Tiga tahun yang lalu sebelum takdir itu hadir ....
Prilly berlari menuju ruang kerja Papanya. Sungguh, Ia ingin papanya segera tahu. Ia ingin papanya tahu kabar baik ini.
"Pa! Papa denger aku nggak sih?" kata Prilly dengan manjanya. Tangannya merangkul leher Papanya dari belakang.
Brama Latuconsina, papa Prilly terkekeh melihat perlakuan Prilly yang mencoba menggodanya. "Papa dengar banget lah, Prill. Sudah. Jangan coba-coba menggoda Papa. Papa hanya milik Mama."
Prilly mencibir. "Ish ... siapa juga yang goda Papa." kata Prilly pura-pura ngambek. "O iya, Pa. Prilly punya kabar bagus buat Papa."
"Oh iya? Apa?"
"Illy disuruh pihak sekolah buat ikut olimpiade sains mewakili sekolah. Prilly seneng banget, Pa. Pokoknya Illy akan belajar giat buat ini," jelas Prilly sumringah.
Brama tersenyum penuh arti. Betapa bangganya Ia mempunyai Putri seperti Prilly. "Terus kapan olimpiadenya?"
"Kata Bu Ani sih masih bulan depan. Tapi Prilly dikasih tau sekarang supaya Prilly siap mental katanya." Prilly melepaskan pelukan di leher papanya kemudian berdiri di samping papanya. "Tapi, kalau sakit Prilly kambuh lagi gimana, Pa? Prilly nggak mau ngecewain pihak sekolah sama temen temen Prilly yang udah ngasih tanggung jawab besar kayak gitu ke Prilly. Aku pengen buat mereka bangga," jelas Prilly. Mendadak mukanya menjadi tetlihat murung.
Akhir-akhir ini Prilly memang sering pusing dan sesak nafas. Ia terlalu mudah lelah. Prilly sendiri menyadari ada perubahan pada dirinya. Ia pun menolak periksa ke dokter, dan menganggap hal itu adalah hal biasa. Terkadang Ia heran pada sakitnya yang terus berkelanjutan sampai sekarang. Ia hanya bisa berdoa supaya Ia menjadi lebih baik, dan penyakitnya tidak kambuh di saat saat penting seperti olimpiade sains yang akan Ia lakukan bulan depan.
"Tidak, Prilly. Papa yakin itu tidak akan terjadi. Anak papa adalah anak yang sehat." Papa tersenyum.
Prilly memperlihatkan gigi putih rapinya dengan senang. "Makasih, Pa. Prilly mau ke kamar dulu ya, mau ganti baju." Prilly memandang dirinya sendiri yang masih mengenakan seragam putih-biru tersebut. Nyengir pada Papanya, kemudian beranjak pergi ke kamar.
Brama menghela napas panjang. Entah mengapa Ia menjadi sangat khawatir dengan keadaan anaknya yang semakin hari semakin aneh. "Semoga kamu baik-baik saja sayang. Papa sayang sama kamu ...."
--***--
Satu bulan berlalu dengan cepat.
Olimpiade sains itu akan diadakan hari ini. Tentu saja Prilly sudah siap dengan semuanya. Ia hanya ingin hari ini berjalan dengan lancar.Dua jam berlalu. Prilly sangat serius mengerjakan soal-soal olimpiade yang terbilang cukup sulit. Ia pun mengumpulkan hasil kerjanya kepada petugas ruang kemudian segera meninggalkan kelas. Pengumuman kejuaraan akan di umumkan empat jam lagi dan Prilly beserta guru pendampingnya harus menunggu selama itu.
Saat Prilly duduk di salah satu kursi, tiba-tiba kepalanya terasa pusing. Ia merasakan sesuatu yang hangat keluar dari hidungnya.
Tes.
Tes.
Tes.
Tes.
Cairan merah pekat itu menetes mengenai rok seragam Prilly. Ia tau sesuatu yang buruk akan terjadi padanya.
Buru buru Ia mengambil HP dari tas, mengetikkan sms singkat pada Papanya.
Pa ... Illy mimisan.
Setelah itu, Prilly tidak tahu lagi. Semuanya mendadak gelap.
---**---
"Pak, sebelumnya saya minta maaf karena harus memberitahukan kabar buruk ini," kata dokter pada Brama.
Brama memandang sendu gadis cantiknya yang tergolek lemah di ranjang rumah sakit.
"Baiklah, Dok. Saya siap mendengarkannya apapun yang terjadi," ujar Brama lemah.
"Setelah saya mengadakan pemeriksaan lebih lanjut pada putra bapak, Prilly." Ucapan dokter terpenggal sejenak. "Prilly positif menderita leukimia limfositik akut. Prilly sudah memasuki stadium 2 ...."
Seperti dihunjam beribu batu, pandangan Brama langsung beralih melihat Prilly. Gadis cantiknya yang terlihat sangat damai. Brama hanya memandang dokter dengan pandangan tidak percaya.
"Dok, selama ini anak saya sehat. Dia baik baik saja ...."
Dokter menghela nafas. "Penyebab adanya penyakit leukimia ini memang sulit untuk diketahui. Penyakit ini juga tergolong sulit untuk disembuhkan. Seharusnya, prilly sudah mengalami gejala gejala sebelumnya. Mudah lelah, pusing, lemas, sering berkeringat, sesak nafas. Jika Prilly sudah memasuki stadium 2, saya yakin sebelumnya Prilly mengalami gejala gejala tersebut."
"Apakah anak saya bisa sembuh, Dok?"tanya Brama. Suaranya mulai bergetar.
"Kemungkinan sembuh pasti ada. Doakan saja yang terbaik untuk Prilly. Saya akan berusaha," jawab dokter setengah tidak yakin.
"Te-terimakasih, Dok."
"Baiklah, saya pergi dulu," ujar Dokter kemudian meninggalkan ruang rawat Prilly.
"Pa ... Illy sudah dengar semuanya kok. Aku nggak papa ...."
Sontak Brama berbalik menghadap ke arah Prilly. Gadis itu ... tersenyum.
"Prilly ... papa akan usaha agar kamu sembuh. Papa sayang sama kamu." Brama langsung membekap tubuh lemas Prilly ke dalam pelukannya.
"Pa ... Jangan khawatir. Prilly nggak papa," ucapnya lirih. Air mata yang mati matian Ia tahan akhirnya tumpah juga. Prilly menangis di pelukan Papanya.
"Pa ... Prilly nggak papa. Papa jangan ikut nangis, dong," ujar Prilly lirih ketika merasakan tubuh papanya mulai berguncang.
"Papa sayang sama kamu, Prill. Papa sayang sama kamu ...."
Tuhan ... jika ini memang yang terbaik untukku, aku menerimanya dengan senang hati. Lirih Prilly di hati kecilnya.
---♡♡---
Prilly memandang langit biru cerah itu. Air matanya turun perlahan lahan, namun Ia tetap berusaha tersenyum. Ia harus tetap tersenyum.
"Tuhan ... jika aku harus hidup dengan obat, aku tidak apa-apa," lirih Prilly. Ia masih tersenyum.
"Jika aku harus menyusul Mama ke surga dengan waktu yang cepat, aku juga tidak apa apa. Aku menerimanya ...."
"Terimakasih karena kau telah memberiku seorang Papa dan kakak yang sangat menyayangiku. Tapi kumohon ... jika memang umurku tidak lama lagi, kumohon jangan cabut nyawaku sekarang. Biarkan aku membahagiakan seseorang yang kucintai terlebih dahulu ... seseorang yang kucintai selain Papa dan Kakak ku. Aku mohon tuhan ...," lirih Prilly lagi sambil terus menatap langit. Air matanya kembali menetes.
Mama ... tolong aku agar aku tetap baik baik saja ....
---------------------------------------------
Here we go, again.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alive : Hidupku Untukmu
Fanfiction"Aku hanya ingin kau tahu, sangat besar keinginanku untuk hidup terus denganmu. Walau aku telah menyadari, keinginan itu mustahil untuk dikabulkan. Bahkan untuk 1% saja jika Tuhan menghendakinya, aku berharap semoga itu menjadi nyata." - Prilly Cant...