuk dibawa ke ranjang.
Tatapan Pangeran Drustan benar-benar terlihat khawatir saat bertanya, “Apa yang terjadi? Kenapa dengan kakimu?”
Keterkejutan Putri Ghislaine akan tindakan pamannya membuatnya terdiam sesaat. Dia benar-benar tak menyangka bahwa Pangeran Drustan akan menggendongnya seintim itu. Entah kenapa, jantungnya berdebar kencang. Dia tercengang sampai remasan pada tangan membuatnya sadar. Putri Ghislaine tampak kikuk saat menjawab, “Em ... tadi ada sedikit insiden yang terjadi.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Scandal The Princess
RomansaHampir tidak ada perbedaan antara cinta dan obsesi. Keduanya melebur menjadi garis tipis yang sulit dipisahkan. Lalu, bagaimana caranya membedakan? ××× Ghislaine Zenith Lanister bosan akan hidupnya yang dituntut sempurna menjadi Putri Mahkota keraja...